Monday, March 31, 2025

Inspirasi 2

 

inspirasi 2

oleh: grefer pollo


Sebelum Allah buat sesuatu Dia sudah punya tujuan.


Penjunan sudah punya tujuan atas tanah liat itu baru dia buat sesuatu.
Bukan sudah jadi bejana baru dia pikir mau bikin apa atau biarkan bejana itu mencari tujuan sendiri. (Roma 9:20-21)
Karena itu susah atau senang, apapun keadaannya tetap naikkan syukur karena rancangan dan jalan Allah bukan kita (Yesaya 55:6).

Sukses atau gagal dalam pandangan kita belum tentu itu dalam pandangan Allah. Sangat mungkin yang kita sebut gagal itu sukses dalam pandangan Allah (band dengan penyaliban Yesus. Banyak orang katakan Yesus gagal. Tapi dalam pandangan Allah Yesus katakan tetelestai)


Fokus hidup

Saat Yesus ada dalam dunia, Israel sedang dijajah. Menderita secara mental, fisik, politik, keamanan, sosial, budaya, hukum, kesehatan, dsb. Tetapi fokus kerja dan pelayanan Tuhan Yesus adalah berita Injil (Matius 4: pencobaan di gurun dan 6: kekuatiran).

Semua hal lain adalah sekunder, tertier. Bukan premier. Itu tidak ada artinya atau tambahan semata.

Maknanya: berita Injil yang berdampak pada hidup kekal. (Yohanes 17:3)


Renungkan hal yang sudah dilakukan dalam melihat dan menilai apa yang kelihatan.

Dosa karena "mata terbuka dalam kejadian 3:5. Kata mata "terbuka": pâqach (pronunciation: paw-kakh'). Definition: A primitive root; to open (the {senses} especially the eyes); figuratively to be observant: - open.
Definisi: observant menurut merriem webster:
1a: paying strict attention : WATCHFUL//an observant spectator
b: KEEN, PERCEPTIVE//observant of the mistakes of others//Good reporters are keenly observant of everything around them.
2: careful in observing rites, laws, or customs : MINDFUL//pious and religiously observant families— Sidney Hook//always observant of the amenities.


Kejatuhan dalam hal ini membuat manusia cenderung menilai dan membanding-bandingkan dan menyalahkan orang lain. Dari membanding-bandingkan menjadi kuatir dan tidak bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan.
Dari sini kita akan terbantu untuk memahami perkataan Iblis kepada Hawa: Kejadian 3:5 (TB)  tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."

Mata yang terbuka (observant) mengaktifkan kuasa maut.


Kejadian 2 katakan bahwa sebelum manusia jatuh dalam dosa kematian sudah ada.

Allah ingatkan Adam jangan makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Jika berbuat dosa, Adam akan aktifkan kuasa kematian (Roma 6:23 upah dosa ialah maut).

Ada 3 jenis kematian yang diaktifkan: roh, jasmani, kematian kedua. Jadi, Yesus, firman Allah yang menjadi daging datang hidup tanpa dosa untuk kalahkan kuasa maut. Jadi siapa yang percaya kepada Dia maka maut tidak berkuasa lagi atas hidupnya. Mungkin dia akan alami kematian jasmani (sebab dalam surat Tesalonika ada orang yang tetap hidup sampai Yesus kembali), tapi kematian kedua dia tidak akan alami lagi. Puji Tuhan Yesus


Kitab Pengkhotbah adalah kitab pertobatan.

Pengkhotbah 3: semua ada waktunya. Ada waktu untuk bertobat.

Akhir kitab pengkhotbah adalah pertobatan Salomo penulisnya. Di awal cerita (taman Eden) seolah kamu punya free choose. Tetapi di akhir cerita, di garis akhir hidup kamu tidak punya free choose.


Dunia ini sudah jatuh dalam dosa dan penuh kejahatan.

Kejahatan ada di mana-mana. Sangat mungkin kita menjadi pelaku kejahatan. Jika kita tidak siap dilukai dan tidak siap merangkul yang terluka dan bersalah (bukan kesalahannya) maka kita akan punya banyak masalah yang sangat sulit diselesaikan dalam dunia ini


Beban penderitaan melahirkan di taman Eden: susah payahmu waktu melahirkan akan ditambahkan.

Itu nubuat ttg gereja. Perempuan simbol gereja Tuhan. Susah payah untuk beritakan Injil dan mendapat petobat baru. Tapi Kristus sudah tanggung susah payah itu (Yesaya 53)

 

Ginosko (Yun), Yada (Ibr) mengenal (secara keintiman).

Matius 7:21-23 mereka itu tidak mengenal Allah secara intim (Yada: band dengan Kejadian 4:1). Mereka hanya mengenal ala kadar atau bukan dalam keintiman (seperti suami kenal istri dan sebaliknya).
Kata Yunani oida dapat menggambarkan jenis pengetahuan apa pun, namun kata ini sedikit condong ke arah pengetahuan tentang fakta. Hal ini berkaitan dengan kata “melihat”, dan sering kali menggambarkan jenis pengetahuan yang dihasilkan dari pengamatan. Anda telah melihat kenyataan dan mengetahui kebenarannya. Dalam beberapa kasus, Anda mengetahui kebenarannya karena Tuhan telah mengungkapkannya.
Band dengan Yohanes 15:5. Tinggal dalam Yesus. Alami keintiman. Ginosko

Sebaliknya, kata ginōskō sering kali menggambarkan jenis pengetahuan yang terlibat dalam membangun hubungan intim dengan seseorang.

Orang lain mungkin dapat deskripsikan istri seseorang tapi tidak dapat mengenal secara eksistensial suami itu kepada istrinya. Dia dapat menceritakan sedetil-detilnya dan dipenuhi oleh emosional, psikis, spiritual tentang istrinya.
Cara membangun ginosko melalui anugerah Allah dan berjalan bersama Allah


Kasih karunia Kristus

Dalam Yohanes 18:10 (TB)  Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus.

Yesus menyembuhkan telinga itu. Mengapa?
Petrus sudah melakukan 1 kesalahan fatal yang bisa bawa dia ke perkara hukum, mencelakakan dia, dan berdosa kepada Allah. Hal itu dapat menghambat pemberitaan Injil setelah kebangkitan Yesus.
Yesus sembuhkan telinga hamba itu sehingga saat Petrus mungkin dihakimi tidak ada buktinya.
Jika Petrus menggunakan pedang akan mati oleh pedang. Jika Petrus melawan hukum akan binasa oleh hukum itu.
Pesan teologis: itu yang Yesus lakukan dengan pengorbanan-Nya. Saat kita dibawa ke penghakiman Allah, kita dinyatakan benar karena darah Yesus Kristus. Ada bukti darah perjanjian damai yang sudah dicurahkan. Puji Tuhan Yesus


Belajar itu penting.
Alasan dan tujuan belajar
Dampak belajar

Tapi: 1 hal yang sangat penting, jauh lebih penting adalah belajar dari siapa, belajar dari apa, baca dari apadan  dari mana


Kasih adalah senjata yang paling ampuh.

Karena kasih tidak akan pernah gagal. Kasih dapat membuat musuh menjadi sahabat kita 



Continue reading Inspirasi 2

Sunday, March 16, 2025

Re-thinking dan developmental mindset

 

ged pollo

oleh: grefer pollo



Re-thinking dan developmental mindset adalah dua konsep yang sangat erat kaitannya dengan cara manusia berpikir, belajar, dan bertumbuh. Keduanya sangat relevan jika diterapkan di berbagai konteks termasuk dalam medan layan kita.

Kombinasi kedua pendekatan ini bisa menjadi fondasi penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung anak-anak untuk berkembang secara optimal, baik secara fisik, kognitif, emosional, sosial, spiritual.

 

Apa itu Re-thinking?

Re-thinking adalah kemampuan untuk meninjau ulang cara berpikir kita, mempertanyakan asumsi-asumsi yang kita pegang, dan membuka diri terhadap kemungkinan perspektif baru.

Dalam proses ini, seseorang belajar untuk tidak terpaku pada satu cara pandang saja, melainkan terus menerus mengkaji ulang apakah cara berpikir atau pendekatan yang digunakan masih relevan atau perlu diubah.

Konsep re-thinking sebagai pendekatan sistematis pertama kali dipopulerkan oleh Adam Grant, seorang profesor psikologi organisasi di Wharton School, University of Pennsylvania.

Ia memperkenalkan ide rethinking secara komprehensif dalam bukunya yang berjudul "Think Again: The Power of Knowing What You Don’t Know" yang terbit tahun 2021.

Adam Grant mengembangkan ide re-thinking bukan hanya sebagai kebiasaan berpikir ulang, tetapi sebagai kompetensi kognitif dan emosional yang esensial di era informasi yang cepat berubah.

Dalam Think Again, Grant menjelaskan bahwa kemampuan untuk mempertanyakan asumsi sendiri, meninggalkan keyakinan lama, dan menerima ide baru lebih penting daripada sekadar kecerdasan atau pengetahuan.

Dia menyebut rethinking sebagai: “The humility to doubt what we know and the curiosity to discover what we don’t.”

 

Dalam pendekatannya, Grant juga mendorong orang untuk mengadopsi mentalitas ilmuwan, yaitu:

  1. Selalu bersedia mencari data baru.
  2. Menganggap keyakinan sebagai hipotesis yang bisa diuji, direvisi, bahkan ditinggalkan.
  3. Fokus pada proses belajar, bukan hanya hasil akhirnya.

 

Walaupun Adam Grant yang pertama kali mengemas istilah re-thinking sebagai gerakan modern, akar filosofisnya sebenarnya sudah lama ada:

  • Socrates dengan metode Socratic questioning mengajarkan pentingnya mempertanyakan keyakinan sendiri.
  • John Dewey, filsuf dan pendidik, juga menekankan pentingnya reflective thinking dalam proses belajar.
  • Dalam psikologi, metakognisi—berpikir tentang cara kita berpikir—menjadi dasar bagi praktik re-thinking modern.

 

Mengapa Re-thinking Penting?

Adam Grant percaya bahwa kemampuan untuk berpikir ulang lebih penting di dunia modern daripada pengetahuan statis.

Kita hidup di zaman di mana informasi cepat berubah, dan apa yang benar kemarin bisa jadi salah hari ini. Oleh karena itu, re-thinking adalah keterampilan bertahan hidup abad ke-21.

 

 

Apa itu Developmental Mindset?

Developmental mindset adalah pola pikir yang percaya bahwa kemampuan, kecerdasan, dan kepribadian seseorang dapat berkembang melalui proses belajar, pengalaman, dan usaha terus-menerus.

Ini adalah konsep yang mirip dengan growth mindset dari Carol Dweck, tapi dengan cakupan yang lebih luas—tidak hanya soal kecerdasan, tetapi juga menyentuh aspek perkembangan moral, sosial, dan emosional.

Anak-anak (dan juga orang dewasa) dengan developmental mindset meyakini bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar, bukan akhir dari segalanya. Mereka tidak takut untuk mencoba hal-hal baru, karena memahami bahwa kemampuan mereka tidak tetap, melainkan bisa bertumbuh.

 

Konsep developmental mindset sebagai kerangka berpikir tentang perkembangan manusia (baik dari sisi kognitif, emosional, sosial, maupun moral) banyak diangkat dan dibahas dalam teori perkembangan manusia (human development theory) dan psikologi perkembangan.

Asal-usul Konsep Developmental Mindset

  1. Pengaruh Teori Growth Mindset

Banyak orang menyamakan atau mengaitkan developmental mindset dengan growth mindset, karena keduanya berbicara tentang kemampuan berkembang dari waktu ke waktu.

    • Carol Dweck, seorang profesor psikologi di Stanford University, memperkenalkan konsep growth mindset di awal 2000-an, lewat riset yang dimulai sejak 1980-an. Growth mindset adalah keyakinan bahwa kecerdasan dan kemampuan seseorang tidak bersifat tetap, melainkan bisa dikembangkan melalui usaha, strategi, dan masukan dari orang lain.
  1. Perkembangan Teori Adult Development

Di ranah psikologi perkembangan dewasa, istilah developmental mindset sering muncul dalam konteks bagaimana orang dewasa melihat dirinya sebagai individu yang terus bertumbuh.

    • Robert Kegan, seorang psikolog perkembangan dari Harvard University, dikenal atas teorinya tentang Constructive Developmental Theory. Ia membahas bahwa manusia terus mengalami perkembangan kognitif, emosional, dan moral sepanjang hidupnya. Dalam pendekatan Kegan, developmental mindset adalah tentang kesadaran bahwa kita selalu bisa tumbuh ke tahap pemahaman yang lebih kompleks.
  1. Educational Leadership dan Developmental Mindset

Dalam dunia pendidikan dan kepemimpinan, istilah developmental mindset mulai digunakan lebih luas oleh para pendidik, pelatih, dan konsultan pengembangan organisasi. Mereka menggunakannya untuk menggambarkan sikap mental yang fokus pada proses pertumbuhan berkelanjutan—baik dalam belajar, hubungan sosial, maupun karier.
Salah satu contoh penggunaannya ada dalam pendekatan Transformational Leadership dan Coaching for Development, di mana pemimpin atau pelatih mendorong individu untuk melihat diri mereka sebagai "proyek yang terus berkembang".

 

Apa Itu Developmental Mindset Secara Inti?

Secara esensial, developmental mindset adalah:

a.   Pola pikir yang percaya bahwa setiap aspek dalam diri manusia—kognitif, emosional, sosial, spiritual—bisa berkembang sepanjang hidup.

b.   Ini mencakup kemauan untuk belajar dari pengalaman, menerima perubahan sebagai bagian alami dari pertumbuhan, dan tidak terpaku pada versi lama diri sendiri atau orang lain.

 

Siapa yang Menggunakan Istilah Ini Saat Ini?

Sekarang, developmental mindset sering digunakan di:

  • Pendidikan Anak dan Dewasa (Education for Human Development)
  • Coaching dan Mentoring (Leadership Development)
  • Psikologi Positif
  • Organisasi dan HRD (Human Development in the Workplace)

 

 

Kombinasi Re-thinking dan Developmental Mindset di Pusat Pengembangan Anak

Bayangkan sebuah pusat pengembangan anak yang menerapkan kedua prinsip ini secara utuh.

Tempat ini tidak sekadar menjadi ruang bermain atau belajar biasa, melainkan laboratorium hidup di mana anak-anak dilatih untuk berpikir ulang (re-think) tentang cara mereka memecahkan masalah, mengelola emosi, atau memahami perbedaan dengan orang lain.

Pada saat yang sama, mereka juga ditanamkan keyakinan bahwa mereka mampu berkembang (developmental mindset), bahwa kegagalan adalah bahan bakar untuk menjadi lebih baik, bukan hambatan.

 

Lingkungan yang Adaptif dan Fleksibel

Pendekatan re-thinking membantu mentor, orang tua partisipan, dan staf di pusat pengembangan anak untuk tidak kaku dalam metode mentoring.

Mereka terus mengevaluasi apa yang berhasil dan apa yang tidak. Misalnya, jika metode mengajarkan empati melalui cerita ternyata kurang efektif, maka mereka siap mengevaluasi dan mencari pendekatan lain seperti permainan peran atau simulasi sosial.

Dengan developmental mindset, baik mentor maupun mentee sadar bahwa setiap orang berada dalam perjalanan belajar. Tidak ada metode yang final. Proses penyesuaian metode mentoring menjadi lebih luwes karena tidak ada rasa takut untuk mengubah pendekatan demi hasil yang lebih baik.

 

Mendorong Anak untuk Bertanya dan Mengeksplorasi

Partisipan di pusat pengembangan anak yang mengadopsi re-thinking akan didorong untuk bertanya, mempertanyakan, bahkan meragukan apa yang mereka lihat dan dengar—bukan sekadar menerima informasi mentah-mentah.

Mereka belajar untuk menyusun pemikiran kritis sejak dini, misalnya dengan bertanya, "Mengapa begitu? Apakah ada cara lain untuk melakukannya?"

Dipadukan dengan developmental mindset, partisipan tidak hanya belajar bertanya, tetapi juga memahami bahwa kemampuan mereka untuk memahami jawaban akan meningkat seiring waktu.

Mereka tidak merasa minder jika belum bisa menjawab pertanyaan sulit, karena mereka percaya bahwa mereka sedang berada dalam proses tumbuh.

 

Menumbuhkan Resiliensi dan Ketangguhan

Gagal dalam suatu aktivitas di pusat pengembangan anak bukan dianggap masalah besar.

Dengan developmental mindset, partisipan belajar bahwa gagal adalah bagian alami dari proses berkembang.

Sementara itu, re-thinking mengajarkan mereka untuk melihat kegagalan dari sudut pandang yang berbeda—bukan sebagai kekalahan, tapi sebagai umpan balik.

Misalnya, jika seorang mentee gagal menyelesaikan tantangan yang diberikan mentor, mentor dapat mendorongnya untuk bertanya, "Apa yang bisa aku lakukan berbeda lain kali?" atau "Apa yang belum aku coba?" Ini membantu mentee melatih fleksibilitas berpikir dan keuletan mental.

 

Menghargai Perbedaan dan Inklusi

Pusat pengembangan anak yang menerapkan re-thinking akan selalu membuka ruang untuk perspektif yang beragam. Partisipan belajar untuk tidak cepat menghakimi orang lain yang berbeda latar belakang atau pendapat.

Dengan developmental mindset, mereka belajar bahwa kemampuan memahami orang lain adalah sesuatu yang bisa terus dikembangkan.

Mereka tidak merasa canggung jika belum sepenuhnya memahami sudut pandang teman yang berbeda, karena mereka tahu empati itu butuh proses belajar juga.

 

Ruang Tumbuh Anak yang Holistik

Kombinasi re-thinking dan developmental mindset menciptakan budaya belajar yang dinamis, baik bagi mentee maupun bagi mentornya.

Di pusat pengembangan anak, ini berarti:

o   Partisipan belajar berpikir kritis, berpikir ulang, dan membuka diri terhadap perspektif baru.

o   Partisipan dibiasakan untuk melihat potensi mereka sebagai sesuatu yang terus berkembang, bukan tetap.

o   Mentor tidak berhenti belajar dan siap menyesuaikan pendekatan mereka untuk memenuhi kebutuhan perkembangan setiap anak.

o   Lingkungan menjadi ruang aman untuk bertanya, mencoba, gagal, dan tumbuh bersama.

Jika diterapkan secara konsisten, pusat pengembangan anak yang berbasis re-thinking dan developmental mindset akan melahirkan generasi masa depan yang tangguh, adaptif, dan berpikiran terbuka—mereka tidak hanya siap menghadapi perubahan, tapi juga menjadi agen perubahan itu sendiri.






Continue reading Re-thinking dan developmental mindset

Friday, March 14, 2025

100 Tahun Gereja

 


                               oleh: grefer pollo


Konsep perayaan 100 tahun di gereja

Perayaan 100 tahun, atau sering disebut sebagai perayaan "centennial," memiliki makna simbolis dan historis yang mendalam dalam banyak budaya. Apa itu centennial?

Centennial itu berasal dari dua kata Latin: "centum" yang berarti seratus, dan "annus" yang berarti tahun. Jadi, centennial secara harfiah berarti peringatan atau perayaan 100 tahun.

Dalam konteks umum, centennial bisa merujuk pada:

  1. Perayaan 100 tahun sejak sebuah peristiwa atau berdirinya sebuah lembaga.
    Contoh: "The church is celebrating its centennial anniversary." (Gereja itu merayakan ulang tahun ke-100-nya.)
  2. Sesuatu yang berusia 100 tahun.
    Contoh: "This building is a centennial landmark." (Bangunan ini adalah penanda sejarah berusia 100 tahun.)

 

Istilah Terkait:

  • Bicentennial 200 tahun
  • Tricentennial 300 tahun
  • Millennial 1000 tahun

 

Kalau dalam acara gereja, istilah Centennial Celebration kadang dipakai juga untuk menunjukkan Perayaan 100 Tahun.

Di sisi lain, istilah yang lebih umum digunakan untuk peringatan 100 tahun gereja adalah "Yubileum 100 Tahun" atau "Yubileum Seabad". Dalam konteks gereja, kadang juga disebut "Perayaan Seratus Tahun", "HUT ke-100", atau "Jubileum 1 Abad". Untuk nuansa yang lebih formal atau liturgis, biasanya dipakai istilah "Syukur 1 Abad" atau "Pesta Emas Seratus Tahun".

Dalam Alkitab sendiri, tidak ada istilah khusus yang secara eksplisit merujuk pada "100 tahun" sebagai sebuah peringatan atau perayaan, seperti yang dikenal sekarang dengan istilah "yubileum" atau "jubileum 100 tahun." Namun, ada beberapa konsep dan angka yang bisa dikaitkan secara makna atau simbolis:

  1. Angka 100 dalam Alkitab sering kali melambangkan kesempurnaan, kelimpahan, atau kepenuhan waktu. Misalnya:
    • Abraham berusia 100 tahun saat Ishak lahir (Kejadian 21:5), melambangkan penggenapan janji Allah setelah penantian panjang.
    • Dalam perumpamaan Yesus, ada hasil panen seratus kali lipat (Matius 13:8), yang menggambarkan kelimpahan dan berkat.
  2. Yobel (Jubilee). Dalam Imamat 25, ada konsep Tahun Yobel, yang dirayakan setiap 50 tahun sebagai waktu kebebasan, pembebasan tanah, dan penghapusan hutang. Tahun Yobel ini adalah waktu sukacita besar, pembaruan, dan pemulihan.

Kadang dalam gereja modern, istilah Yobel atau Jubileum diadopsi untuk merayakan tonggak waktu penting seperti 25 tahun, 50 tahun, 75 tahun, atau 100 tahun.

Jadi, secara alkitabiah, konsep yang mendekati peringatan 100 tahun mungkin dihubungkan dengan makna "Yobel", meskipun secara teknis Yobel itu tiap 50 tahun. Kalau mau membuat istilah rohani atau tema, biasanya gereja mengadaptasi semangat "Yobel" untuk menggambarkan syukur, pemulihan, dan berkat setelah 100 tahun perjalanan pelayanan.

 

Alasan sejarah mengapa orang merayakan 100 tahun

Secara umum, perayaan ini sering kali dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah suatu bangsa, organisasi, atau individu, karena 100 tahun dianggap sebagai suatu periode waktu yang sangat panjang dan menandai perubahan yang signifikan.

Alasan sejarah mengapa orang merayakan 100 tahun berkaitan dengan beberapa faktor:

Siklus Waktu dan Generasi: Dalam banyak kebudayaan, satu abad dianggap sebagai satu siklus penuh dalam sejarah atau kehidupan generasi. Dalam konteks ini, 100 tahun mencakup setidaknya satu generasi manusia, sehingga perayaan ini menjadi cara untuk mengenang dan menghormati perubahan, perkembangan, dan pencapaian yang telah terjadi selama waktu tersebut.

 

Pencapaian dan Progres: Perayaan 100 tahun sering kali digunakan untuk merayakan pencapaian besar, baik itu negara yang merdeka, berdirinya sebuah perusahaan, atau kelahiran organisasi penting. Mengingat bagaimana banyak hal dapat berubah dalam satu abad, merayakan peristiwa ini mengakui transformasi besar dalam politik, ekonomi, teknologi, atau budaya.

 

Peringatan Sejarah: Dalam konteks negara atau peristiwa sejarah, perayaan 100 tahun juga dapat berfungsi sebagai refleksi sejarah, mengingatkan orang tentang pentingnya peristiwa atau keputusan yang membentuk masa depan. Misalnya, negara-negara atau kota-kota mungkin merayakan 100 tahun sejak kemerdekaan atau pendirian mereka, memperingati perjalanan mereka sebagai bangsa atau komunitas.

 

Simbolisme: Angka 100 secara simbolis mewakili kesempurnaan dan pencapaian puncak dalam banyak tradisi. Oleh karena itu, merayakan 100 tahun memberikan kesan pentingnya perjalanan tersebut. Ini juga menciptakan kesempatan untuk melanjutkan tradisi dan memberikan penghargaan terhadap generasi yang telah menyumbang pada perkembangan tersebut.

 

Secara keseluruhan, perayaan 100 tahun lebih dari sekadar angka—ia adalah kesempatan untuk menghargai dan merayakan warisan yang telah dibangun selama satu abad, sambil merenung tentang perjalanan yang telah dilalui dan langkah-langkah yang akan diambil di masa depan.

 

100 tahun Jemaat Koinonia Kupang

"KOINONIA BAHAGIA": Melangkah Bersama Dia

 

Sebuah momentum besar bagi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Jemaat Koinonia Kupang (JKK) akan terjadi pada 7 November 2025: Peringatan 100 tahun gereja.

Secara geografis, JKK berada di jalan persimpangan 3 (depan dan belakang gedung gereja). Secara makna psikologis, dalam hidup ini kita selalu di perhadapkan dengan keputusan dan pilihan “simpang tiga”. Kita  membutuhkan intervensi ilahi di dalam Kristus melalui karya Roh Kudus untuk membuat pilihan tepat dan bijak: “Koinonia Melangkah Bersama Dia”

Kata "Dia" menunjuk kepada Tuhan Yesus Sang Dasar dan Kepala Gereja (secara vertikal). Juga "Dia" bisa menunjuk kepada sesama saudara seiman (horisontal). Seperti simbol salib.

Gereja Koinonia dimulai sebagai satu persekutuan yang melangkah bersama saudara seiman dalam Tuhan Yesus dan melangkah bersama Tuhan Yesus sampai Bahagia dalam Perjamuan di Kerajaan-Nya kelak.











Continue reading 100 Tahun Gereja