Monday, June 29, 2020

,

BUKU BARU: MENGAPA HARUS BODOH

buku baru
Sebuah buku baru yang membahas makna dan esensi pendidikan di dalam kehidupan ibarat sebuah sekolah. 

Pernahkan Anda membayangkan sisi-sisi tertentu dari isi dunia pendidikan formal yang disisir nuansa pembelajarannya, intensitas kontak komunikasi para stakeholder-nya, kemudian dikemas apik nan menggoda dengan karakter soscio-educare dan socio-religious? Fakta-fakta yang terjadi di sekolah dalam titik nada tertentu itulah yang telah tersentuh bagai titik-titik embun yang tiba dan menyiram selembar tisu. Anda sudah dapat memahami bagaimana jadinya tisu itu kemudian? Menyerap seluruh titik embun ke seluruh badannya, lalu ia akan lemas sambil menunggu datangnya angin pengering kelemasannya itu.

Apa yang saya nyatakan di atas merupakan deskripsi tentang isi buku tulisan Ged Pollo berikut ini. Anda tak akan berhenti membaca selama buku ini di tangan. Mengapa? Anda sendiri yang bagai tisu itu. Andalah yang akan terus menarik dan menghisap isi buku ini ke dalam benak olah pikir, disebabkan kerinduan Anda untuk segera mengetahui isi halaman berikutnya dan segera membacanya. Lalu, ketika Anda masih ada kerinduan untuk membaca, justru lembar terakhir hendak berkata, “Halo, telah selesai!” Saat itu Anda terkejut, dan mulai tanpa menunggu lebih lama angin kesegaran baru menerpa untuk berpikir dan berefleksi tentang segala hal yang baru saja Anda baca.

Ged Pollo telah memainkan jemari dan benak olah pikirnya pada sejumlah fakta yang dikompilasikan dengan pengetahuan keagamaan dan lingkungan sosial yang sederhana, namun menarik interpretasi dan improvisasi. Isi buku ini bagai irisan menu makanan tertentu yang sangat khas. Dari kekhasan ini, Anda akan dapat masuk dalam emosi yang turut dihantarkan dalam roh keinginan membaca dan mengetahui lebih dalam.

Dalam pada itu, kesederhanaan isi buku ini ada pada dialog-dialog yang sangat familiar di telinga kita, sekitar   apa yang terjadi di ruang-ruang kelas antarpara guru, siswa-siswi dan orang tua, serta pemangku kepentingan lainnya. Demikian juga yang terjadi di lingkungan di luar ruang-ruang kelas itu.

Ketika Ged Pollo bertanya, “Mengapa harus bodoh?” Tidakkah Anda akan tergoda untuk memberi jawaban? Ged Pollo sendiri melakukan paradoksi pada nuansa pembelajaran dimana interaksi yang kohesif antar guru-siswa mestinya dapat menunjukkan suatu kualitas personal pada siswa. Lembaga Pendidikan manapun jika hanya mampu sampai pada “membengkakkan” kepala siswanya dengan isian pengetahuan, ketrampilan dan seni tanpa menyeimbangkannya dengan rasa keimanan yang bersumber dari nilai-nilai religiousitas yang diyakininya, apakah itu akan membahagiakan dan menjadikannya pribadi yang cerdas?

Oleh karenanya, tidak harus bodoh. Kebodohan hanya milik mereka yang malas belajar, sebab mereka yang belajar dengan isian yang seimbang akan menunjukkan perubahan pada olah pikir, olah rasa, olah kata dan olah akta, dan terlebih lagi pada kecerdasan dan hikmat. Itulah kiranya yang menjadi harapan dari out put satu Lembaga Pendidikan formal pada semua jenjangnya. Dari sana mereka memberikan out come yang membanggakan.

Mari Membaca. Kiranya isi buku ini menginspirasi dan mengantarkan pada refleksi yang menggairahkan rasa orang tua, siswa dan guru dalam komunikasi yang menghidupkan dan menyemangati. Terima kasih telah memberikan kepercayaan ini pada saya untuk menuliskan Pengantar pada isi buku yang luar biasa ini. Tuhan memberkati usaha berliterasi yang menginjeksikan karakter religi agar kiranya pembacanya terberkati pula.


Lelogama, Juni 2020

Heronimus Bani
Guru SD, Penulis, Editor, Penerjemah Alkitab


Semua bisa menjadi guru dan orang tua, tapi tidak semua bisa menjembatani teori dan praktek kehidupan dalam memberikan pelajaran. Melalui buku ini saya juga diingatkan kembali bahwa sumber pengetahuan adalah Sang Pencipta dan bagaimana guru harus berada dalam terang terlebih dahulu sebelum menjadi pelita bagi siswa-siswi mereka.

Dyah Nova, pemerhati isu pendidikan

Continue reading BUKU BARU: MENGAPA HARUS BODOH