Monday, January 18, 2021

Apa Kabar Natal?

grefer pollo

Apa Kabar Natal?

Oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd


Dunia teologi Kristen mengenal Kejadian 3:15 sebagai "πρῶτοεὐαγγέλιον - prôtoeuanggelion" yang berarti "Injil yang Pertama" atau "Kabar Baik yang pertama". 

Isi kabar baik ini adalah pernyataan Allah tentang rencana keselamatan. 

Rencana keselamatan ini menjadi nyata dalam Injil Yohanes 1:1 dan 14 bahwa firman yang bersama-sama dengan Allah itu telah menjadi manusia dan diam bersama manusia. 

Misi dari firman Allah itu adalah keselamatan manusia dari hukuman dosa yaitu maut. Karena, manusia telah tergoda oleh Iblis lalu memakan buah pohon yang dilarang oleh Allah untuk manusia memakannya. 


Puncak karya keselamat ini ada pada firman Allah dalam wujud manusia yakni Yesus Kristus yang kelahiran-Nya sebagai manusia dikenal sebagai peristiwa natal.


Kata "natal" berasal dari bahasa Latin yang berarti kelahiran. Dalam bahasa Inggris disebut "Christmas". Kata Christmas itu sendiri berasal dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse  yang berarti Misa Kristus.  

Dengan demikian, memperingati peristiwa natal berarti memperingati kelahiran Yesus Kristus. 

Alkitab tidak secara eksplisit memerintahkan kita untuk merayakan natal. Tetapi, mengingat. 2 Timotius 2:8 berbunyi: "Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.” 

Rasul Paulus melakukan 2 hal penting ini dalam pelayanannya, yakni, memberitakan "kebangkitan dari kematian" dan "kelahiran" Yesus Kristus.

Kata "ingatlah" dalam teks Alkitab berbahasa Yunani menggunakan kata 'μνημονευε - mnêmoneue' dari kata dasar 'μναομαι - mnaomai', artinya meletakkan sesuatu di dalam pikiran. 

Akar kata yang sama dengan ini juga dijumpai dalam ayat Lukas 22:19, “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: 'Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” 

Kata “peringatan” dalam teks Alkitab berbahasa Yunani menggunakan kata 'αναμνησιν - anamnêsin' yang juga berasal dari kata yang sama 'μναομαι - mnaomai'.

"Merayakan" berbeda dengan "memperingati" atau "mengingat". Kecenderungan dari “merayakan” sesuatu adalah berpesta bahkan ada yang sampai berhura-hura. 


"Mengingat" lawan katanya adalah "melupakan". Tentunya seorang Kristen yang sejati tidak akan melupakan peristiwa dan makna natal yang sesungguhnya. 


Akan tetapi, bagaimana kebiasaan gereja dalam hal peristiwa natal pada masa kini? Kecenderungan umat Kristen dalam momentum natal adalah menyiapkan pernak-pernik dan ornamen natal. 

Ada banyak pernak-pernik dan ornamen dikaitkan dengan natal. Salah satunya adalah santa claus. Siapakah dia sebenarnya? 

Ada banyak kisah seputar santa claus. International Journal of Heritage Studies menyebutkan bahwa Sinterklas terilhami dari Saint Nicolas, seorang uskup asal Myra, sebuah kota kecil yang menjadi bagian Imperium Romawi, tepatnya di wilayah Turki sekarang. 

Dia hidup sekitar abad ke-3 Masehi. Dia digambarkan sebagai pribadi dermawan dan suka berbagi kepada orang-orang miskin. 

Adolf Heuken, penulis buku berjudul Ensiklopedia Gereja (2005), menceritakan bahwa sosok sinterklas yang membawa hadiah pada malam natal merupakan sekularisasi tokoh santo Nicholas yang sebenarnya. 

Ia pernah dipenjarakan di bawah pemerintahan Kaisar Dioklesianus dan dilepaskan ketika raja Konstantin berkuasa. Nikolas adalah santo pelindung Rusia, para pelaut, dan anak-anak. 

Santo Nikolas menjadi sangat terkenal karena kebaikan hatinya suka menolong anak-anak dan orang miskin. Kebaikan hati ini dibumbui dengan berbagai mujizat dan legenda yang menyebar ke seluruh Eropa. 

Orang Belanda menyebut Santo Nikolas dengan nama Sinterklaas dan menggambarkannya sebagai orang tua berjanggut putih panjang, berpakaian uskup, dan menaiki kuda yang bisa terbang ke atap rumah dibantu Swarte Piet. 

Menjelang natal Sinterklaas datang ke rumah-rumah untuk memberi hadiah bagi anak-anak yang baik melalui cerobong asap.

Salah satu kebiasaan yang sering dilakukan untuk mengingat Santo Nikolas adalah tradisi membagikan hadiah natal kepada anak-anak oleh orangtua mereka pada waktu Pesta Natal melalui sosok 'Sinterklas'. 

Kebiasaan ini mulai diperkenalkan kepada umat Kristen Amerika oleh orang-orang Belanda Protestan, yang menobatkan Santo Nikolas sebagai tukang sulap bernama Santa Claus.

Berbagai versi kisah Santa Claus lebih bersifat legenda atau dongeng. Namun, kisah ini terasa mendominasi kisah kelahiran Kristus itu sendiri. 

Ini terlihat dari pernak-pernik natal, syair lagu-agu natal, hingga berbagai kegiatan yang melibatkan ikon santa claus. Di manakah Yesus Kristus yang natal-Nya diperingati?


Kalau begitu, bagaimana respon gereja? Apakah gereja akan terus tergerus dengan degradasi esensi makna kehadiran firman Allah yang menjadi manusia dan pesan keselamatan dari Allah bagi manusia yang dibawa oleh Yesus Kristus? 


Bagaimana gereja menyikapi hal ini sangat penting agar gereja tidak terjerumus kepada liberalisasi dan sekularisasi. 

Sangat perlu dilakukan penjemaatan dan pengajaran yang benar tentang makna natal dimulai dari pelayan PAR kepada anak-anak PAR, guru katekisasi kepada para katekumen, para pemuda, para presbiter bahkan seluruh komponen jemaat. 

Salam damai natal 2020 dan tahun baru 2021. Tuhan Yesus memberkati. 


Referensi

Agung, P. (2019, Desember 24). Hari Raya Natal, Siapakah Sebenarnya Sinterklas? Retrieved from Cek n Ricek: https://ceknricek.com/a/hari-raya-natal-siapakah-sebenarnya-sinterklas/13797

BP. (2008, November 20). Kejadian 3:15: SIAPA YANG MEREMUKKAN KEPALA ULAR? Retrieved from SarapanPagi Biblika MInistry: http://www.sarapanpagi.org/kejadian-3-15-siapa-yang-meremukkan-kepala-ular-vt2442.html

BP. (2008, NOvember 29). Apakah Natal Itu Diperintahkan Untuk Diperingati? Retrieved from SarapanPagi Biblikka: http://www.sarapanpagi.org/apakah-natal-itu-diperintahkan-untuk-diperingati-vt2458.html

Siapa Sebenarnya Sinterklas dan Bagaimana Sejarahnya? (2016, Desember 24). Retrieved from IDN Times: https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/francisca-christy/siapa-sebenarnya-sinterklas-bagaimana-sejarahnya/5

Siapa Sebenarnya Sinterklas dan Bagaimana Sejarahnya? (2016, Desember 24). Retrieved from IDN Times: https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/francisca-christy/siapa-sebenarnya-sinterklas-bagaimana-sejarahnya/5

Continue reading Apa Kabar Natal?

Saturday, January 9, 2021

,

Mengejar Kehidupan yang Bermakna dan Bermartabat

 

grefer pollo
oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd

Artikel ini akan menolong Anda untuk mempertimbangkan pentingnya sebuah refleksi kehidupan dan memikirkan kembali perlukah melakukan kompetisi terhadap siswa.

Orangtua dan guru perlu memahami tingkatan perkembangan dalam diri anak. Beberapa rentang usia berikut dapat menjadi ide yang menarik untuk direnungkan. Anak usia 0-6 tahun akan membentuk dasar kepribadian dan sikap-sikap penting dalam diri mereka misalnya, kepercayaan diri. 

Di usia 7-23 tahun mereka akan membentuk sikap industri dan kreativitas dalam diri yang akan dituai setelah mereka memasuki dunia kerja (rentang usia 25 – 60 tahun). Di usia 50-an mereka akan memulai sebuah refleksi kehidupan untuk menemukan makna hidup yang telah dilalui dan dibentuknya.


refleksi kehidupan

Refleksi ini akan menuntun dan memastikan mereka untuk siap menghadapi akhir perjalanan hidupnya sambil tetap menjadi penasihat yang bijaksana dan efektif bagi generasi di bawahnya. 

Alangkah indahnya jika hal itu terjadi sebagaimana seharusnya itu terjadi. Namun, bagaimana jika tidak demikian? Sebuah amsal pernah berkata: “Mahkota orang-orangtua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.” (Amsal 17:6).

Untuk mempersiapkan kehidupan yang bermakna dan bermartabat dari seorang anak, maka orangtua juga perlu memperhatikan tiga lingkungan di mana seorang anak hidup dan berinteraksi setiap harinya, yakni keluarga (orangtua), gereja, dan sekolah. 

Oleh karena itu, seharusnyalah keluarga (orangtua), gereja, dan sekolah merupakan sebuah tim kerja yang solid dan efektif dalam hal pendidikan anak. Ibarat tiga batu yang dibutuhkan untuk menaruh periuk saat memasak. Apa yang terjadi dalam tiga lingkungan ini sangat berpengaruh dalam hal kekekalan anak itu. 

Konsep pendidikan yang jelas dan tegas akan sangat membantu bagi pembentukan jiwa dan roh anak itu untuk masa nanti sebab, akan turut mempengaruhi keputusan apakah anak tersebut akan mengasihi dunia atau Tuhan selama hidupnya.


Perlukah Berkompetisi?

Sekolah bukan mesin tenaga kerja. Seorang murid bukanlah mesin pekerjaan atau mesin uang. 

Sekolah bertanggung jawab dan berperan penting dalam menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk menebus budaya hidup bagi Tuhan, melestarikan kebenaran, dan menyelenggarakan kehidupan yang holistis atau kudus.

Sekolah adalah tempat di mana kurikulum kehidupan Allah berlaku dan dipraktekkan sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang mengenal dan mengasihi Tuhan.

Oleh sebab itu, orangtua perlu memahami dan mengenal budaya kurikulum yang digunakan oleh sekolah sebelum memercayakan anaknya ke sekolah tersebut. 

Beberapa sekolah membangun budaya menjunjung tinggi keunggulan kognisi. Yang lainnya lebih mementingkan karakter. Yang lain nilai religiusitas. Yang lain mengupayakan pendidikan yang holistis, memproses pembelajaran yang bermakna, dan menerapkan pendisiplinan yang bermartabat. 

Namun, ada juga yang menyiapkan lulusannya untuk mampu bersaing dalam dunia pekerjaan masa depan. Para muridnya dilatih dengan berbagai proses pembelajaran yang melibatkan kompetisi yang diusahakan berlangsung secara sportif dan edukatif sehingga dapat mendidik para muridnya. Apakah konsep ini berhasil?

Seseorang pernah bertanya begini: siapakah yang mengajarkan ikan berenang? Siapakah yang mengajarkan tupai melompat? Mungkinkah ikan berlomba melompat melawan tupai dan tupai mengikuti perlombaan renang melawan ikan? 

Jika Anda pernah mengikuti sebuah kompetisi, entahkah itu olahraga, seni, edukasi, dan sebagainya, maka Anda tahu betul bahwa sebuah kompetisi selalu menghasilkan seorang atau sekelompok pemenang dengan pestanya dan pihak lain yang kalah dengan kekecewaannya. 

Akibat kalah dan kecewa, mereka lalu berupaya untuk kembali menyiapkan pembalasannya. Apakah Anda setuju bahwa ini adalah sesuatu yang sehat bagi hidup ini? Apakah kompetisi dibutuhkan di sekolah?

Dalam Alkitab, Anda dan saya belajar mengenai kerja sama tim: yang kuat menopang yang lemah. Kerja sama tim dalam sekolah akan mendidik para murid untuk belajar saling mendukung dan bekerja sama demi menyediakan hal-hal yang perlu bagi kehidupan yang efektif dan berdampak. 

Allah tidak pernah merancang petarung tunggal untuk mengalahkan dunia. Allah merancang keluarga dan gereja. Keluarga dan gereja bukan pribadi tunggal melainkan sebuah tim shalom. Sebab, Anda dan saya ibarat satu tubuh tapi banyak anggota.

Setiap anggota dalam satu tubuh memiliki keunikan masing-masing. Tidak ada yang sama. Setiap anggota berbeda sehingga dapat saling melengkapi. 

Sesuatu yang sama tidak mungkin saling melengkapi. Karena berbeda-beda maka anggota-anggota dalam tubuh tidak dapat dikompetisikan.

Mungkinkah para murid yang berasal dari keluarga yang berbeda, budaya yang berbeda, asal sekolah yang berbeda, dan sebagainya dikompetisikan? 

Mungkinkah anak-anak meski dalam satu keluarga tapi memiliki sifat yang berbeda dan kemampuan atau potensi atau talenta yang berbeda dibandingkan oleh orangtuanya? 



Continue reading Mengejar Kehidupan yang Bermakna dan Bermartabat

Thursday, January 7, 2021

Kata-kata Orangtua kepada Anak-anaknya

 

grefer pollo
oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd

Anak yang baik tidak akan membiarkan orangtuanya dipermalukan.
Orangtua yang bijak tidak akan membiarkan anaknya dipermalukan.


Zaman berganti zaman, generasi berganti generasi, teknologi semakin canggih, dan generasi semakin cerdas. Namun, kebanyakan sekolah masih memiliki kurikulum yang belum ditransformasi. 

Sebelum masa komputer ditemukan hingga masa teknologi layar sentuh, kurikulum kebanyakan sekolah masih tetap sama. Memiliki format belajar yang tidak banyak berubah. 

Jika ada, perubahan itu baru terjadi pada fenomena pendidikan dan bukan esensi pendidikan. Fenomena yang saya sebutkan di sini yakni lebih kepada administrasi guru dan bukan kehidupan guru.

Nasihat orangtua kepada anak mereka tentang sekolahpun demikian adanya. Belum ditransformasi. Setiap orangtua tentunya mengharapkan hal-hal baik bagi masa depan anak mereka. Tidak ada satupun orangtua yang mempersiapkan hal buruk bagi masa depan anaknya. 

Tentunya, semua itu diupayakan sejalan dengan latar belakang dan kemampuan memandang jauh ke depan dari setiap orangtua tersebut. Hal ini mengakibatkan perbedaan persiapan setiap orangtua bagi anak-anak mereka.


Termasuk di dalam persiapan-persiapan itu adalah nasihat yang ditujukan oleh orangtua kepada anak-anaknya. 
Ada orangtua yang menghendaki anaknya untuk belajar setinggi-tingginya, ada yang mengharapkan anaknya untuk memiliki pekerjaan secepatnya, dan ada juga yang menginginkan agar anaknya dapat menyenangkan hati orang tua.

Ada banyak orangtua terjebak dalam kesibukan diri dalam rentang waktu tertentu sehingga mereka tidak bisa lagi meraih mimpi masa kecil mereka. Namun, mimpi itu seolah masih begitu nyata di masa tua mereka kini sehingga mereka berusaha untuk meraihnya. 

Alhasil, anak merekalah yang menjadi jembatan demi menggenggam mimpi mereka itu. Maka, mereka memaksa dan memotivasi anak mereka sedemikian rupa untuk maksud tersebut.  Mereka ini yang belum sempat mencapai cita-citanya dahulu “memaksakan” anaknya untuk mencapai hal itu.

baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2021/01/pendidikan-membangun-kehidupan-yang.html

Lain lagi dengan beberapa orangtua yang memiliki wawasan sempit mengenai penjurusan di sekolah dan jenis pekerjaan tertentu, memaksa anaknya mengambil jurusan tertentu di sekolah demi mencapai pekerjaan yang diinginkannya meskipun tidak sesuai dengan talenta dan bakat anaknya. 

Hal-hal ini akan menjadi masalah bagi setiap anak di kemudian hari dan pemenuhan akan panggilan Allah bagi pribadi anak tersebut.


Pula terdapat keragaman motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar diri) yang diterima oleh anak-anak dari orangtua mereka. Motivasi ini turut memengaruhi (baca: membentuk) motivasi instrinsik (motivasi dari dalam diri) mereka. 

baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2021/01/pendidikan-vs-kemiskinan.html?showComment=1609975061999#c4125661493520517727

Misalnya, belajar supaya pintar, belajar supaya dapat bekerja suatu saat nanti, belajar supaya mendapat banyak uang dan kaya, belajar supaya menyenangkan orangtua, belajar yang rajin supaya menjadi bintang kelas, tekun belajar supaya mendapat hadiah dari orangtua, belajar supaya menjadi orang, belajar supaya mendapat pengakuan, belajar supaya kamu memiliki nilai-nilai yang baik, belajar supaya bisa meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, belajar supaya bisa mendapatkan kawan yang banyak, belajar supaya tidak diremehkan oleh orang lain, belajar supaya bisa menjadi teladan, dan sebagainya. 

Cukup banyak anak yang termotivasi untuk belajar dengan baik karena hal-hal tersebut. Tapi, pernahkah orangtua menasihati anaknya agar belajar demi dapat mengenal, mengagumi, dan mengasihi Tuhan, Penciptanya?

Entah disadari ataupun tidak, setiap perkataan orangtua memengaruhi semangat dan motivasi anak mereka dalam belajar dan meyakini apa yang baik dan benar mengenai pembelajaran itu.


Continue reading Kata-kata Orangtua kepada Anak-anaknya

Wednesday, January 6, 2021

,

Pendidikan vs Kemiskinan

grefer pollo
oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd


Apakah Anda setuju bahwa dengan semakin majunya pendidikan melalui perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi maka kemiskinan akan terhapuskan? Ataukah, justru semua itu akan semakin memperluas jarak antara kaya dan miskin? Akan semakin mereproduksi kemiskinan? 


Apakah Anda menyadari bahwa banyak sekolah termasuk sekolah yang berbasis pendidikan karakter dan keagamaan sekalipun telah mereproduksi kesenjangan sosial? Banyak orang telah mengeksploitasi kemiskinan bagi keuntungan pribadi

Tetapi, pernahkah Anda membayangkan apa yang akan terjadi jika suatu saat semua orang menjadi kaya dan tidak ada yang miskin? Apa maksud dan makna dari adanya kemiskinan di antara Anda dan saya?


Apakah Anda pernah berpikir bahwa selamanya sampai dunia ini berakhir kemiskinan dan orang miskin akan selalu ada di sekitar Anda dan saya. Dengan demikian maka, pengetahun, kepintaran, dan apa yang Anda dapatkan dalam pendidikan di sekolah, keluarga, gereja, dan sebagainya justru akan menjadi bermakna pada saat Anda membagikan semua itu kepada mereka yang miskin.

 

Saya mengajak Anda untuk membayangkan ada sebuah komunitas dan pemukiman yang semua anggota atau penghuninya adalah orang kaya, berpendidikan tinggi, memiliki apapun yang mereka inginkan dan kehendaki. Seperti apakah kehidupan, suasana, dan atmosfer kehidupan di sana?


Sampai di sini, saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepada Anda. 

Apakah kemiskinan itu? 

Apakah orang yang kaya secara materi tidak mengalami kemiskinan? Apakah pendapat Anda tentang situasi berikut ini. 

Seorang anak memiliki orangtua yang kaya secara materi. Punya mobil lebih dari 3 buah. Tinggal di apartemen mewah. Punya rumah pribadi yang mewah. Punya tiga perusahaan besar. Tapi, hampir tiap hari, oleh alasan kesibukan, orangtua itu tidak pernah bertemu dengan anaknya. Apakah ada kemiskinan dalam kisah ini? Jika ada, siapakah yang miskin? Miskin dalam hal apa?

 

Menurut Anda, apakah pendidikan hadir karena adanya kemiskinan? Apakah pendidikan akan tetap ada jika tak ada lagi kemiskinan dan orang miskin di dunia ini? Apakah Anda setuju bahwa dengan semakin maju kualitas pendidikan (fasilitas sekolah, penguasaan materi oleh guru, gaji guru yang semakin tinggi, dan sebagainya) maka kualitas kehidupan akan semakin baik? 

Faktanya, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh banyak orang. Terutama mereka yang miskin secara materi. Biaya pendidikan semakin tinggi. Anak-anak dari keluarga kurang mampu semakin sulit mendapat akses pendidikan formal apalagi sekolah yang dikatakan favorit. 

Hal ini memberikan kesan bahwa sekolah telah menjadi salah satu alat penghasil kesenjangan sosial.

Continue reading Pendidikan vs Kemiskinan

Tuesday, January 5, 2021

,

Pendidikan Membangun Kehidupan yang Holistis

grefer pollo
oleh Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd


Seorang pemuda sewaktu masih berada di sekolah dasar dan sekolah menengah selalu didesak oleh orangtuanya untuk memiliki peringkat terbaik di sekolah. Jika tidak, dia akan dihukum. Jika mendapat peringkat baik, maka dia akan mendapatkan hadiah. 


Akibatnya, dia terus belajar segiat-giatnya dan mendapatkan prestasi tinggi. Dia bahkan tidak sempat menikmati masa anak-anaknya untuk bermain dengan teman sebaya karena sepulang sekolah dia harus mengikuti bimbingan belajar dan juga mengerjakan PR.

 

Hasilnya, dia mendapatkan prestasi kognitif yang tinggi di sekolah. Lalu, dia melanjutkan ke perguruan tinggi dan, kebiasaan itu terbawa. 


Di perguruan tinggi dia benar-benar berpusat kepada materi kuliah tanpa memberikan waktu untuk berkecimpung dalam dunia kemahasiswaan, keorganisasian, dan sejenisnya. Setelah lulus dari perguruan tinggi dengan nilai sangat memuaskan, dia segera mencari pekerjaan. 


Dalam tahapan wawancara, pewawancara membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenal profil dan kepribadian pemuda ini. Dia diterima dengan beberapa catatan khusus. Kemudian pemuda tersebut mulai bekerja. 


Selama masa-masa bekerja dia menghadapi proses penyesuaian yang sulit dengan teman sejawat dan pimpinan. 


Beberapa kali dia menunjukkan sikap dan perilaku tertekan akibat beban kerja. Melalui beberapa kali teguran dan peringatan akhirnya dia diberhentikan dari pekerjaannya.

 

Dari kisah ini, kesimpulan apa yang dapat Anda buat?

Apakah dengan Anda memiliki kecerdasan intelegensi (IQ) yang tinggi sudah cukup untuk membangun kehidupan yang baik? 
Continue reading Pendidikan Membangun Kehidupan yang Holistis