Monday, November 30, 2020

Guru, Kurikulum Hidup

oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd


Dalam buku berjudul Dipanggil untuk Memimpin, Kenneth O. Gangel, sang editor memuat tulisan dari Ellen Lowrie Black dan Robert M. Miller. Dalam tulisan itu Gangel mengisahkan sebuah pertandingan yang sangat seru. Waktu itu pertandingan sementara berlangsung penuh ketegangan.  


Sudah tiba babak (inning) kesembilan. Serasa semua orang sedang merasakan tekanan di saat pemukul bola sedang melangkah ke tempatnya. Skor sedang imbang saat satu pemain sedang out dan seorang pelari berada di hong ketiga. Kini, pemukul memukul bola dengan tajamnya. 

Bola menyusuri tanah dan menuju ke hong kedua. Namun, seperti keajaiban terjadi, bola dapat ditangkap oleh pemain lawan. Dengan upaya agar lawan tidak mendapat nilai maka bola tersebut dilempar ke hong terakhir. 

Sesuatu peristiwa yang dramatis terjadi di mana pelari hong ketiga dan bola yang dilempar itu tiba secara bersamaan di hong terakhir dalam kepulan debu. Pada saat itu, seolah-olah seluruh pertandingan berhenti selama satu detik. Semua mata di stadion itu tertuju ke arah wasit sambil menunggu keputusannya. Apakah kejadian tiba bersamaan di hong terakhir itu adalah akhir dari pertandingan itu ataukah masih dilanjutkan dengan babak tambahan?

 

Jika Anda adalah guru, maka Anda pasti akan selalu berhadapan dengan kondisi yang menentukan untuk mengambil keputusan segera. 




Keputusan-keputusan tersebut akan berdampak bagi masa depan murid Anda. Saya ingin mengatakan bahwa Anda terbentuk dari keputusan yang telah Anda buat di masa lalu. 

Oleh sebab itu, salah satu bagian terpenting dari hidup adalah belajar membuat keputusan. Bagian itu seharusnya diajarkan di dalam kurikulum di sekolah ataupun kurikulum kehidupan. Anak Anda perlu dan harus belajar mengambil keputusan dari Anda. Demikian juga seorang murid dari gurunya. 



Mungkin Anda sudah pernah mendengar bahwa guru adalah kurikulum hidup. Itu benar, dan memang demikian adanya. Kualitas pendidikan pertama-tama terletak pada kualitas guru. Bukan fasilitas, bukan jenis bangunan sekolah, atau yang lainnya. 


Mengapa? 


Oleh karena guru mengajari apa yang diyakininya. Kekuatan sebuah keyakinan dalam diri memberi dampak hidup dan mati. 

Guru mengajari tentang kehidupannya. Pengajarannya terikat kuat kepada kehidupannya. Dengan demikian maka guru bukan hanya berada di sekolah formal. 

Tetapi, guru juga adalah orangtua, teman, media massa, pendeta, pedagang pasar, sopir angkot, dan lain-lain. Guru adalah pribadi yang berbagi pengetahuan dan kehidupan. Yang daripadanya Anda dan saya belajar.

 

Pendidikan yang Anda dan saya kenal saat ini memiliki sejarah yang panjang. Sejarah ini terlihat jelas dari proses pendidikan mulai dari pendidikan prasejarah, tradisional, modern, dan postmodern. 


Proses dan pertumbuhan ini memberi kesan vital dan esensialnya sebuah pendidikan demi membentuk manusia menjadi pribadi yang utuh. Begitu vitalnya pendidikan maka, revitalisasi pendidikan telah dilakukan berulang-ulang. Namun, sayangnya revitalisasi itu kebanyakan masih berkutat kepada metode belajar mengajar, administrasi guru, dan bukan kepada pribadi guru itu sendiri. Lebih banyak terjadi pada kulit luar pendidikan dan bukan esensi atau spirit dari pendidikan. 




Hanya pada kemasan dan bukan konten. Seringkali, kemasan terlihat bagus tapi kontennya sudah kedaluwarsa.

Negara-negara yang kuat dengan pengajaran dan filsafat kehidupannya seperti India, Cina, Mesir, dan Israel didukung oleh guru-guru mereka yang hebat. 

Dari sejarah bagsa-bangsa itu, Anda temukan bahwa para guru mereka telah menemani dan mewarnai sejarah bangsanya dengan pengajaran dan filsafat yang terbukti dan teruji hingga kini. 

Terlahir dan terbentuk orang-orang pintar, cerdas, bijak yang tidak saja mempengaruhi negara mereka tetapi juga benua lainnya.

 

fungsi guru



Di sana, fungsi guru juga dijalankan oleh imam atau nabi mereka. 

Guru-guru tersebut mengajari murid-muridnya mengenai kehidupan yang berujung kepada keselamatan. Alhasil, guru-guru itu sangat dihormati dan terkenal di masyarakat. 

Bahkan, mereka dihormati oleh murid-murid mereka lebih daripada orangtua mereka. 


Referensi

Edlin, R.J., 2014. Hakekat Pendidikan Kristen. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta

Gangel, O. K., 2009. Dipanggil Untuk Memimpin. ACSI Indonesia Surabaya


Continue reading Guru, Kurikulum Hidup

Saturday, November 28, 2020

,

coping stress

photo by Robert Bye on Unsplash



oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd

Demi memajukan pendidikan nasional Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya adalah adaptasi kurikulum terhadap tantangan zaman agar dapat mendekatkan lulusan kepada kebutuhan masyarakat dan kehidupan yang lebih baik. 

Fakta sejarah penddikan Indonesia mencatat bahwa telah lebih dari 10 kali kurikulum pendidikan Indonesia telah berganti. Namun, bagaimana riwayat pendidikan itu kini?

Para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anak mereka dan biaya pendidikan yang makin tinggi. Siswa mengeluhkan kurang relevannya materi yang dipelajari dengan kenyataan sehari-hari. 

Para pemilik perusahaan mengeluhkan kurang berkualitasnya kompetensi pencari kerja. 

Masyarakat luas mengeluhkan cepatnya perubahan teknologi digital yang sulit dijangkau dan dipergunakan oleh mereka. 

Belum lagi ditemukan solusi yang tepat bagi berbagai permasalahan di atas, awal tahun 2020, covid-19 mewabah di Indonesia sehingga memaksa sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat mesti berubah dan beradaptasi dengan model kehidupan baru.

Untuk meminimalisir paparan covid-19, berbagai upaya sudah dikerahkan. Di antaranya adalah ide bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, dan belajar dari rumah. 


Penerapan ide atau kebijakan ini memrasyaratkan kebutuhan akan teknologi.


Sedangkan konsekuensi dari hal ini adalah menghadapi tantangan baru yaitu masih banyak siswa, orangtua siswa, dan guru yang belum melek teknologi, banyaknya daerah yang belum dijamah listrik dan jaringan internet yang memadai.

Tantangan baru ini dapat saja menjadi hambatan atau pun menimbulkan stres tersendiri.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan stres sebagai kekacauan atau gangguan mental dan emosional yang diakibatkan oleh faktor luar; ketegangan. 

Bagaimana tiap orang meresponi stres ini tentunya berbeda-beda.

Cara tiap orang untuk menghadapi, menekan, atau mengelola stres baik melibatkan kognitif atau emosi ini disebut sebagai coping stress.





Ada 2 jenis coping stress yakni problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused Coping didefinisikan sebagai cara mengatasi masalah yang ditujukan langsung kepada sumber stres dan berorientasi pada pemecahan masalah. Tujuannya adalah untuk mengontrol maupun menghilangkan sumber stres. 

Sedangkan emotion-focused coping diartikan sebagai cara dan upaya yang dilakukan seseorang untuk mengatasi masalahnya. Upaya ini dilakukan dengan fokus kepada emosi-emosi negatif yang berhubungan dengan sumber masalahnya.


Carver mendeskripsikan ada 5 aspek dimensi 
problem focused coping.  

  1. active coping, yakni langkah yang diambiloleh seseorang untuk mencoba menghilangkan penyebab stres atau memperbaiki akibatnya.
  2. planning, yakni proses memikirkan cara yang tepat untuk mengatasi penyebab stres.
  3. seeking for instrumental support, yakni perbuatan seseorang untuk mencari dukungan sosial seperti nasihat, saran, dan informasi demi menyelesaikan masalahnya
  4. behavioral disengagement, yakni sikap dan tindakan seseorang yang menyerah dengan keadaan sehingga tidak lagi berusaha mengatasi masalah yang menjadi penyebab stresnya.
  5. self blaming, yakni sikap dan tindakan seseorang untuk menyalahkan diri sendiri terhadap konflik yang sedang dihadapinya.


Photo by Tom Pumford on Unsplash


Sedangkan untuk emotion-focused coping, Carver mendeskripsikan menjadi beberapa aspek seperti di bawah ini.

  1. seeking for emotional reason, yakni sikap dan tindakan seseorang untuk berbagi apa yang dirasakan dan dialaminya kepada orang lain sehingga bisa mendapatkan dukungan emosional seperti rasa simpati dan pengertian dari orang lain.
  2. positive reframing, yakni keputusan untuk menemukan makna dari apa yang terjadi dan belajar dari  pengalaman tersebut.
  3. acceptance, yakni sikap dan keputusan untuk menerima masalah yang dihadapi sebagai sesuatu yang sudah terjadi 
  4. venting, yakni sikap dan tindakan untuk meluapkan emosi saat mengalami tekanan 
  5. self distraction, yakni sebuah tindakan untuk tidak tertekan dengan pikiran atas masalah dengan cara  bekerja atau melakukan aktivitas lain.
  6. religion, yakni seseorang yang sedang mengalami masalah mencari pertolongan dan solusi dari Tuhan yang dipercaya dan disembah 
  7. humor, yakni sebuah tindakan untuk membuat lelucon mengenai masalah yang sedang dihadapinya
  8. substance use, yakni seseorang berupaya untuk mengatasi stres dengan memakai dan mengonsumsi obat-obatan terlarang ataupun meminum minuman beralkohol.


Sangat baik jika para guru dan orangtua siswa mengetahui bagaimana tiap siswa atau anak-anak mereka melakukan coping stres lalu menuntun kepada cara yang tepat dan bijak untuk mengelola stres sehingga tidak menimbulkan kerugian atau hal-halyang tidak perlu.


Photo by Zac Durant on Unsplash



Terutama menyerahkannya kepada Tuhan melalui doa dan pergumulan pribadi lalu melakukan apa yang diyakini benar dan bijaksana.





Referensi


HANDADARI WOELAN & VIRGINIA SUKMA DEWI (2018). COPING STRESS PADA WANITA YANG MENIKAH MUDA DALAM MENGHADAPI KONFLIK PERNIKAHAN. Retrieved from Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental: http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpkk30a814ba3efull.pdf

Mahardika, L. (2018, Oktober 13). "Coping Stress", Definisi dan Berbagai Pertanyaan Terkaitnya. Retrieved from KOMPASIANA: https://www.kompasiana.com/dennysantos038/5bc1d48cc112fe2a085e70d3/apa-itu-coping-stress-definisi-dan-berbagai-penelitian-terkait?page=all

Hanifah N, dkk., (2020, April). Strategi Coping Stress Saat Kuliah Daring Pada Mahasiswa Psikologi Angkatan 2019 Universitas Andalas. Retrieved from JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpt/article/viewFile/4829/2580

 



Continue reading coping stress

Friday, November 27, 2020

,

Pendidikan Holistis

 

grefer pollo

oleh: Grefer E. D. Pollo. S.P., M.Pd



Pendidikan terus berkembang tak henti. Namun, apakah perkembangan pendidikan itu sejalan dengan dampak terhadap kehidupan dan keselamatan hidup yang dirindukan?


Indonesia memperingati 2 Mei sebagai hari pendidikan nasional. Peringatan akan hari ini mengingatkan kita kepada Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (Ki Hajar Dewantara) yang mendirikan Sekolah Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. 

Taman Siswa ini didirikan dengan alasan adanya ketidakpuasan dengan pola pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. 

Kritikannya tertuang dalam sebuah tulisan bahwa pendidikan yang dilakukan dengan keinsafan mesti ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagian manusia, tidak hanya bersifat laku pembangunan, tetapi sering merupakan perjuangan pula.

 

Puluhan tahun kemudian, gagasan yang lebih tajam dan diarahkan kepada pendidikan Kristen yang holistik mulai bermunculan dan semakin tajam di era 1990-an. 


Penajaman ide ini dilatarbelakangi oleh  keprihatinan terhadap pendidikan di Indonesia yang hanya menitikberatkan kepada pengejaran akan pengetahuan dan keahlian semata dan melupakan kebutuhan akan iman dan karakter yang benar.

 

Sekolah-sekolah yang demikian mulai mengemas berbagai gagasan untuk mengelola manajemen sekolah baik personalia, fasilitas, maupun administrasi secara akurat dan bertanggung jawab sejalan dengan visi alkitabiah. 

Berbagai cara membangun sekolah diterapkan. Mulai dengan mengutus para guru yang berdedikasi dan terlatih, melakukan alihkelola sekolah, maupun membangun dari awal (termasuk gedungnya). 

Khusus untuk memulai sekolah alihkelola memiliki tantangan tersendiri. Tantangan tersebut menjadi semakin nyata saat visi para guru yang baru dilatih dan diutus tidak sejalan dengan visi sekolah yang sudah ada.

 

Sebagai pemimpin dan guru baru maka hal yang sangat penting, perlu, dan harus  dilakukan adalah terus belajar, membangun kerja sama (team work), mengasah diri bersama, membangun komunikasi dalam dan ke luar sekolah, berdoa dan mendasari seluruh operasional sekolah di atas dasar firman Tuhan dan doa, dan benar-benar mengandalkan Yesus Kristus sebab Dialah yang terutama atas segala sesuatu (Roma 11:36).




Seperti gambar di atas, pengembangan sebuah sekolah Kristen menghadapi kendala berarti ketika hal –hal yang dipercayai tidak sejalan dengan realita kehidupan pendidikan. 

Ada jarak yang jauh antara apa yang dipercayai dengan yang ingin dihasilkan. Jarak yang dapat menjadi kendala ini bisa saja berasal dari pemikiran pendidik dan tenaga kependidikan yang perlu diperbaharui, cara hidup siswa, dan orangtua siswa yang belum sejalan dengan visi sekolah, pola kerja kedinasan, dll yang berbeda dengan sekolah. 

Oleh sebab itu, memerlukan sikap bijaksana dalam menanganinya.

 

Beberapa hal berikut perlu menjadi suatu budaya dalam membangun sekolah baru seperti, doa (pribadi dan kelompok) untuk meminta hikmat dan kasih karunia Tuhan, pendekatan personal, mencari informasi ke luar (jika berkenaan dengan kedinasan, dll), penegakan peraturan sekolah, rekonsiliasi, dll.

 

Hal-hal di atas jika secara bijaksana dilakukan maka akan menuntun sekolah kepada salah satu tujuan penting yakni, memastikan keselamatan hidup dalam Kristus bagi segenap siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang berdampak kepada keluarga, gereja, dan bangsa. 















Continue reading Pendidikan Holistis

Thursday, November 26, 2020

,

Sebuah Pemikiran Tentang Seni dan Budaya

 

seni dan budaya

oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd

Seni budaya menjadi lestari karena diajarkan dan diturunan dalam spirit kebapaan. Dari orang tua kepada anak. 


Jika seni budaya diteruskan tidak dalam semangat tersebut melainkan untuk hal lain seperti mencari uang, ketenaran, penampilan semata maka itu merupakan “penistaan” terhadap spirit seni dan konsekuensinya adalah seni budaya akan hilang makna, hilang spirit, hilang bentuk, tidak dikenal oleh generasi penerus di suatu waktu tertentu. 
Waktu itu bisa saja dalam tidak lama lagi.

2.   Lopo adalah tempat di mana kekeluargaan dibangun. Dalam sebuah lopo sebuah keluarga membangun relasi dan bertutur tentang kehidupan yang sangat dimaknai dan didominasi oleh spirit kebapaan. Sehingga tepat jika spirit kebapaan menjadi semangat yang melandasi pengembangan seni dan budaya ini.


3.  Sudah cukup lama seni budaya hanya dianggap dan digarap sebagai pertunjukan jalanan sehingga banyak orang bertutur: “melalui seni budaya orang tidak dapat penghidupan yang layak”. 


  Sebuah gagasan yang baik jika pengembangan seni dan budaya dikemas secara akademisi, kompetisi, kolaborasi, performa bersama senior dan junior dalam kancah pengalaman mengelola dan mengembangkan seni budaya. Mengapa? Seni memiliki sifat ilmiah dan inspirasi. Tanpa inspirasi suatu seni akan kehilangan arti dan tidak melegenda. 


  Inspirasi tidak dapt dibeli dan dibayar karena sifat kekekalan di dalamnya. Seni diangkat dari “jalanan” kepada level akademisi/intelek dan elegan. Seniman cenderung memiliki sifat individual. Namun, seperti kehidupan, seniman perlu berkolaborasi. 


   Performa bersama senior dan junior sebagai simbol dan kenyataan bahwa seni itu diturunkan. Kolaborasi seni. Seorang bapa menuntun anaknya untuk menjadi dewasa dan meneruskan seni budaya tersebut.

Continue reading Sebuah Pemikiran Tentang Seni dan Budaya

Wednesday, November 25, 2020

,

Professional Development Reflection

 

professional development

Professional Development (PD) oleh PDCE team telah dilakukan di Sekolah Lentera Harapan (SLH) Kupang 
pada tanggal  23 – 24 Oktober 2014. 
Ini adalah PD yang pertama oleh PDCE team di SLH Kupang.


Materi yang dibagikan berfokus kepada theology of work (calling, liturgy, ethics). Materi tersebut sangat tepat, sesuai dengan pergumulan mendasar dari guru dan staf.


Bagi saya pribadi PD ini sangat memberkati. 


Selain meneguhkan nilai-nilai kerja dan ibadah (segala sesuatu dari Tuhan dan untuk Tuhan, hidup kita adalah ibadah di hadapan Tuhan, membangun komunikasi yang efektif dengan rekan sekerja, dll ) yang sudah pernah saya terima dari Tuhan (melalui perenungan pribadi) maupun melalui orang lain dan gereja Tuhan tetapi juga mendapatkan beberapa hal baru seperti liturgi dalam kerja dan 3 C (command, consequence, and sharacter).


Ibadah = hidup = kerja = liturgi di hadapan Tuhan.


Elharp choir



Hal baru yang lain yang saya dapatkan adalah mengerjakan sesuatu menurut prinsip 3 C. Bahwa kita bekerja karena ada perintah (perintah tertinggi adalah ketetapan/aturan Tuhan). 

Setiap perintah berimplikasi konsekuensi (konsekuensi yang benar adalah kemuliaan Tuhan), dan konsekuensi itu menghasilkan pembentukan karakter (jika konsekuensi untuk kemuliaan Tuhan maka akan membentuk karakter ilahi dalam diri kita).


chapel siswa SLH Kupang



Kendala/tantangan yang sering dihadapi adalah berbagai pergumulan kerja, perencanaan yang belum terlaksana, hal-hal/masalah baru yang tiba-tiba datang dan harus segera diselesaikan,  dan relasi di antara guru dan staf/karyawan, tanggung jawab kerja kepada dinas dan yayasan, keluarga, pelayanan (gereja), menyelaraskan waktu di pekerjaan, pelayanan (gereja), dan keluarga, semua ini berlangsung dalam waktu yang hampir bersamaan (kadang terkesan tumpang tindih) sehingga harus segera mengambil keputusan yang bijak dan tepat. 


Dalam kondisi seperti ini waktu jedah (waktu tenang pribadi) untuk memastikan prinsip 3 C terpenuhi adalah sangat penting dan juga cukup sulit. Ada baiknya, 3 C ini menjadi pola/sistem dan gaya hidup/kepemimpinan saya.


Saya termotivasi untuk membangun prinsip dan nilai kerja menurut 3 C ini. Sebab, menurut saya, gagasan ini efektif untuk menuntun, mengevaluasi, dan merefleksikan kerja (calling, liturgy, ethics) saya hanya bagi kemuliaan Tuhan Yesus.




Terima kasih untuk Tuhan Yesus.

Terima kasih PDCE team.

 

                                                                                                                            Kupang, 29 Oktober 2014

                                                                                                                                Grefer E.D. Pollo

                                                                                                                                SLH Kupang senior/principal

Continue reading Professional Development Reflection

Sunday, November 22, 2020

Gunakan Kemampuanmu, Guru!

grefer pollo
oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd

Pendidikan terus berkembang dari waktu ke waktu. Siap atau tidak siap. 

Guru dituntut untuk terus berinovasi dan berkreasi menyikapi dan mengelola perubahan pendidikan yang ada.

Namun, tidak semua guru mampu melakukan itu, dan tidak setiap sekolah memiliki fasilitas dan sumber daya untuk hal itu.

Jika demikian, apakah guru harus menyerah dengan keadaan ini? Apa yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk memastikan pendidikan terus berjalan dan menjawab tantangan zaman?

Manusia dilengkapi oleh Allah dengan berbagai kemampuan. Ketika Allah menghadirkan seseorang ke dalam dunia, Allah mengaruniakan berbagai kemampuan itu ke dalam diri orang itu. 


baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2020/11/mari-obati-lukamu.html


Misalnya berbagai kemampuan dan kecerdasan dalam hal berlogika, membangun emosi, spiritual, dan ketahanan diri dalam menghadapi tantangan.


IQ  

Intelligent quotient (IQ) yang dimiliki oleh seorang guru akan menolong dia untuk mampu bernalar dan berpikir secara logis, terarah, terstruktur, sistematis, dan mampu mengelola keadaan dengan lebih akurat dan efektif. 

Dengan demikian, berbagai persoalan dan masalah penalaran dapat diselesaikan dengan efektif.


baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2020/11/apakah-kamu-cantik.html



EQ


Seorang guru juga diperlengkapi dengan emotional quotient (EQ). Melalui EQ, seorang guru dapat menerima, menilai, mengelola, dan mengontrol emosi dirinya dan juga merespon orang lain yang ada di sekitarnya secara bajik dan bijak. 


Selain itu, dengan kemampuan EQ yang baik, guru tersebut dapat mengelola emosi pada diri sendiri, peka terhadap emosi orang lain, memberi tanggapan dan melakukan negosiasi dengan orang lain secara emosional, serta memotivasi diri sendiri.


AQ


Adversity quotient (AQ) merupakan bagian yang diperlukan untuk mengukur kemampuan seorang guru dalam mengelola tekanan yang muncul dalam dirinya, menghadapi serta mengatasi kesulitan itu.


Tiga tingkatan dalam AQ


Tiga tingkatan yang dimaksud adalah quitters, campers, dan climbers. 

Ketiganya digunakan untuk mengukur kemampuan AQ seseorang.

Orang tipe quitters (berhenti) adalah orang-orang yang tidak melanjutkan usaha untuk menyelesaikan masalahnya tetapi hanya mengeluh dan menyerah saat menghadapi kesulitan.

Seorang tipe campers (berkemah) akan berusaha menyelesaikan masalahnya pada awalnya. Tetapi belum lagi masalah diselesaikan secara tuntas, dia sudah tidak berusaha lagi karena merasa usahanya sudah cukup.

Seorang tipe climbers (pendaki)  akan selalu berusaha untuk dapat menyelesaikan masalah yang sedang dia hadapi. Hal ini dilakukan agar masalahnya dapat diselesaikan dan dia dapat menikmati kebahagiaannya. 


SQ

Seorang guru yang memiliki kemampuan spiritual quotient (SQ) yang baik akan mampu mengelola persoalan dengan baik dan berdamai dengan persoalan itu. 

Lalu, dari upaya menyelesaikan persoalan itu mereka akan menemukan nilai dan makna hidup. 

Mereka yang termasuk berkembang baik dalam kemampuan ini akan bersikap fleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

Guru yang memiliki kemampuan SQ yang baik juga akan memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, dapat menghadapi penderitaan dan sakit serta mengambil nilai dan makna dari sebuah kegagalan yang dialami. 


Keseimbangan dari 4 kemampuan di atas akan sangat menolong seorang guru untuk lebih produktif, kreatif, dan terus menjadi teladan sebagai seorang pendidik manusia, pendidik kehidupan, dan seorang arsitek jiwa. 


Referensi: berbagai sumber

Continue reading Gunakan Kemampuanmu, Guru!

Friday, November 20, 2020

,

Ada Apa dengan Fokus Hidup Kita?

 

belajar bukan supaya pintar

oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd



Banyak orangtua mengeluh, guru-guru mengeluh, masyarakat mengeluh, pemerintah mengeluh, gereja mengeluh, semua komponen hidup mengeluh. 
Apa yang mereka keluhkan? Teknologi bertambah canggih. Teknologi adalah hasil budi dan karya manusia. Informasi bertambah cepat. Peradaban manusia makin modern.

 

Namun, dalam kasus tertentu peradaban manusia seolah mengalami kemunduran. Kualitas hidup materialistis makin baik. Namun kejahatan, kejatuhan budi dan akhlak, imoralitas, dan dosa makin bertambah. 

Ternyata bahwa pengetahuan dan kepintaran manusia tidak bergaris lurus dengan kualitas hidup, hati, jiwa, dan kebahagiaan. Kesuksesan hidup tidak sejalan dengan kebahagiaan hidup manusia. Apa yang salah dengan ini? 


Di mana letak jurang pemisahnya? Apakah sekolah? Kurikulum? Guru? Fasilitas pendidikan? Siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang harus memperbaikinya?


Mengapa Yesus yang adalah Firman Allah sendiri datang ke dalam dunia dalam rupa manusia? Apakah karena manusia tidak sanggup memperbaikinya sehingga Allah harus datang ke dalam dunia untuk memperbaiki semua itu? 

Apakah manusia yang diciptakan langsung oleh tangan Allah sendiri dan diberikan gambar dan rupa Allah sehingga memiliki kemampuan untuk berkreasi (mencipta) itu mampu untuk memperbaiki hidupnya sendiri yang sudah rusak oleh dosa? Jawabannya adalah tidak mampu.


baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2020/11/apakah-kamu-cantik.html


Dosa telah membuat orientasi dan fokus hidup manusia dari rindu untuk bersekutu dan berdiam dengan Allah di dalam Kerajaan-Nya menjadi kepada dirinya sendiri atau egosentris. 

Kejadian 3:6 berkata “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Perempuan itu adalah manusia. Dia representasi dari  Anda dan saya.


baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2020/11/apa-yang-kamu-takutkan.html

Anda dan saya lebih suka untuk membuat pilihannya sendiri tanpa Allah. Anda dan saya “melihat” sesuatu yang menurutnya “baik”. Anda dan saya “menilai dalam hati” bahwa hal itu “menarik hati” dan memberi “pengertian”. 

Lalu “mengambil untuk dimakan”. Dan, memberikan kepada “suaminya lalu dimakan juga”. Perempuan itu memberikan pertimbangan kepada manusia (Adam) itu mengenai apa yang “baik” dan “menarik hatinya”. Lalu, manusia (Adam) itu membuat keputusan sendiri untuk memakannya. Keduanya jatuh dalam dosa.

Ini memberikan petunjuk mengenai penglihatan, pertimbangan, pilihan, dan perbuatan manusia sejak awalnya. Anda dan saya lebih memilih tidak suka bergantung kepada Allah dan mengikuti keinginan diri

Namun, dalam kasih-Nya Allah datang mencari manusia dan membawa manusia itu kembali kepada Allah dan berdiam di dalam Kerajaan Allah bersama Allah selama-lamanya.

 

disadur dari buku: Belajar, Bukan Supaya Pintar

karya: Grefer Pollo


Video testimoni pembaca BBSP 2 (Buku ini)



Continue reading Ada Apa dengan Fokus Hidup Kita?

Thursday, November 19, 2020

,

KARENA AKU ANAK INDONESIA

 

aku anak Indonesia



gambar: Mohamad Trilaksono from Pixabay 




Sejumput harap awali sebuah kisah

Saatku terkenang padamu Indonesia

Jemariku menoreh kisah rupiah

Dalam gerakan penuh gejolak cinta

 

Ada apa dengan rupiah?

Ada apa denganmu Indonesia?

22 tahun silam sang reformasi bergugah

Tapi, justru rupiah terperosok parah

 

6 ribuan …

7 ribuan …

9 ribuan …

11 ribuan …

dan, nilaimu terhenti di 16 ribuan

 

Bak telaga nan tiada mengecewakan

Masih saja ada rupawan yang naik menjemput angan

Sebongkah kisah mendekap badan

Cinta rupiah mulai digerakkan

 

Hei!!!

“Biarlah angin berbisik dalam hembusan!”

Agar kehidupan membangun insan

Karena, sedih dan senang selalu bercumbuan

Melaung dari kehampaan hingga keabadian

 

Hei!!!

Biarlah rupiah tak dibiarkan sendirian

Agar Indonesia tak akan lagi kesepian

Mari berdendang: “Aku cinta rupiah”

Karena aku anak Indonesia

 

 

 

 

 

Karya: Grefer E. D. Pollo

Untuk lomba cipta puisi Bank Indonesia

10 November 2020

Continue reading KARENA AKU ANAK INDONESIA