Sebuah buku baru yang membahas makna dan esensi pendidikan di dalam kehidupan ibarat sebuah sekolah.
Pernahkan Anda membayangkan sisi-sisi tertentu dari
isi dunia pendidikan formal yang disisir nuansa pembelajarannya, intensitas
kontak komunikasi para stakeholder-nya, kemudian dikemas apik nan menggoda
dengan karakter soscio-educare dan socio-religious? Fakta-fakta yang terjadi di
sekolah dalam titik nada tertentu itulah yang telah tersentuh bagai titik-titik
embun yang tiba dan menyiram selembar tisu. Anda sudah dapat memahami bagaimana
jadinya tisu itu kemudian? Menyerap seluruh titik embun ke seluruh badannya,
lalu ia akan lemas sambil menunggu datangnya angin pengering kelemasannya itu.
Apa yang saya nyatakan di atas merupakan deskripsi
tentang isi buku tulisan Ged Pollo berikut ini. Anda tak akan berhenti membaca
selama buku ini di tangan. Mengapa? Anda sendiri yang bagai tisu itu. Andalah
yang akan terus menarik dan menghisap isi buku ini ke dalam benak olah pikir,
disebabkan kerinduan Anda untuk segera mengetahui isi halaman berikutnya dan
segera membacanya. Lalu, ketika Anda masih ada kerinduan untuk membaca, justru
lembar terakhir hendak berkata, “Halo, telah selesai!” Saat itu Anda terkejut,
dan mulai tanpa menunggu lebih lama angin kesegaran baru menerpa untuk berpikir
dan berefleksi tentang segala hal yang baru saja Anda baca.
Ged Pollo telah memainkan jemari dan benak olah
pikirnya pada sejumlah fakta yang dikompilasikan dengan pengetahuan keagamaan
dan lingkungan sosial yang sederhana, namun menarik interpretasi dan
improvisasi. Isi buku ini bagai irisan menu makanan tertentu yang sangat khas.
Dari kekhasan ini, Anda akan dapat masuk dalam emosi yang turut dihantarkan
dalam roh keinginan membaca dan mengetahui lebih dalam.
Dalam pada itu, kesederhanaan isi buku ini ada pada
dialog-dialog yang sangat familiar di telinga kita, sekitar apa yang terjadi di ruang-ruang kelas
antarpara guru, siswa-siswi dan orang tua, serta pemangku kepentingan lainnya.
Demikian juga yang terjadi di lingkungan di luar ruang-ruang kelas itu.
Ketika Ged Pollo bertanya, “Mengapa harus bodoh?”
Tidakkah Anda akan tergoda untuk memberi jawaban? Ged Pollo sendiri melakukan
paradoksi pada nuansa pembelajaran dimana interaksi yang kohesif antar
guru-siswa mestinya dapat menunjukkan suatu kualitas personal pada siswa.
Lembaga Pendidikan manapun jika hanya mampu sampai pada “membengkakkan” kepala
siswanya dengan isian pengetahuan, ketrampilan dan seni tanpa menyeimbangkannya
dengan rasa keimanan yang bersumber dari nilai-nilai religiousitas yang
diyakininya, apakah itu akan membahagiakan dan menjadikannya pribadi yang
cerdas?
Oleh karenanya, tidak harus bodoh. Kebodohan hanya
milik mereka yang malas belajar, sebab mereka yang belajar dengan isian yang
seimbang akan menunjukkan perubahan pada olah pikir, olah rasa, olah kata dan
olah akta, dan terlebih lagi pada kecerdasan dan hikmat. Itulah kiranya yang
menjadi harapan dari out put satu Lembaga Pendidikan formal pada semua jenjangnya.
Dari sana mereka memberikan out come yang membanggakan.
Mari Membaca. Kiranya isi buku ini menginspirasi dan
mengantarkan pada refleksi yang menggairahkan rasa orang tua, siswa dan guru
dalam komunikasi yang menghidupkan dan menyemangati. Terima kasih telah
memberikan kepercayaan ini pada saya untuk menuliskan Pengantar pada isi buku
yang luar biasa ini. Tuhan memberkati usaha berliterasi yang menginjeksikan
karakter religi agar kiranya pembacanya terberkati pula.
Lelogama, Juni 2020
Heronimus Bani
Guru SD, Penulis, Editor, Penerjemah Alkitab
Semua bisa menjadi guru dan orang tua, tapi tidak
semua bisa menjembatani teori dan praktek kehidupan dalam memberikan pelajaran.
Melalui buku ini saya juga diingatkan kembali bahwa sumber pengetahuan adalah
Sang Pencipta dan bagaimana guru harus berada dalam terang terlebih dahulu
sebelum menjadi pelita bagi siswa-siswi mereka.
Dyah Nova, pemerhati isu pendidikan
Tulisan yang sangat inspiratif. Kiranya tulisan ini lolos seleksi. Sukses selalu pak Grefer, Tuhan Yesus memberkati.
ReplyDeleteterima kasih kak Jerli. Buku ini hendak mengajak setiap orang untuk melihat kembali diri dan hidupnya lalu melakukan yang seharusnya dilakukan yakni belajar dan terus belajar
ReplyDelete