Tuesday, August 17, 2021

Gereja dan Sinema: Sebuah Keker Kultural


oleh: Grefer Pollo, SP., M.Pd

gereja dan sinema

 

Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus

Kolose 2:8


Di masa kecanggihan teknologi media sosial sekarang, paling mudah mempengaruhi dan membentuk budaya dari sisi perfilman. Secara kolektif, film sering disebut sebagai sinema yang diambil dari Cinemathographie. Kata ini berasal dari: Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra). 

 


gedung gereja jemaat koinonia Kupang GMIT
foto: Gedung Gereja Jemaat Koinonia Kupang (GMIT)


gedung gereja jemaat koinonia Kupang GMIT
foto: Gedung Gereja Jemaat Koinonia Kuang (GMIT)

Memahami sebuah sinema harus dilihat dari salah satu unsur utamanya yaitu budaya. Ada 3 aturan utama dalam memahami sinema: 

  1. Pembingkaian dunia. Terjadi antara mata manusia dan sistem proyeksi sinema. Kamera sinema mengisolasi dan membingkai realitas menjadi sebuah dunia visual; 
  2. Penciptaan makna. Dilakukan saat proses editing sinema. Melalui proses ini dunia visual yang dibingkai memiliki “logika”; 
  3. Narasi

Di sinilah fungsi sosial dan kultural penting disusun dalam sinema. Logika dunia visual yang terbingkai itu diberikan “isi” melalui narasi sehingga para penonton akan memahami keterkaitan cerita, sebab-akibat, ruang dan waktu, rentang dan arus informasi cerita, pembentukan karakter, dan juga akurasi suara latar.

 


gedung gereja jemaat koinonia Kupang GMIT

foto: Grefer Pollo di Gedung Gereja Jemaat Koinonia Kupang (GMIT)

Selain itu, sinema juga bisa dipahami melalui pendekatan ideologis. Pendekatan ini menggunakan 3 model: 

  1. Marxisme, memandang sinema sebagai sebuah industri dan mesin mental, dimana para penonton mengonsumsi ideologi tertentu melalui apa yang ditontonnya, 
  2. Psikoanalisa, meletakkan sinema dalam relasinya dengan ketidaksadaran, gejala neurosis seperti mimpi, voyeurism (khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual), narsisme, fetisisme (fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang menggunakan objek tidak hidup sebagai metode untuk membuat seseorang terangsang secara seksual), agresi, dan rasa bersalah, 
  3. Kacamata Sosiologi dan Etnografi, menggunakan ilmu-ilmu sosial untuk menguji dampak dari sinema, isu-isu gender, kesukuan, penyimpangan, dan tingkat kepuasan termasuk bentuk tubuh, pembawaan, dan lain-lain.

 

Membentuk realitas sendiri dan mendistorsinya

Dalam proses editing, para pekerja sinema dapat saja memanipulasi gambar sedemikian rupa sehingga akan melahirkan hasrat, emosi, dan intelektual sehingga mampu membuat para penonton secara sadar akan kehendak dan pengetahuan sendiri memasuki sebuah dunia yang memberi efek kuat akan kesan-kesan realitasnya, melupakan dunia real-nya dan menawarkan pelarian sementara dari dunia real itu. 

Oleh sebab itu, para penonton mesti bersikap bijaksana dalam melihat realitas yang digambarkan dalam sinema. 

 

 

Membangun literasi sinema

Mengamati hal-hal di atas, maka gereja perlu dan harus bijak memberi pendidikan literasi sinema kepada jemaat yang dilayaninya. 

Sebab, sadar atau tidak, setuju atau tidak, suka atau tidak, gereja dan sinema sedang menempati ruang yang sama, berusaha mempengaruhi orang yang sama untuk tujuan masing-masing, bahkan dapat saja menggunakan cara yang sama. 

Misalnya, seorang jemaat yang beribadah online dari rumah melalui media youtube atau facebook dapat saja dipengaruhi oleh informasi-informasi atau sinema dari media tersebut sebelum jam ibadah atau selama jam ibadah, atau setelah jam ibadah. 

 

Keterikatan antara gereja dan sinema sebenarnya sudah banyak terlihat dari sinema yang 

  1. menggunakan tema, motif, simbol gereja dalam judulnya, 
  2. memiliki plot yang menarik tentang gereja, 
  3. memiliki latar di dalam sebuah gereja, 
  4. menggunakan unsur iman Kristen untuk mendefinisi karakternya, 
  5. terkait baik secara langsung atau tidak langsung dengan karakter-karakter, tempat, dan nilai-nilai dalam Alkitab, 
  6. menggunakan ide-ide kristiani untuk mengeksplorasi pengalaman-pengalaman dan transformasi atau perubahan karakter, dan 
  7. bersentuhan dengan tema-tema atau perhatian-perhatian iman Kristen. 

 

Jika gereja berusaha memberitakan kebenaran dan berusaha membawa orang-orang datang kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat, maka sinema dapat menjadi alat yang sangat berbahaya jika digunakan oleh pribadi yang salah. 

Karena itu, bagi pencinta sinema harus sangat berhati-hati dan bijaksana dalam memilih sinema untuk ditonton dan harus tahu cara bijak dan tepat menonton sebuah sinema dan memaknai narasi di dalamnya. 

Demikian juga berhati-berhati agar tidak dipengaruhi oleh karakter eskapis (kehendak atau keinginan untuk melarikan diri dari kenyataan) dan pasivitas (hal-hal yang dapat menggerakkan seseorang untuk berubah) sehingga dia menjadi hilang akal, putus asa, meninggalkan imannya kepada Kristus, dan merusak diri sendiri dan orang lain. 

 

Tips menonton sinema secara kritiani:

  1. Memilih ide cerita dan narasi yang sesuai dengan pesan firman Allah
  2. Berhati-hati terhadap ideologi dan budaya yang disajikan dalam sinema yang tidak sesuai dengan kebenaran
  3. Memandang sinema bukan sekedar sebuah hiburan saja tetapi bentuk lain dari upaya mempengaruhi penonton untuk mengikuti nilai dan ideologi dari pembuat sinema
  4. Anak dari segala usia sebaiknya tetap didampingi oleh orang tua atau orang yang lebih dewasa ketika menyaksikan sinema. Karena sinema bisa menjadi sarana untuk mendidik anak-anak itu dalam kebenaran dan membangun karakter mereka serta kedekatan atau intimasi dengan orang tua. 

 

 

 

Referensi:

Bawono, Haryo T. (2010). Agama dan sinema: sebuah dialog intercultural. Melintas.

Rumusan Edward B. Taylor (1832 – 1917) tentang budaya umumnya dipakai sebagai pedoman. Ia merumuskan budaya sebagai “keseluruhan wilayah yang mencakup pengetahuan, pepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan setiap kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”

Szterszky, S. (n.d.). Christ and culture: five views. Retrieved from FOCUS ON THE FAMILY: https://www.focusonthefamily.ca/content/christ-and-culture-five-views

2 comments: