Penilaian ini menjadi pengukuran kemampuan membaca seperti tingkat kata, pemahaman kata, pemahaman
teks, serta kemampuan mengidentifikasi dan mengartikan informasi dalam teks.
Penilaian bacaan pada tingkat pendidikan awal sangat penting untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan memberikan intervensi yang sesuai untuk membantu perkembangan kemampuan membaca anak-anak.
Keterampilan membaca
diperoleh secara bertahap dan semua orang yang mempelajari bahasa berbasis
abjad melalui tahapan yang sama.
1. Tahap 1, anak-anak
mengembangkan keterampilan membaca
mereka dengan mengembangkan pengetahuan bunyi-huruf,
pengetahuan kata dan pemahaman sederhana huruf menjadi suara.
2.Tahap 2, anak-anak melihat
teks tertulis dan mengembangkan pemahaman ejaan secara lebih utuh.
3. Tahap 3, peserta didik
mengembangkan kefasihan dan tahu arti pada teks tertulis.
Dalam waktu sekitar 12 detik, memori yang sedang bekerja dapat menampung tujuh hal.
Karena itu, anak-anak harus belajar membaca antara 45-60 kata per-menit untuk dapat memahami sebuah bagian cerita.
Jika tidak demikian, maka saat seorang anak membaca
dan sampai kepada akhir kalimat, dia sudah lupa awal cerita.
Untuk memiliki kemampuan menganalisa teks, seorang anak harus membaca dengan fasih.
Untuk ini dia membutuhkan kemampuan mengenali kata dengan cepat dan memerlukan latihan
membandingkan suara dengan kelompok huruf.
Anak-anak dapat dan sudah harus belajar membaca dengan pemahaman yang baik pada akhir kelas 2 tingkat dasar (SD).
Mereka harus dapat menterjemahkan
(suara menjadi tulisan) dan memahami apa yang dibaca pada tingkatan kata, frasa
sederhana dan kalimat.
Jika mereka gagal membaca dan paham di akhir kelas 2 tingkat dasar dapat dianggap sebagai ‘tanda’ bahwa perlu segera
disikapi kalau tidak ingin mereka gagal di kelas selanjutnya.
Research Triangle International telah mengembangkan Early Grade Reading Assessment (EGRA).
Asesmen ini untuk mengukur secara sistematis seberapa baik anak-anak di kelas-kelas awal sekolah
dasar memperoleh keterampilan membaca.
Prinsip kerja EGRA bahwa peserta didik pada bahasa apapun melewati tahapan
yang sama dan ada kesamaan tingkatan-tingkatan (building blocks) dalam membaca
pada tingkat awalnya.
Dengan merinci setiap penilaian berdasarkan
tingkatan-tingkatan penguasaan membaca, EGRA dapat mengidentifikasi keterampilan
pra-membaca dan membaca yang diperoleh masing-masing anak dan apa-apa yang
harus dikembangkan.
Per tahun 2014 EGRA telah digunakan untuk keperluan-keperluan tersebut di lebih dari 50 negara dan 70 bahasa.
Penilaian
EGRA umumnya menunjukkan tingkat keaksaraan dasar yang sangat rendah, tetapi
telah menjadi katalis untuk mendorong pendidik dan pembuat kebijakan di banyak
negara mencari solusi terhadap masalah yang ditemukan.
Dalam sebuah tes membaca yang meliputi pengetahuan tentang huruf, membaca kata-kata umum, dan pemahaman membaca yang pernah dilakukan terhadap siswa kelas 3 SD di 184 sekolah pada tahun 2012 didapati bahwa
a. siswa kelas 3 SD dapat membaca kata
dalam Bahasa Indonesia.
b. rata-rata siswa-siswa ini dapat membaca
70,42 kata per-menit untuk kata-kata umum secara terpisah
c. 68,09 kata per-menit kata-kata
terkait dengan sebuah tulisan
d. mereka tidak selalu paham apa yang mereka baca
e. setengah dari mereka mampu
memahami tulisan dengan baik
(dengan baik: membaca dengan tingkat yang memuaskan yaitu mampu menjawab
sedikitnya 4 dari 5 pertanyaan dengan benar)
f. cukup banyak anak mengalami kesulitan untuk memahami Bahasa Indonesia yang
diucapkan
Selain itu pada tes yang dilakukan terhadap 4.812 siswa kelas 2 SD didapati bahwa
a. tidak sampai 2000-an dari
jumlah anak-anak tersebut mahir membaca dan paham (paham artinya mampu
menjawab sedikitnya 4 dari 5 pertanyaan dengan benar)
b. kurang lebih 26% dapat
menjawab 3 dari 5 pernyataan dengan benar
c. sekitar 5,8% siswa tidak
dapat membaca sama sekali
Tes ini juga memberi data bahwa
a. anak-anak di bagian barat Indonesia memiliki
kemampuan membaca dan paham lebih baik dibandingkan
anak-anak di bagian timur Indonesia (tingkat pemahaman paling rendah)
b. kemampuan anak perempuan melampaui anak laki-laki
c. anak-anak dari daerah
perkotaan lebih unggul dibandingkan anak-anak dari daerah pedesaan
d. ada kesenjangan dalam hal
kemampuan membaca yang nyata antara anak-anak di daerah terpencil dengan mereka
yang tinggal di daerah non-terpencil.
e. kehadiran siswa di tingkat pra-sekolah, kesejahteraan rumah tangga, dan kesesuaian usia
dengan tingkat pendidikan (kelas) memiliki
kaitan erat dengan prestasi siswa membaca
f. anak-anak yang menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar cenderung
membaca lebih fasih dan lebih paham, dibandingkan anak-anak yang berbicara
dalam bahasa yang berbeda antara yang digunakan di rumah dan di dalam kelas.
MENIGKATKAN LITERASI DI KELAS AWAL SEKOLAH
1. memasukkan kegiatan baca ke dalam kurikulum melalui, misalnya, jam
membaca dengan arahan atau secara mandiri
2. menciptakan lingkungan kaya-baca melalui penyediaan perpustakaan dan
pojok buku
3.mendorong terbentuknya kegiatan-kegiatan pendukung seperti kelompok
membaca
4.menyediakan keragaman buku bagi anak, misalnya cerita-cerita ringan agar mereka dapat ‘membaca sebagai hiburan’
5. melibatkan orang tua dalam
mendorong kebiasaan membaca anak.
Orang tua juga perlu tekun membaca
6. melaksanakan pameran buku di sekolah dan membentuk
kelompok baca orang tua-anak.
7. menyiapkan
bahan bacaan di rumah
Sumber:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/27/tingkat-literasi-indonesia-masih-rendah
https://repositori.kemdikbud.go.id/8578/1/Working-Paper-ACDP-EGRA-Indonesia-FINAL1.pdf
0 comments:
Post a Comment