Mengenai pendidikan Kristen, 300 tahun sebelum Yesus Kristus lahir sebagai manusia ke dalam dunia, Aristoteles mengatakan bahwa tujuan pendidikan di sekolah melalui catatannya berikut tidak semua orang memiliki pandangan yang sama tentang apa yang harus dipelajari oleh kaum muda, mengenai kebaikan atau yang terbaik dalam hidup.
Juga tidak ada pendapat yang jelas apakah pendidikan itu harus terutama diarahkan kepada pemahaman atau pengembangan karakter moral.
Jika kita melihat kepada praktik sesungguhnya,
hasilnya membingungkan, tidak ada pencerahan terhadap masalah apakah harus
dilakukan pendidikan dalam upaya mengejar yang berguna dalam kehidupan, atau hal
lain yang menghasilkan kebaikan, atau yang akan melampaui kebiasaan
(pengetahuan).
Di sisi lain Lawrence Stenhouse berpendapat
bahwa pendidikan di sekolah mesti merupakan sebuah transmisi budaya dari satu
generasi ke generasi selanjutnya.
Pada tahun 2010, sebuah penelitian yang
dilakukan pemerintah di Queensland, Australia, menginvestigasi tujuan
sekolah-sekolah yang ada di 16 negara maju di Asia dan Barat.
Mereka menemukan hanaya ada 2 tujuan jelas yang
sama dimiliki sekolah-sekolah tersebut yakni: mengembangkan individu dan
kewarganegaraan/masyarakat.demokrasi.
Tujuan itu berkaitan dengan kemampuan
intelektual (berhitung dasar dan baca tulis); kewarganegaraan (asimilasi
terhadap kepercayaan dan nilai budaya yang berlaku); ekonomi (persiapan unutk
dunia kerja); dan tanggung jawab sosial.
Pendidikan tidaklah dapat bersifat netral.
Karena pendidikan di sekolah bertujuan untuk membentuk anak-anak menjadi waga negara terdidik, sekolah memilih sumber daya, metode pengajaran, dan berbagai pandangan kurikulum guna mencapainya.
Di sinilah muncul alasan mengapa
orang-orang harus menghargai pendidikan.
Secara intuitif, orang tua menyadari bahwa
penyebaran informasi dan ketrampilan di sekolah seperti berhitung dan baca
tulis, tidak dapat dielakkan lagi tercakup dalam paket pembinaan yang membentuk
siapa anak itu dan bagaimana mereka memahami dunia.
Jamie Smith mengungkapkan hal tersebut melalui pernyataannya bahwa pendidikan
sesungguhnya bukanlah sekedar suatu proyek yang bertujuan untuk menyebarluaskan
informasi dan ketrampilan, melainkan merupakan pemeliharaan, yang bertujuan
untuk membentuk dan menciptakan manusia jenis tertentu.
Sekali lagi di sini dapat dipahami bahwa pendidikan tidak bersifat netral.
Karena arah dan tujuan pendidikan, kendalinya
dipegang oleh mereka yang berkuasa dan berotoritas mengarahkan pendidikan itu
ke mana. Semua itu tersimpan dalam nilai dan materi kurikulumnya.
Di sinilah menolong kita menyadari bahwa sekolah
menjadi mitra terdekat para orang tua dan memberi para guru pengaruh besar atas
apa yang akan terjadi pada anak-anak mereka.
Yesus menegaskan perspektif ini dalam Lukas
6:39-40 bahwa seorang murid jika benar-benar dilatih akan menjadi seperti guru
mereka.
Banyak orang menyebut masa kini adalah masa
postmodernisme yakni saat di mana kebenaran metanarasi disangkali.
Meskipun dunia Kristen sudah sewajarnya menolak
relativitas posmodernisme, salah satu buah positif etika posmodern adalah
tumbuhnya pengakuan atas tidak adanya netralitas.
Beberapa pakar pendidikan memberikan pendapat
mereka tentang tidak adanya netralitas dalam pendidikan.
Cooling dalam tulisannya tahun 2005 berjudul
Curiosity: Vice or virtue for the Christian teacher? Promotion faithfulness to
Scripture in teacher formation mengatakan bahwa guru-guru…mengajarkan
fakta-fakta dan nilai-nilai bersama, tetapi mereka melakukannya dalam konteks
interpretasi tertentu yang berasal dari kepercayaan mereka masing-masing
tentang apa yang dimaksud atau apa makna menjadi manusia.
Pada tahun 2003, Johnson menuliskan sebuah
tulisan berjudul Dutch reformed philosophy in North America: Threevarieties in
the late twentieth century mengatakan bahwa semua pembelajaran dan pendidikan
di setiap bidang studi, entah filsafat atau matematika, teologi atau fisika,
terjadi dalam ranah adanya seprangkat komitmen dan asumsi yang dibawa seseorang
ke dalam tugas pembelajaran… entah seseorang membawa asumsi Marxis, Darwinis,
atau iman Kristen ke dalam asumsi pembelajaran mereka, asumsi religius selalu
membentuk pembelajaran.
Cukup sering banyak pihak salah kaprah dengan berusaha menyatakan adanya netralitas dalam kehidupan. Misalnya dengan memisahkan antara gereja dengan pemerintah, menolak membicarakan nama Tuhan atau karya-Nya di sekolah.
Ataupun, dengan mengatakan atau mengajarkan bahwa Tuhan hanya relevan saja dengan hal-hal rohani atau spiritual dan tidak dengan hal-hal pengalaman hidup atau pembelajaran di kelas.
Menghilangkan pandangan hidup alkitabiah
bukanlah netralitas.
Posisi pembelajaran agama di sekolah perlu mendapat perhatian.
Jika di suatu sekolah ada pembelajaran agama Kristen maka seolah-olah hanya di pembelajaran itulah iman Kristen perlu dan harus diajarkan sedangkan dalam pembelajaran lainnya tidak boleh atau tidak perlu diajarkan.
Ini sebuah kemustahilan. Sebab, justru mata pelajaran lain merupakan alat peraga atau sarana untuk mengajarkan iman Kristen.
Bukankah banyak saintis atau
ilmuwan Kristen yang menemukan karya Tuhan di alam semesta melalui pengenalan
mereka akan Allah di dalam Alkitab?
Tuhan tidak saja menciptakan alam semesta dan manusia, tetapi juga menciptakan kita semua sebagai pencari Tuhan.
Rasul Paulus menyatakan bahwa semua orang, Israel dan Yunani secara bersama-sama, adalah Pencari Tuhan (seperti yanga da dalam cerita di Atena dalam Kisah 17:16-34), entah mereka mengakuinya atau tidak.
Jika menjadi religius diartikan sebagai mencari Tuhan
maka kita semua adalah religius entah diakui ataupun tidak.
Sumber: Hakikat Pendidikan Kristen, Richard J
Edlin 2015
Tks Ged sdh mnjelaskan
ReplyDeleteTerima kasih kembali
DeleteThx pak ged atas penjelasanx TYM
ReplyDeleteTerima kasih kembali. TYM
DeleteDemikianlah negara kita dengan pergantian kurikulum sesuai dengan pergantian pemimpin. Tidak ada netralitas dalam pendidikan, harus ada pilihan. Kurikulum boleh berubah tapi perlu ada nilai-nilai utama yang harus dipegang dan terus diwariskan dan diajarkan dari waktu ke waktu
ReplyDeleteTerima kasih Pak Mesry. Setuju untuk mengajarkan nilai-nilai utama dalam pendidikan. Nilai-nilai dari kebenaran yang sejati
Deletetulisan yang baik dan mencerahkan. Bisa di submit ke harian Pos Kupang atau harian lainnya pak guru. tks
ReplyDeleteTerima kasih untuk support-nya
Delete