Anak yang baik tidak akan
membiarkan orangtuanya dipermalukan.Orangtua yang bijak tidak akan
membiarkan anaknya dipermalukan.
Zaman berganti zaman, generasi berganti generasi, teknologi semakin canggih, dan generasi semakin cerdas. Namun, kebanyakan sekolah masih memiliki kurikulum yang belum ditransformasi.
Sebelum masa komputer ditemukan hingga masa teknologi layar sentuh, kurikulum kebanyakan sekolah masih tetap sama. Memiliki format belajar yang tidak banyak berubah.
Jika ada, perubahan itu baru terjadi pada fenomena pendidikan dan bukan esensi pendidikan. Fenomena yang saya sebutkan di sini yakni lebih kepada administrasi guru dan bukan kehidupan guru.
Nasihat orangtua kepada anak mereka tentang sekolahpun demikian adanya. Belum ditransformasi. Setiap orangtua tentunya mengharapkan hal-hal baik bagi masa depan anak mereka. Tidak ada satupun orangtua yang mempersiapkan hal buruk bagi masa depan anaknya.
Tentunya, semua itu diupayakan sejalan dengan latar belakang dan kemampuan memandang jauh ke depan dari setiap orangtua tersebut. Hal ini mengakibatkan perbedaan persiapan setiap orangtua bagi anak-anak mereka.
Termasuk
di dalam persiapan-persiapan itu adalah nasihat yang ditujukan oleh orangtua kepada
anak-anaknya.
Ada orangtua yang menghendaki anaknya untuk belajar
setinggi-tingginya, ada yang mengharapkan anaknya untuk memiliki pekerjaan
secepatnya, dan ada juga yang menginginkan agar anaknya dapat menyenangkan hati
orang tua.
Ada banyak orangtua terjebak dalam kesibukan diri dalam rentang waktu tertentu sehingga mereka tidak bisa lagi meraih mimpi masa kecil mereka. Namun, mimpi itu seolah masih begitu nyata di masa tua mereka kini sehingga mereka berusaha untuk meraihnya.
Alhasil,
anak merekalah yang menjadi jembatan demi menggenggam mimpi mereka itu. Maka, mereka memaksa dan
memotivasi anak mereka sedemikian rupa untuk maksud tersebut. Mereka ini yang
belum sempat mencapai cita-citanya dahulu “memaksakan” anaknya untuk mencapai
hal itu.
baca juga: https://halobelajarsesuatu.blogspot.com/2021/01/pendidikan-membangun-kehidupan-yang.html
Lain lagi dengan beberapa orangtua yang memiliki wawasan sempit mengenai penjurusan di sekolah dan jenis pekerjaan tertentu, memaksa anaknya mengambil jurusan tertentu di sekolah demi mencapai pekerjaan yang diinginkannya meskipun tidak sesuai dengan talenta dan bakat anaknya.
Hal-hal ini akan menjadi masalah bagi setiap anak di kemudian hari dan
pemenuhan akan panggilan Allah bagi pribadi anak tersebut.
Pula terdapat keragaman motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar diri) yang diterima oleh anak-anak dari orangtua mereka. Motivasi ini turut memengaruhi (baca: membentuk) motivasi instrinsik (motivasi dari dalam diri) mereka.
Misalnya, belajar supaya pintar, belajar supaya dapat bekerja suatu saat nanti, belajar supaya mendapat banyak uang dan kaya, belajar supaya menyenangkan orangtua, belajar yang rajin supaya menjadi bintang kelas, tekun belajar supaya mendapat hadiah dari orangtua, belajar supaya menjadi orang, belajar supaya mendapat pengakuan, belajar supaya kamu memiliki nilai-nilai yang baik, belajar supaya bisa meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, belajar supaya bisa mendapatkan kawan yang banyak, belajar supaya tidak diremehkan oleh orang lain, belajar supaya bisa menjadi teladan, dan sebagainya.
Cukup banyak anak yang termotivasi untuk belajar dengan baik karena hal-hal tersebut. Tapi, pernahkah orangtua menasihati anaknya agar belajar demi dapat mengenal, mengagumi, dan mengasihi Tuhan, Penciptanya?
Maka, langkah bijak memotivasi anak bukan menunggu giliran tiba di sekolah. Memulai dari rumah tangga yang mengubah paradigma berpikir. Bijak pada pilihan anak, bukan pada suka-sukanya orang tua. Bahwa butuh waktu untuk mengubah paradigma itu. Mengapa? Gerak evolusi berpikir Masyarakat kita lambat,lalu pada titik waktu tertentu shock...
ReplyDeleteSelamat pagi
terima kasih pak roni. Setuju. Pendidikan dimulai dari keluarga dan bukan di sekolah formal
DeleteTerimakasih pak. Terus berkarya dan menjadi berkat Pak Ge
ReplyDeleteterima kasih bu indry
DeleteTerima kasih Pak utk tulisannya. Semakin membuat saya tersadar ternyata memang ada "pola" seperti itu dari orang tua dan bisa jadi berkelanjutan utk anak"nya nanti. Melalui tulisan ini saya berefleksi bahwa guru Kristen memilki bagian utk bisa membuat siswa memaknai belajar yg sesungguhnya. Saya jadi timbul keingintahuan mengenai kurikulum yang belum ditransformasi oleh sekolah :). Terima kasih Pak.
ReplyDeleteterima kasih ibu Febby. Komentar yg sangat baik.
DeleteKadang kita sebagai pendidik juga sama seperti orang tua kebanyakan yang hanya menasehati anak untuk belajar demi apa yang kita sebagai pendidik harapkan bukan belajar untuk lebih mengenal dan mengagumi Penciptanya. Mantap Om Ge.
ReplyDeleteterima kasih Om Vinsen. Semoga tulisannya bermanfaat
Delete