Karena Natal bukan sekadar perayaan, tapi penggenapan janji. Sukacita Natal bukan hanya soal dekorasi, liburan, atau lagu-lagu merdu, meski semua itu indah dan menyentuh.
Sukacita Natal berakar dalam harapan yang lama dinantikan, dalam janji yang
akhirnya datang, dalam terang yang menembus gelap.
Secara tradisi, Natal
terasa istimewa karena berdekatan dengan momen-momen penuh makna:
- Seperti ulang tahun, Natal adalah hari
kelahiran bukan hanya kelahiran seorang bayi, tapi kelahiran harapan baru
bagi dunia.
- Menjelang akhir tahun, kita cenderung
merenung. Natal hadir sebagai pelipur, pengingat bahwa di tengah segala
pencapaian dan kegagalan, ada kasih yang tetap setia.
- Liburan memberi ruang untuk berkumpul,
bersyukur, dan berbagi. Natal mengisi ruang itu dengan makna yang lebih
dalam: Allah hadir di tengah manusia.
Namun sukacita Natal
bukan hanya karena tradisi. Ia berakar dalam sejarah dan nubuatan. Pada Natal
pertama, dunia sedang gelap:
- Bangsa Israel dijajah oleh Roma.
- Hati mereka menanti Mesias, seperti embun
menanti pagi.
- Para nabi telah berseru, dan janji itu
tertulis sejak awal: Proto-Evangelium—Kejadian 3:15.
Saat Adam jatuh dalam dosa, Tuhan berkata, “Pada hari engkau makan, engkau akan mati” (Kej 2:17). Tapi Adam tidak langsung mati secara fisik.
Sebaliknya, Tuhan menjanjikan
keturunan. Adam percaya, dan menamai istrinya Hawa: ibu segala yang
hidup. Sebuah tindakan iman di tengah kejatuhan.
Janji itu bukan janji biasa. Tuhan berfirman akan ada permusuhan berdarah.
Keturunan perempuan akan
menghancurkan kepala ular. Tapi tumit-Nya akan dihancurkan. Sebuah gambaran
tentang salib: luka yang membawa kemenangan.
Iblis tahu itu. Ia berusaha agar Yesus tidak sampai ke salib. Ia tawarkan roti, popularitas, dan kemewahan (Matius 4). Ia bisikkan jalan pintas.
Bahkan lewat Petrus, ia coba
membelokkan rencana Allah. Tapi Yesus berkata, “Enyahlah Iblis”—karena salib
bukan kegagalan, melainkan kemenangan.
Di Getsemani, Yesus bisa saja minta bala tentara malaikat. Tapi Ia memilih cawan penderitaan, agar kehendak Bapa tergenapi. Karena hanya lewat salib, kepala ular dihancurkan.
Hanya lewat salib, maut dikalahkan. Hanya lewat salib, kita hidup.
Itulah sebabnya Natal disambut dengan sukacita. Karena Natal bukan akhir, tapi awal dari penggenapan.
Natal adalah Allah yang turun tangan. Natal adalah janji yang menjadi daging.
Natal adalah terang yang tidak bisa dikalahkan oleh gelap.
0 comments:
Post a Comment