Friday, December 12, 2025

SORGA Tak Mungkin Tak Ada "R"

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Hujan turun deras. Sebuah rumah tua berdiri dengan dinding retak dan atap bocor. Di dalamnya, seorang anak duduk termenung, menatap genangan air yang merembes dari langit-langit.

“Yah,” katanya lirih, “kenapa rumah ini selalu rusak? Rasanya… bukan rumah.”

Sang ayah tersenyum lembut. “Nak, rumah bukan sekadar dinding dan atap. Rumah adalah tempat hati pulang.”

Tiba-tiba seorang tetangga masuk membawa kabar mengejutkan. “Hei, kalian dengar? Rumah ini akan dirobohkan! Katanya tidak layak huni.”

Anak itu terperangah. “Jadi… kita akan kehilangan rumah?”

Ayah berdiri, menatap ke atas seakan menembus langit. “Nak, dengar baik-baik. Rumah ini memang bisa roboh. Tapi ada rumah lain. Rumah yang tidak bisa retak, tidak bisa bocor, tidak bisa dirobohkan.”

“Rumah lain? Di mana?” tanya sang anak dengan mata penuh penasaran.

Ayah mengucapkan janji Yesus: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.” (Yohanes 14:2-3)

Kisah ini bukanlah kehilangan rumah, melainkan menemukan rumah sejati. Rumah di bumi bisa rusak, tapi rumah di sorga adalah janji yang kekal.”

Anak itu menatap ayahnya, perlahan tersenyum. “Jadi… meski rumah ini roboh, kita tidak kehilangan rumah?”

Ayah mengangguk. “Benar. Kita hanya sedang dalam perjalanan pulang. Rumah sejati menanti kita di sorga.”


Di Sorga Ada "R"

“Sorga tidak mungkin tanpa ‘R’. Dan ‘R’ itu adalah rumah. Rumah yang disiapkan Kristus, tempat kita tidak lagi menjadi tamu, melainkan anak-anak yang pulang. Rumah di sorga adalah kepastian kasih. Dan di sanalah, bersama Kristus, kita akan benar-benar pulang.”

 

Sorga tidak mungkin tanpa "R". Dan "R" itu adalah rumah.

Rumah bukan sekadar bangunan dengan dinding dan atap. Rumah adalah tempat hati berlabuh, tempat jiwa menemukan damai, tempat kasih bertumbuh tanpa batas.

Di bumi, kita sering merindukan rumah, tempat kembali setelah lelah, tempat aman setelah perjalanan panjang.

Tetapi Yesus mengingatkan kita bahwa kerinduan itu bukan hanya tentang rumah di dunia. Ada rumah yang lebih indah, lebih kekal, lebih penuh kasih: rumah di sorga.

Janji Yesus di atas, terlihat sederhana namun dalam: sorga adalah rumah, bukan sekadar kerajaan jauh yang asing. Sorga adalah tempat di mana kita tidak lagi menjadi tamu, melainkan anak-anak yang pulang. Rumah yang disiapkan bukanlah sekadar ruang, melainkan kehangatan kehadiran Kristus sendiri.

Bayangkan: setiap langkah hidup kita di dunia adalah perjalanan menuju rumah itu. Kadang jalan terasa panjang, kadang penuh batu, kadang kita tersesat. Tetapi di ujungnya, ada pintu yang terbuka, ada pelukan yang menanti, ada suara lembut yang berkata, “Selamat datang di rumah.”

Sorga tidak mungkin tanpa "R". Karena tanpa rumah, sorga hanyalah ruang kosong. Tetapi dengan rumah, sorga menjadi janji yang hidup. Janji bahwa kita tidak akan pernah lagi merasa asing, tidak akan pernah lagi kehilangan arah.

Rumah di sorga adalah kepastian kasih. Dan di sanalah, bersama Kristus, kita akan benar-benar pulang.



Continue reading SORGA Tak Mungkin Tak Ada "R"

Thursday, December 11, 2025

Legacy: “Warisan yang Tak Bisa Dijilat”

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Dalam setiap strategi perang, kemenangan bukan hanya ditentukan oleh pedang dan panji, atau tulisan, tetapi oleh kebijaksanaan membaca medan dan hati manusia.

Seorang pemimpin yang ingin membangun legacy tidak cukup menaklukkan musuh di luar, ia harus waspada terhadap bisikan di dalam lingkarannya.

Orang dekat bisa menjadi sahabat sejati, namun juga bisa menjadi bayangan yang menusuk dari belakang.

Penjilat akan menaburkan pujian manis, tetapi di baliknya menyimpan racun yang perlahan melemahkan kewaspadaan.

Maka, seni kepemimpinan adalah menimbang kata dengan hati jernih, menilai tindakan lebih dari suara, dan menjaga jarak secukupnya agar kepercayaan tidak berubah menjadi kelemahan.

Legacy sejati lahir bukan dari kemenangan sesaat, melainkan dari keteguhan karakter: keberanian yang tidak goyah, integritas yang tidak bisa dibeli, dan kebijaksanaan yang mampu membedakan antara teman sejati dan sekadar pengikut bayangan.

Dalam setiap strategi perang, seorang pemimpin tidak hanya berhadapan dengan musuh di luar tembok, tetapi juga dengan bayangan di dalam lingkarannya. 

Pujian manis bisa menjadi racun, dan kedekatan bisa berubah menjadi tikaman. Legacy sejati tidak dibangun di atas suara yang menyanjung, melainkan pada fondasi karakter yang tahan uji.

Di titik inilah firman menembus lebih tajam daripada pedang: “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran” (Amsal 17:17).

Ayat ini bukan sekadar kata indah, melainkan garis pemisah yang jelas. Sahabat sejati hadir bukan hanya ketika kemenangan dirayakan, tetapi berdiri teguh saat kesulitan menekan. 

Mereka tidak menjilat demi keuntungan, melainkan menanggung beban bersama.

Maka, seorang pemimpin yang bijak akan mengenali siapa yang sekadar bayangan dan siapa yang benar-benar saudara.

Legacy yang kokoh lahir dari keberanian melawan musuh, tetapi juga dari kebijaksanaan memilih sahabat yang menaruh kasih setiap waktu.



Continue reading Legacy: “Warisan yang Tak Bisa Dijilat”

Wednesday, December 10, 2025

Orang Benar di Tempat yang Salah

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Orang Benar di Tempat yang Salah

Ada kalanya hidup menempatkan kita di ruang yang terasa asing, bahkan salah. 

Lingkungan penuh kompromi, kebohongan, atau keserakahan bisa membuat hati orang benar terasa terhimpit. Namun justru di situlah terang paling dibutuhkan.

Alkitab memberi contoh nyata melalui kisah Lot di Sodom. Ia disebut “orang benar” yang menderita melihat cara hidup orang-orang yang tidak mengenal hukum (2 Petrus 2:7). 

Meski tinggal di kota yang terkenal dengan dosa, Tuhan tetap menyelamatkannya karena kesetiaannya dan juga Allah mengingat akan Abraham. 

Kisah ini menegaskan bahwa kebenaran tidak ditentukan oleh tempat, melainkan oleh sikap hati.

Seperti lilin yang paling bersinar justru ketika ruangan gelap, demikianlah hidup orang benar. 

Amsal 12:15 mengingatkan bahwa orang bijak mendengarkan nasihat, bukan sekadar mengikuti arus. Roma 12:3 menasihati agar kita berpikir dengan rendah hati sesuai ukuran iman. 

Dan, Mazmur 37:29 meneguhkan: “Orang benar akan mewarisi tanah dan tinggal di situ untuk selama-lamanya.”

Lihatlah realitas kehidupan, banyak dari  anak muda Kristen di dunia merasa tertekan untuk menyesuaikan diri dengan norma sekuler di sekolah atau pekerjaan. 

Tekanan sosial ini nyata, sama seperti Lot yang harus hidup di tengah masyarakat yang berbeda nilai.

Meski demikian, tidak selalu keberadaan kita di “tempat yang salah” berarti sebuah kesalahan pribadi. 

Alkitab menunjukkan bahwa sering kali Tuhan justru menempatkan orang benar di tengah situasi yang tampak keliru untuk menggenapi rencana-Nya.

Yusuf di Mesir (Kejadian 50:20): Yusuf dijual ke tempat yang tampak “salah”, yaitu perbudakan di Mesir. Namun ia berkata kepada saudara-saudaranya: “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakan untuk kebaikan, supaya dilakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”

Daniel di Babel (Daniel 1:8): Meski berada di negeri asing dengan budaya yang bertentangan, Daniel tetap teguh. Justru di situ ia menjadi saksi kebenaran dan alat Tuhan untuk mempengaruhi raja.

Dari sini kita paham bahwa adalah keliru jika kita terbiasa membenarkan keadaan untuk membenarkan perbuatan kita yang salah. Ada orang yang sering berkata: saya buat begini karena keadaan. Saya jadi begini karena keadaan sekitar saya.

 

Berada di tempat yang salah bisa menjadi:

  • Ujian iman: Apakah kita tetap teguh memegang kebenaran meski lingkungan menekan?
  • Kesempatan bersaksi: Justru di tengah kegelapan, terang lebih terlihat.
  • Bagian dari rencana Tuhan: Tuhan sering memakai situasi yang tampak keliru untuk membuka jalan yang lebih besar.

Kadang kita merasa “salah tempat”. Di pekerjaan yang penuh trik dan intrik, di komunitas yang tidak sejalan, atau bahkan di keluarga yang sulit. 

Namun jangan buru-buru menyimpulkan itu kesalahan. Bisa jadi Tuhan sedang menyiapkan kita untuk sesuatu yang lebih besar.

Seperti jalan yang berliku, rencana Tuhan tidak selalu mudah dipahami. Tetapi setiap langkah, bahkan yang tampak salah, bisa menjadi bagian dari rancangan indah-Nya.

Berada di tempat yang salah tidak otomatis berarti kita salah. Jika hati tetap berpaut pada Tuhan, maka tempat itu bisa menjadi panggung bagi rencana-Nya. 

Lot, Yusuf, dan Daniel membuktikan bahwa orang benar bisa dipakai Tuhan di tengah situasi yang tampak keliru.

Jadi, jangan takut bila merasa berada di “jalan yang salah.” Bisa jadi itu justru jalan Tuhan untuk membawa kita ke tujuan yang lebih besar.

Menjadi orang benar di tempat yang salah bukanlah kutukan, melainkan kesempatan. Kita tidak dipanggil untuk melarikan diri dari dunia, melainkan untuk menghadirkan aroma Kristus di tengah dunia yang sering salah arah. 

Dengan sikap rendah hati, teladan hidup, dan kasih yang nyata, orang benar bisa mengubah suasana di sekitarnya.

Kesetiaan pada kebenaran adalah panggilan, bukan sekadar pilihan. Maka bila kita merasa berada di “tempat yang salah,” jangan putus asa. 

Justru di situlah Tuhan menempatkan kita untuk menjadi saksi, inspirasi, dan pengingat bahwa kebenaran tetap berharga.

Dan, bisa jadi, Tuhan taruh kita di tempat demikian juga untuk melatih otot-otot jiwa dan roh kita agar lebih siap di tempatkan Tuhan di tempat yang lain dan berinteraksi serta berelasi dengan orang lain.


Continue reading Orang Benar di Tempat yang Salah

Ibadah Membentuk Misionaris; Misi Mewujudkan Buah Ibadah

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Ibadah Membentuk Misionaris; Misi Mewujudkan Buah Ibadah


Injil adalah Kabar Baik. Gereja dipanggil untuk hidup sebagai wujud nyata dari kabar itu di tengah kehidupan sehari‑hari, panggilan itu menuntun kita keluar dari sekadar ritual menjadi komunitas yang mengabarkan kabar baik. 

Dari sekadar menjalankan ritual yang terpisah dari dunia.

Panggilan ini mengajak kita keluar (ekklesia = keluar dari gelap menuju terang) dari bangku ibadah ke jalanan, dari kata‑kata menjadi tindakan. Supaya kabar baik benar‑benar “baik” dan sampai ke orang lain.

Injil adalah kabar baik yang memanggil kita kepada pertobatan, pengharapan, dan tindakan kasih. 

Kabar baik itu melekat pada misi bukan sebagai label semata, tetapi sebagai dorongan yang menggerakkan gereja untuk menjangkau, melayani, dan memperjuangkan keadilan bagi semua orang. 

Oleh karena itu, misi harus dipahami secara holistik: mengajar dan membaptis, ya, tetapi juga merawat yang sakit, membela yang tertindas, dan membangun komunitas yang mencerminkan Kerajaan Allah.

Identitas gereja dibangun dari beberapa hal yang saling melengkapi: ibadah yang membentuk batin, persekutuan yang menguatkan, pelayanan yang menyentuh, dan misi yang mengutus. 

Ibadah bukan tanda kegagalan misi; justru ia sumber tenaga dan sekolah bagi misi, tempat iman dipupuk dan hati dipersiapkan untuk melangkah.

Terlepas dari pengertian itu, Alkitab mengajarkan bahwa seluruh hidup dan aspek kehidupan kita adalah ibadah di hadapan Allah (Roma 12:1-2, Kolose 3:23).

Injil memanggil pada pertobatan, pengharapan, dan tindakan kasih. 

Misi bukan sekadar label atau slogan, melainkan dorongan yang membuat gereja menjangkau, merawat yang sakit, membela yang tertindas, dan membangun komunitas yang mencerminkan Kerajaan Allah. 

Jadi misi itu holistik: mengajar dan membaptis, sekaligus merawat, membela, dan membangun.

Injil mendorong misi. Pesan Yesus tentang pengutusan (misi) untuk menjadikan semua bangsa murid‑Nya memang pusat panggilan, tetapi panggilan itu selalu terikat pada nilai kasih, kerendahan hati, dan pelayanan. 

Gereja yang sehat memadukan ibadah yang mendalam dengan misi yang nyata. Ibadah membentuk, misi menampakkan buah.

Menjadi gereja berarti hidup dalam keseimbangan antara berdiam di hadirat Allah dan diutus ke dunia, sehingga Kabar Baik tidak hanya didengar, tetapi juga dilihat, disentuh, dan dialami oleh semua orang.



Continue reading Ibadah Membentuk Misionaris; Misi Mewujudkan Buah Ibadah

Tuesday, December 9, 2025

“Terlambat = Saat yang Paling Tepat”

 

ged pollo

“Terlambat = Saat yang Paling Tepat”

 

Dalam kisah Lazarus (Yohanes 11), manusia melihat Yesus terlambat. Marta dan Maria berkata, “Tuhan, seandainya Engkau ada di sini, saudaraku tidak mati.” 

Dari sudut pandang manusia, keterlambatan berarti kehilangan kesempatan. Namun, dari sudut pandang Allah, keterlambatan justru membuka ruang bagi mujizat yang lebih besar: bukan sekadar kesembuhan, melainkan kebangkitan.

Ini menyingkapkan sebuah prinsip tajam:

  • Waktu manusia terbatas oleh logika dan kronologi. Kita berpikir “sekarang atau tidak sama sekali.”
  • Waktu Allah diatur oleh tujuan dan kemuliaan. Ia menunda bukan karena lalai, tetapi karena ada rencana yang lebih dalam. Atau, sangat mungkin dalam pandangan manusia Allah menunda, Allah terlambat.

Bayangkan seseorang menunggu angkutan umum. Ia merasa kesal karena bus datang terlambat. 

Namun, justru karena “keterlambatan” itu, ia terhindar dari kecelakaan yang terjadi pada bus sebelumnya. Dari sudut pandang manusia, ia rugi waktu. Dari sudut pandang Allah, ia diselamatkan.

Atau seorang anak yang kecewa karena tidak segera mendapat mainan yang diinginkan. 

Bertahun-tahun kemudian, ia sadar bahwa orang tuanya menunda bukan karena pelit, melainkan karena menunggu saat ia cukup dewasa untuk menggunakannya dengan bijak.

Tegangan Antara Pandangan Manusia dan Jalan Allah

  • Manusia: Terlambat = gagal, kehilangan, tidak peduli.
  • Allah: Terlambat = panggung yang lebih besar, saat yang paling tepat untuk menyatakan kuasa.

Mungkin kamu sedang berpikir bahwa Allah terlambat. Sudah ebrumur sekian, keadaan sudah seperti ini tapi kamu belum bekerja, belum punya pacar, belum menikah, belum punya anak, belum punya rumah, belum ini itu dan sebagainya. 

Tetapi bisa jadi, Allah sedang siapkan keadaan kamu, potensi kamu, sekitar kamu, dan sebagainya untuk mendukungmu menjadi lebih dari yang kamu atau orang sekitar bayangkan. 

Agar kamu lebih powerful dalam pekerjaan dan pandangan Allah. Demi kemuliaan-Nya bukan kemuliaanmu. Karena kamu ada untuk Dia.

Yesus sengaja menunggu empat hari sebelum datang ke kubur Lazarus. Mengapa? Karena menurut tradisi Yahudi, roh dianggap masih “berada di sekitar tubuh” hingga hari ketiga. Dengan menunggu lebih lama, Yesus menghancurkan segala keraguan: Lazarus benar-benar mati, dan kebangkitannya adalah karya Allah semata.

 

Pesan Kehidupan

  • Jangan buru-buru menilai Allah “terlambat.”
  • Keterlambatan bisa jadi strategi ilahi untuk menyingkapkan sesuatu yang lebih besar.
  • Waktu Allah bukan sekadar kronologi, melainkan kairos. Momen yang paling tepat untuk bertindak.

 

Dalam hidup sehari-hari, kita sering merasa Tuhan terlambat: doa tak kunjung dijawab, pintu berkat belum terbuka, masalah tak segera selesai. 

Namun, seperti Lazarus, keterlambatan itu bisa jadi panggung bagi kebangkitan, pemulihan, atau mujizat yang jauh melampaui ekspektasi kita.

Terlambat menurut manusia = Saat paling tepat menurut Allah. Karena itu, tetaplah nantikan Tuhan. Waktu-Nya selalu tepat, meski sering berbeda dari kalkulasi kita.


Continue reading “Terlambat = Saat yang Paling Tepat”

PENTINGNYA Buku Pembantu Kas

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Buku pembantu kas adalah catatan rinci transaksi kas yang melengkapi buku besar utama. 

Pentingnya buku ini terletak pada kemampuannya menjaga akurasi laporan keuangan, memudahkan audit, serta mencegah terjadinya fraud melalui transparansi dan detail pencatatan.

 

Pengertian Buku Pembantu Kas

  • Buku pembantu kas merupakan bagian dari buku besar pembantu (subsidiary ledger) yang berfungsi mencatat secara rinci setiap transaksi kas masuk dan kas keluar.
  • Ia menjadi pelengkap dari buku besar utama, yang hanya menampilkan angka total. Buku pembantu kas memberikan detail siapa, kapan, dan untuk apa transaksi dilakukan.

 

Fungsi Utama Buku Pembantu Kas

  • Rincian transaksi: Menyajikan detail setiap penerimaan dan pengeluaran kas, bukan hanya angka total.
  • Rekonsiliasi lebih mudah: Memudahkan pencocokan antara catatan kas dengan saldo bank atau kas fisik.
  • Transparansi keuangan: Memberikan gambaran jelas tentang arus kas sehingga tidak ada transaksi yang “tersembunyi”.
  • Audit lebih efisien: Auditor dapat menelusuri transaksi secara detail tanpa harus menebak dari angka agregat.
  • Kontrol internal: Membantu manajemen memantau penggunaan kas dan mendeteksi penyimpangan lebih cepat.

 

Pentingnya Buku Pembantu Kas untuk Laporan Keuangan

  • Meningkatkan akurasi laporan: Dengan detail transaksi, laporan keuangan lebih valid dan dapat dipercaya.
  • Mencegah kesalahan pencatatan: Detail yang lengkap mengurangi risiko salah hitung atau salah klasifikasi.
  • Mendukung pengambilan keputusan: Data kas yang transparan membantu manajemen menentukan strategi keuangan.
  • Memudahkan penyusunan laporan: Buku pembantu kas menjadi sumber data yang rapi untuk laporan arus kas dan neraca.

 

Peran Buku Pembantu Kas dalam Menghindari Fraud

  • Mengurangi peluang manipulasi: Karena setiap transaksi kas dicatat secara rinci, sulit bagi pihak internal untuk menyembunyikan atau mengubah data.
  • Memperkuat sistem pengawasan: Buku ini memungkinkan adanya cross-check antara catatan kas, bank, dan laporan keuangan.
  • Mendeteksi transaksi fiktif: Detail pencatatan membuat transaksi yang tidak sah lebih mudah ditemukan.
  • Membangun budaya akuntabilitas: Dengan transparansi, setiap penggunaan kas dapat dipertanggungjawabkan.

 

Ringkasan Perbandingan

Aspek

Buku Besar Utama

Buku Pembantu Kas

Isi

Total saldo kas

Detail transaksi kas masuk/keluar

Fungsi

Gambaran umum

Rincian untuk audit & kontrol

Risiko Fraud

Lebih tinggi

Lebih rendah karena transparansi

Peran dalam Laporan

Neraca & arus kas

Sumber data detail untuk laporan

 

Jadi, buku pembantu kas bukan sekadar catatan tambahan, melainkan alat vital untuk menjaga integritas keuangan organisasi. Tanpa buku ini, laporan keuangan bisa kehilangan detail penting, dan risiko fraud akan jauh lebih besar.

 

Contoh Buku Pembantu Kas

Tanggal

No. Bukti

Uraian Transaksi

Kas Masuk (Rp)

Kas Keluar (Rp)

Saldo (Rp)

01/01/2025

KW-001

Sumbangan jemaat

1.000.000

-

1.000.000

02/01/2025

KW-002

Pembelian alat tulis

-

200.000

800.000

05/01/2025

KW-003

Iuran anggota

500.000

-

1.300.000

07/01/2025

KW-004

Bayar listrik

-

300.000

1.000.000

10/01/2025

KW-005

Donasi kegiatan sosial

-

400.000

600.000

 

Cara Menggunakan

  • Tanggal: Catat hari transaksi terjadi.
  • No. Bukti: Nomor kwitansi/nota sebagai bukti fisik.
  • Uraian Transaksi: Jelaskan singkat transaksi (misalnya: sumbangan, pembelian, pembayaran).
  • Kas Masuk/Keluar: Pisahkan penerimaan dan pengeluaran.
  • Saldo: Hitung saldo akhir setelah transaksi.

 

Manfaat Format Ini

  • Transparan: Semua transaksi kas tercatat jelas.
  • Mudah diaudit: Auditor atau pengurus bisa menelusuri bukti transaksi.
  • Mencegah fraud: Karena setiap transaksi harus ada nomor bukti dan uraian, sulit untuk “menghilangkan” uang tanpa jejak.
  • Mendukung laporan keuangan: Data dari buku ini bisa langsung dirangkum ke laporan arus kas dan neraca.

 


Continue reading PENTINGNYA Buku Pembantu Kas

Jangan Ada Merah di Antara Kita (JAM DI A Kita) - I Like Green

 

ged pollo

Jangan Ada Merah di Antara Kita (JAM DI A Kita)

ged pollo


Setiap organisasi punya rutinitas yang disebut Business As Usual (BAU). Ada rapat mingguan, laporan bulanan, bahkan kopi dan teh harian yang tak pernah absen. Semua berjalan seperti roda pedati yang berputar.

Namun, di balik rutinitas itu, ada satu hal yang sering muncul diam-diam: “warna merah” di laporan. 

Merah di sini bukan soal baju atau lipstik, atau bibir merah karena sirih pinang melainkan angka-angka yang menandakan keterlambatan, kekurangan, atau target yang meleset.

Bayangkan jika setiap kali kita membuka dashboard, yang muncul bukan hijau segar penuh harapan, atau kuning was-was, tetapi merah menyala seperti lampu lalu lintas yang tak kunjung berganti.

Rasanya seperti Israel yang berputar-putar di padang gurun—jalan terus, tapi tak sampai-sampai. 

Padahal, Alkitab mengingatkan kita: “Segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (1 Korintus 14:40). Artinya, rutinitas bukan sekadar rutinitas, melainkan kesempatan untuk menata hidup dan pekerjaan dengan tertib.

Lucunya, merah di laporan sering muncul bukan karena kita tak mampu, melainkan karena hal-hal kecil: tidak teliti, tidak bisa bekerja di bawah tekanan, lupa mengisi form, menunda pekerjaan karena “sebentar lagi selesai,” atau terlalu asyik bercanda di teras gereja.

Seperti Marta yang sibuk sendiri, kita kadang kehilangan fokus pada yang utama. Sementara Yesus berkata kepada Maria: “Maria telah memilih bagian yang terbaik” (Lukas 10:42).

Maka, “jangan ada merah di antara kita” bukan sekadar slogan, melainkan doa dan komitmen. 

Kita ingin setiap tugas selesai tepat waktu, setiap laporan rapi, dan setiap rutinitas dijalani dengan sukacita. Hijau bukan hanya warna di dashboard, tapi simbol harmoni kerja yang memuliakan Tuhan.

Dan kalaupun sesekali ada merah yang muncul, mari kita tertawa ringan bersama bukan untuk saling menyalahkan, melainkan untuk saling mengingatkan. 

Karena organisasi bukan sekadar mesin kerja, melainkan tubuh Kristus yang bergerak bersama. Seperti kata Paulus: “Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita” (1 Korintus 12:26).

Jadi, mari kita jaga rutinitas, jalani BAU dengan tertib, dan pastikan dashboard kita penuh warna hijau. Sebab hijau itu damai, hijau itu sukacita, dan hijau itu tanda bahwa kita bekerja bukan hanya untuk target, tapi untuk Tuhan. 

JAM DI A Kita! Jangan ada merah di antara kita. Biarlah hijau menjadi bahasa kasih dalam setiap laporan, rapat, dan rutinitas harian.

JAM DI A Kita! Jangan ada merah di antara kita. Biarlah hijau menjadi bahasa kasih dalam setiap laporan, rapat, dan rutinitas harian.

I like Green = saya suka hijau 🌱

 


Continue reading Jangan Ada Merah di Antara Kita (JAM DI A Kita) - I Like Green

Monday, December 8, 2025

"Uncertainty Makes You Crazy, Certainty Makes You Stupid": ketidakpastian membuat kita gila, tetapi kepastian membuat kita bodoh.

ged pollo

oleh: grefer pollo


Ada paradoks yang indah sekaligus menyakitkan dalam hidup: ketidakpastian membuat kita gila, tetapi kepastian membuat kita bodoh.

Ketidakpastian adalah kabut yang menutup jalan. Ia membuat hati gelisah, pikiran berputar tanpa henti, dan langkah terasa ragu. 

Dalam ketidakpastian, manusia sering kehilangan arah, terjebak dalam kecemasan, bahkan merasa hidupnya tak terkendali. Namun, justru di sanalah ruang untuk tumbuh terbuka.

Ketidakpastian dapat menarik keraguan muncul dan memaksa kita untuk bertanya, mencari, dan berani melangkah meski tak tahu ujungnya. 

Ia adalah api kecil yang membakar rasa ingin tahu, menyalakan kreativitas, dan melatih keberanian mencari kebenaran.

Kepastian, sebaliknya, adalah batu yang keras dan dingin. Ia memberi rasa aman, cenderung nyaman, menenangkan, dan membuat kita berhenti bertanya. 

Tetapi terlalu lama berdiam dalam kepastian menjadikan kita malas berpikir, menutup pintu kemungkinan, dan membiarkan otak membeku.

Kepastian yang mutlak sering melahirkan kesombongan: seolah kita sudah tahu segalanya, seolah dunia tak lagi punya misteri. Di titik itu, kepastian menjadikan manusia bodoh. 

Bodoh bukan karena kehilangan pengetahuan, tetapi karena kehilangan kerendahan hati untuk terus belajar.

Maka, hidup adalah tarian di antara dua kutub: ketidakpastian yang menguji keberanian dan kepastian yang menguji kerendahan hati.

Kita gila bila hanya tenggelam dalam ketidakpastian, dan kita bodoh bila hanya berpegang pada kepastian. 

Keseimbangan ada pada keberanian untuk merangkul misteri, sambil tetap rendah hati menerima bahwa apa yang kita anggap pasti bisa runtuh kapan saja.

Pada akhirnya, manusia bijak bukanlah mereka yang mencari kepastian mutlak, melainkan mereka yang mampu menari di tengah kabut, tertawa dalam kegelisahan, dan tetap membuka mata pada kemungkinan yang tak pernah selesai.

ged pollo


Ada sebuah keluarga sedang bermain permainan tebak gambar. Ayah menggambar sesuatu di papan, tapi gambarnya belum selesai. Hanya garis-garis acak. Anak-anak mulai menebak:

  • “Itu kucing!”
  • “Bukan, itu gunung!”
  • “Eh, mungkin kapal!”

Semua tertawa, semua berimajinasi. Dari ketidakpastian gambar yang belum jelas, lahirlah kreativitas. Anak-anak belajar berpikir kritis: melihat detail, menganalisis kemungkinan, dan berani mengemukakan ide.

Sekarang bayangkan kalau ayah langsung berkata, “Ini pasti kucing.” Permainan berhenti. Tidak ada lagi imajinasi, tidak ada lagi analisis. Semua hanya menerima jawaban. Kepastian membunuh rasa ingin tahu.

Ketidakpastian itu seperti hutan berkabut. Kabut membuat kita bingung, tapi juga memaksa kita mencari jalan, menyalakan obor, dan bekerja sama. Di kabut, kita belajar mengamati, mendengar, dan berpikir lebih dalam.

Kepastian itu seperti jalan beton lurus tanpa cabang. Aman, jelas, tapi membosankan. Tidak ada pilihan, tidak ada kreativitas, tidak ada pertanyaan.

Anak muda dan keluarga, perhatikanlah! Ketidakpastian melatih otak kita untuk kreatif, kritis, dan analitis. Kepastian yang terlalu mutlak membuat kita berhenti berpikir.

Ketidakpastian ibarat  permainan tebak-tebakan yang seru. Sedangkan, kepastian ibarat  jawaban instan yang membosankan.


 


 




Continue reading "Uncertainty Makes You Crazy, Certainty Makes You Stupid": ketidakpastian membuat kita gila, tetapi kepastian membuat kita bodoh.

Saturday, December 6, 2025

Kau Sudah Membayar Apa Yang Tidak Bisa Aku Bayar - You Have Paid What I Cannot Pay

 

ged pollo

oleh: grefer pollo

You Have Paid What I Cannot Pay

Ekemole, seorang pemuda di sebuah desa kecil hidup dengan hutang yang tak mungkin ia lunasi. Ia bekerja siang dan malam, namun setiap kali ia menghitung, jumlahnya tetap tak terjangkau. Suatu hari, seorang dermawan datang. 

Tanpa syarat, ia membayar seluruh hutang Ekemole itu. Orang-orang desa terheran-heran: mengapa seseorang mau menanggung beban yang bukan miliknya?

Ekemole menangis, bukan karena hutangnya lunas, tetapi karena dia merasakan kasih yang tak pernah ia bayangkan. Kasih yang melebihi batas kemampuan manusia mengukurnya, kasih yang tak mungkin dapat dibalas. 

Dia pulang ke rumah dengan hati yang bebas, dan setiap langkahnya terasa ringan. Dia tahu: hidupnya kini bukan lagi miliknya sendiri, melainkan sebuah kesaksian tentang kasih yang membebaskan.

 

Tiba di rumahnya, Ekemole menulis di jurnal pribadinya.

"Engkau telah membayar apa yang tak sanggup kubayar. Hutangku bukan sekadar angka, melainkan beban dosa yang menutup jalan pulang. 

Aku berdiri di hadapan keadilan yang tak bisa kuhindari, dan di sana aku tahu: tak ada kekuatan, tak ada amal, tak ada perbuatan baik, tak ada usaha yang mampu melunasi. Namun Engkau, Sang Anak Domba, datang dengan kasih yang melampaui segala pengertian.

Seperti tertulis: ‘Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran’ (1 Petrus 2:24). Apa yang mustahil bagiku, telah Kau genapkan. 

Apa yang tak mungkin kulunasi, Kau bayar lunas dengan darah-Mu yang kudus. (1 Korintus 6:20). Hutang dosa, upah dosa yaitu maut sudah Kau bayar lunas. Kutuk itu sudah Kau patahkan.

Aku teringat pada gambaran anak yang hilang, yang pulang dengan pakaian compang-camping, membawa rasa malu dan penyesalan. 

Namun sang bapa berlari, memeluk, dan mengadakan pesta. Begitulah Engkau menyambutku: bukan dengan hukuman, melainkan dengan pelukan anugerah. Kasih karunia.

Kini aku bebas. Bebas bukan karena aku layak, melainkan karena Engkau telah menanggung yang tak sanggup kutanggung. 

Bebas bukan karena aku kuat, melainkan karena Engkau telah membayar dengan kasih yang tak terbatas. Hutangku terhapus, rantai terlepas, dan aku berdiri sebagai anak yang dikasihi.

Engkau telah membayar apa yang tak sanggup kubayar. Dan aku hanya bisa bersyukur, hidup dalam terang kasih-Mu, serta bersaksi bahwa anugerah-Mu lebih besar daripada segala kesalahan. 

Aku berjalan bukan lagi dengan rasa takut, melainkan dengan keyakinan: salib-Mu adalah tanda lunas, dan kebangkitan-Mu adalah jaminan hidupku.

Segala kemuliaan bagi-Mu, Yesus Kristus, yang telah menebusku dengan harga yang tak ternilai."

Ekemole, di hari ini, di waktu yang tak terhitung.



You Have Paid What I Cannot Pay

 I stood before a debt too heavy,

a burden written in ink I could never erase.

Every effort, every striving,

was like pouring water into a broken jar.

But then— You stepped in.

You carried the weight I could not lift,

You paid the price I could not afford.

It was not silver, nor gold,

but love poured out,

a sacrifice beyond measure.

And so I stand free,

not because I earned it,

but because You gave it.

You have paid what I cannot pay,

and in that gift, I find life.

 






Continue reading Kau Sudah Membayar Apa Yang Tidak Bisa Aku Bayar - You Have Paid What I Cannot Pay