oleh: Grefer Pollo, S.P., M.Pd
Sejak tahun 1990-an internet mulai dikenal oleh publik termasuk Indonesia. Pengaruh kemajuan teknologi informasi telah berhasil membentuk suatu masyarakat dengan budaya sosial yang baru.
Gerak transformasi ini kian lama kian cepat dan makin sulit diikuti oleh generasi sebelumnya. Internet sudah menjadi bagian yang menyatu dengan kehidupan masyarakat dan telah menjadi gaya hidup mereka. Internet memudahkan seseorang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, seperti chatting online. Melalui fasilitas beberapa room yang tersedia memungkinkan seseorang dapat berkomunikasi secara bersama pula. Facebook, whatsapp, zoom, google meet, dan sebagainya seolah telah menjadi sebuah kebutuhan dasar di masa kini, dan khusus bagi generasi muda, seolah sulit dibayangkan sebuah kehidupan di masa kini tanpa akses internet yang memadai.
Awal
tahun 2020, Indonesia termasuk salah satu negara terdampak covid-19
yang memaksa sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Berbagai aspek kehidupan mesti berubah dan beradaptasi dengan
model kehidupan baru. Berbagai upaya kemudian dikerahkan
untuk meminimalisir paparan covid-19. Di antaranya adalah ide bekerja dari
rumah, beribadah dari rumah, dan belajar dari rumah. Prasyarat dari penerapan
ide tersebut adalah kebutuhan akan teknologi, sedangkan konsekuensi
dari hal ini adalah menghadapi tantangan baru yaitu masih banyak siswa,
orangtua siswa, dan guru yang belum melek teknologi, banyaknya daerah yang
belum dijamah listrik dan jaringan internet yang seharusnya.
baca juga: https://tepijalan.id/juara-1-provinsi-baca-puisi-fls2n-veren-dika-ke-tingkat-nasional/
Menanggapi konsep belajar dari rumah ini, maka pada tanggal 16 Maret 2020 lalu, Kemendikbud menyebut beberapa platform pembelajaran dalam jaringan di Indonesia, seperti Google Indonesia, Kelas Pintar, Microsoft, Quipper, Ruangguru, Sekolahmu, dan Zenius. Platform apa yang akan dipergunakan dalam pembelajaran di sekolah dan bagaimana menerapkannya menjadi kebijakan sekolah bersama siswa dan orangtua siswa.
Kebijakan ini diharapkan mendorong proses
pendidikan agar tidak hanya berfokus kepada menyiapkan siswa untuk menguasai
ketrampilan tertentu, sebab jika demikian, maka saat teknologi baru sudah
muncul maka sangat mungkin ketrampilan yang baru dikuasai itu sudah tidak dapat
digunakan lagi. Namun, diharapkan selain menghasilkan lulusan yang memiliki
daya sintas (bertahan hidup dalam kondisi yang tidak diinginkan, dalam
jangka waktu yang lama), juga dapat memiliki basis penguatan kapabilitas
siswa. Jika demikian maka, transformasi pendidikan dapat terjadi melalui
pembelajaran efektif dan menyenangkan melalui sistem dalam jaringan.
Pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dapat dilakukan
menggunakan berbagai metode belajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa
(audio, visual, kinestetis), pendekatan sosio-humanis-religius, menuju
ketercapaian tujuan pembelajaran, dan holistis (intelligence quotient,
emotional quotient, spiritual quotient, dan adversity quotient). Dalam
mempersiapkan ini guru harus perlu memperhatikan kualitas pembelajaran, waktu,
kurikulum, media yang digunakan, disrupsi kehidupan sebagai akibat dari
hadirnya perkembangan artificial intelligence (AI), big
data, dan connectivity. Kesemuanya ini menuntut rekonstruksi
dari pemikiran akan mengejar spesialisasi dini dan sekedar ketrampilan teknis-taktikal
dari seorang siswa. Sejak awal seorang siswa mesti diajar akan pentingnya
memiliki wawasan berpikir generalis, strategis, holistis, melalui pembelajaran
yang interdisiplin dan transdisiplin. Oleh bantuan big data dan connectivity siswa
harus diajar untuk memiliki kemampuan berpikir dan daya analitis-sintetis.
Sebagai seorang manusia, siswa harus dipersiapkan untuk mengerjakan apa yang
mesin tidak dapat lakukan.
Di samping itu, membangun pendidikan daring perlu
berpikir dan bertindak secara bijaksana terhadap budaya individualistis yang
mengikuti model fitur-fitur dalam berbagai platform.
Dunia kita cenderung banyak
mengajari kita mengenai cara terbaik dalam berkompetisi secara personal dan
mengabaikan kolaborasi dalam sebuah komunal. Dalam model pendidikan abad 21 satu
poin penting yang dikembangkan adalah membantu siswa untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Artinya, siswa dapat bertahan hidup, memperjuangkan
hidup, mengembangkan, dan merencanakan hidupnya di masa depan sesuai konteks
zamannya serta prediksi masa depan. Kurikulum tersebut dikemas melalui strategi
pembelajaran yang membentuk sikap analitis, berpikir kritis, menyelesaikan
masalah, mengembangkan sikap afektif, dan karakter siswa untuk menjawab
tantangan yang ada. Demi mendukung hal ini, peran guru dan orang tua sangat
penting, misalnya secara intens memotivasi siswa untuk menghidupi pembelajaran
sampai tingkat menganalisa, mengaplikasikan, mencipta, dan mengevaluasi.
Kemampuan mensitesis keadaan, menemukan alasan dan tujuan dari keadaan,
menerima dan menghargai perbedaan, mengelola apa yang sama dan apa yang beda
secara bijaksana akan mendukung para siswa untuk memiliki kecakapan kognitif, afektif,
psikomotor, dan penguatan karakter yang beriman. Kesemuanya itu akan membentuk
mereka menjadi pribadi yang holistis, unggul, dan kontributif terhadap hidupnya
masa kini.
Sebagai insan sosial yang tak mungkin hidup
seorang diri, maka model di atas hanya dapat dihidupi melalui sebuah
kolaborasi. Siswa perlu diajar dan diajak belajar untuk mengetahui, belajar
untuk melakukan, belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri
yang berkepribadian, dan belajar untuk hidup bersama.
Berbagai fitur yang tersedia dalam berbagai
platform pembelajaran daring dapat dimafaatkan bagi terselenggaranya
pembelajaran model kolaborasi.
Apa yang dialami dan dihasilkan melalui perjuangan
yang berarti oleh siswa bernama Maria F. Veren Dika telah kembali mengharumkan
nama almamaternya, SMAK Regina Pacis dan Kabupaten Ngada, yakni meraih juara
pertama lomba baca puisi pada event Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional
(FLS2N) tingkat Provinsi NTT tahun 2020. Testimoni
Veren (demikian disapa), guru pendampingnya atas nama Antonia Meo, dan Kepala
SMAK Regina Pacis Hendrianto Emanuel Ndiwa membuktikan sebuah kolaborasi yang
sangat baik dan efektif antara pihak sekolah dan orangtua siswa. Kolaborasi demikian mesti menjadi
acuan di dalam mengembangkan model pembelaaran daring di tengah sikap
individualistis dan kompetitif yang terus menggerus nilai hidup kebersamaan dan
bertoleransi.
Wao... senang mereview.... Mari terus menulis Saudara. Tuhan melihat karya kita sekalipun dalam kesederhanaan. Saya rindu kita bertemu fisik.
ReplyDeletesiap pak roni. terima kasih. semoga kairos itu tiba
DeleteMantap
ReplyDeleteterima kasih dan sukses selalu melalui tulisan
Delete