Kebencian itu seperti sisa makanan di kulkas yang sudah lupa
asal-usulnya. Kamu tahu itu ada, kamu tahu baunya mulai aneh, tapi kamu juga
tahu: kalau dibiarkan, bisa bikin kulkas (dan hidupmu) berantakan.
Tapi tunggu dulu. Sebelum kamu buang mentah-mentah, coba pikir: bisa tidak,
kebencian itu diolah ulang? Bukan untuk dimakan. Tapi untuk jadi sesuatu yang
lebih bergizi secara emosional.
Kebencian muncul karena luka. Luka dari kata-kata yang tajam, sikap yang
dingin, atau janji yang cuma numpang lewat. Tapi luka itu, kalau dirawat, bisa
sembuh. Dan kebencian, kalau diolah, bisa jadi bahan bakar untuk perubahan.
Bayangkan kamu punya blender emosi. Masukkan kebencian, tambahkan
sedikit kesadaran, sejumput humor, dan segelas besar pengertian. Tekan tombol
“maafkan” dan “lepaskan.” Hasilnya? Smoothie kedamaian. Rasanya mungkin pahit
di awal, tapi efeknya bikin hati adem.
Karena hidup bukan tempat sampah. Hidup itu taman dan kamu berhak
menanam damai, bukan menyimpan dendam.
Jadi, kalau kamu merasa hatimu penuh sampah emosional, jangan panik.
Ambil napas. Ambil pelajaran. Dan mulai daur ulang.
Siapa tahu, dari situ kamu bisa jadi versi terbaik dari dirimu yang tidak
hanya bersih dari kebencian, tapi juga wangi dengan ketenangan.
Kamu bisa jadi seniman. Seniman daur ulang emosi.
Ambil kebencian itu. Potong-potong jadi pelajaran. Lipat jadi
pengertian. Warnai dengan empati. Tempelkan di dinding hati sebagai pengingat:
“Aku pernah marah, tapi aku memilih damai.”
Karena damai itu bukan hadiah dari semesta. Damai itu berasal dari Yesus
Kristus dan muncul dari hasil memilah, mengolah, dan menyadari bahwa memaafkan
bukan berarti kalah. Itu berarti kamu cukup kuat untuk tidak membawa sampah ke
masa depan.
Jadi, kalau kamu punya kebencian yang masih menyangkut, jangan dibuang
ke sembarang tempat. Daur ulang saja. Siapa tahu, dari situ kamu bisa bikin
taman hati yang subur tempat tumbuhnya ketenangan, bukan dendam.
0 comments:
Post a Comment