Wednesday, September 24, 2025

Kebencian: Sampah yang Bisa Disulap Jadi Kedamaian

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Kebencian itu seperti sisa makanan di kulkas yang sudah lupa asal-usulnya. Kamu tahu itu ada, kamu tahu baunya mulai aneh, tapi kamu juga tahu: kalau dibiarkan, bisa bikin kulkas (dan hidupmu) berantakan.

Tapi tunggu dulu. Sebelum kamu buang mentah-mentah, coba pikir: bisa tidak, kebencian itu diolah ulang? Bukan untuk dimakan. Tapi untuk jadi sesuatu yang lebih bergizi secara emosional.

Kebencian muncul karena luka. Luka dari kata-kata yang tajam, sikap yang dingin, atau janji yang cuma numpang lewat. Tapi luka itu, kalau dirawat, bisa sembuh. Dan kebencian, kalau diolah, bisa jadi bahan bakar untuk perubahan.

Bayangkan kamu punya blender emosi. Masukkan kebencian, tambahkan sedikit kesadaran, sejumput humor, dan segelas besar pengertian. Tekan tombol “maafkan” dan “lepaskan.” Hasilnya? Smoothie kedamaian. Rasanya mungkin pahit di awal, tapi efeknya bikin hati adem.

Karena hidup bukan tempat sampah. Hidup itu taman dan kamu berhak menanam damai, bukan menyimpan dendam.

Jadi, kalau kamu merasa hatimu penuh sampah emosional, jangan panik. Ambil napas. Ambil pelajaran. Dan mulai daur ulang.

Siapa tahu, dari situ kamu bisa jadi versi terbaik dari dirimu yang tidak hanya bersih dari kebencian, tapi juga wangi dengan ketenangan.

 

Kamu bisa jadi seniman. Seniman daur ulang emosi.

Ambil kebencian itu. Potong-potong jadi pelajaran. Lipat jadi pengertian. Warnai dengan empati. Tempelkan di dinding hati sebagai pengingat: “Aku pernah marah, tapi aku memilih damai.”

Karena damai itu bukan hadiah dari semesta. Damai itu berasal dari Yesus Kristus dan muncul dari hasil memilah, mengolah, dan menyadari bahwa memaafkan bukan berarti kalah. Itu berarti kamu cukup kuat untuk tidak membawa sampah ke masa depan.

Jadi, kalau kamu punya kebencian yang masih menyangkut, jangan dibuang ke sembarang tempat. Daur ulang saja. Siapa tahu, dari situ kamu bisa bikin taman hati yang subur tempat tumbuhnya ketenangan, bukan dendam.




0 comments:

Post a Comment