Sunday, September 21, 2025

“Do your best and let God take the rest”. Apakah seharusnya demikian?

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


Ungkapan “Do your best and let God take the rest” populer sebagai motivasi: kita berusaha maksimal, lalu menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah. 

Namun dari perspektif teologi Kristen, kalimat ini memuat sejumlah implikasi problematis yang perlu dikritisi.


1. Pemisahan Antara Usaha Manusia dan Peran Allah

Menurut pepatah ini, ada “porsi” usaha manusia dan “sisa” yang menjadi tanggung jawab Allah. 

Padahal dalam ajaran Alkitab, segala hal bermula dan berakhir pada tindakan Allah. Yesus katakan Akulah Alfa dan Omega. Yang Awal dan Yang Akhir (Wahyu 22:13).

  • Allah sudah menyelenggarakan alam semesta jauh sebelum manusia berusaha sedikit pun.
  • Menyiratkan Allah hanya mengerjakan “sisa” proyek kita justru membalik paradigma: seolah Allah menunggu sampai kita selesai baru kemudian bertindak, padahal Dia terus-menerus memelihara ciptaan-Nya.

2. Ketergantungan Allah pada Kualitas Usaha Kita

Ungkapan tersebut membuat Allah seakan bergantung pada seberapa baik dan banyak kita bekerja:

  • “The rest” dinilai sebagai bagian yang Allah lakukan setelah kita semaksimal mungkin.
  • Konsekuensinya, jika usaha kita kurang, porsi Allah pun “tersisa” sedikit. Padahal Alkitab menegaskan kasih karunia dan kuasa Tuhan tidak terbatas oleh keterbatasan manusia.

3. Menyederhanakan Kerja Allah yang Melampaui Manusia

Dengan menyatakan Allah hanya menuntaskan “berserakan” dari pekerjaan kita, ungkapan ini meremehkan kuasa dan kedaulatan-Nya. Sebaliknya, kita perlu mengingat bahwa:

  • Allah lah yang memulai karya keselamatan dan memelihara hidup setiap saat.
  • Manusia berpartisipasi dalam karya Allah, bukan sebaliknya.


Ungkapan Alternatif


Do the rest, because God does all—and the best.”

Artinya:

  • Allah sudah, sedang, dan akan selalu mengerjakan yang terbaik menurut hikmat-Nya.
  • Manusia hanya “mengambil sisa” partisipasi yang memang Allah sudah sediakan bagi kita.


Implikasi Praktis dalam Kehidupan Iman

Mengadopsi ungkapan yang lebih teologis akurat membantu kita:

  • Menguatkan sikap bergantung penuh pada kasih karunia Tuhan.
  • Menghilangkan kecenderungan mengukur keberhasilan rohani hanya dari hasil usaha manusia.
  • Menghayati bahwa partisipasi kita sesungguhnya adalah respons atas inisiatif Allah yang tak pernah terputus.


0 comments:

Post a Comment