Monday, December 23, 2019

,

drama singkat: JIKA AKU PULANG


JIKALAU AKU PULANG (J A P)

BABAK PERTAMA

Musik mengalun sendu. Para pemeran memasuki panggung
Narator: sore hari sebelum gelap, pendeta berkunjung ke rumah jemaat untuk kegiatan pastoral. Karena pendeta mengikuti jalan dari belakang rumah dan melihat seorang bapak sedang memasak sesuatu maka pendeta tersebut langsung menuju ke tempat tersebut.

Pendeta:
Shalom bapa Anis (sambil berjalan mauk ke rumah)
Anis:
Shalom mama pendeta. Sebuah kejutan di sore hari mama pendeta berkunjung ke rumah kami (sedikit terkejut lalu berpaling ke arah suara sambil sibuk membereskan hal-hal yang sedikit berantakan)
Pendeta:
Betul bapa Anis. Saya sedang dalam perjalanan pastoral untuk berkunjung ke rumah-rumah jemaat. Beberapa kali kebaktian, saya tidak melihat bapa Anis dan keluarga. Saya pikir mungkin sedang sakit atau lainnya sehingga saya merencanakan untuk datang berkunjung (sambil tersenyum ramah)
Anis:
Begitukah mama pendeta? (tersenyum malu dan terdiam beberapa saat lalu,…). Beginilah keadaan kami mama pendeta (sambil menujukkan kondisi rumah)
Pendeta:
Lalu, mama Be’a dan anak-anak di mana?
Anis:
Be’a sedang di kebun sebelah rumah ini. Sedang menyiram bawang. Anak-anak sedang bermain. Yang satu di rumah tetangga dan lainnya di halaman depan rumah.
Pendeta:
Syukurlah kalau semua dalam keadaan sehat-sehat saja. Lalu, bapa Anis sedang masak gulakah? (sambil melihat ke arah tungku)
Anis:
Betul mama pendeta.
Pendeta:
Bagaimana usaha gula sekarang bapa Anis?
Anis:
Sekarang ini usaha gula, bawang, domba begitu-begitu saja (sikap menunjukkan penyesalan/rugi)
Pendeta:
Maksud begitu-begitu saja bagaimana?
Narrator: Tiba-tiba istri bapa Anis (Be’a) datang…………………………………………….sambil teriak kepada anaknya (Pe’u). bapa Anis tetap sibuk dengan urusan masak gula dan pendeta berikan perhatian ke bapa Anis dan juga ke mama Be’a
Be”a:
Pe’u uuu!!!, jangan lupa perhatikan bawang-bawang itu! Jangan biarkan domba-domba atau kambing-kambing menginjak-injak bawang-bawang itu! (karena belum ada jawaban, Be’a teriak lagi)
Be’a:
Peu eeeee!!! Kamu dengar tidak!!! Apa telingamu masih ada?????
Pe’u:
(Pe’u langsung menyahut. Hanya suara saja dari belakang panggung) iya mama!. Saya punya telinga masih ada. Belum jatuh! Nanti saya perhatikan!
Be’a:
(be’a meneruskan perjalanan ke tengah panggung. Lalu, menunjukkan sikap sedikit terkejut dan malu karena ada pendeta) Wah, mama pendeta ada di sini. Minta maaf mama, tadi saya berteriak-teriak. Anak-anak zaman sekarang tidak mudah mendengar. Lalu, kalau mereka sudah menyahut kita akan terkejut dengan kata-kata mereka
Pendeta:
(pendeta tersenyum sedikit tertawa) tapi, bagaimana dengan mama Be’a puya tanaman bawang?
Be’a:
Bagitu su mama pendeta. Kotong sadiki talambat tanam ma bae ko dong sadiki subur ko sadiki waktu lai su bisa panen
Pendeta:
Syukur su mama Be’a
Anis:
Kotong su baomong dari tadi ma mama pendeta sandiri pung kabar karmana?
Pendeta:
Puji Tuhan bae-bae sa bapa Ans deng mama Be’a. ma andia beta lia kalo jam-jam kebaktian ini jemaat dong bagitu-bagitu sa
Be’a:
Maksud bagitu-bagitu sa karmana?
Pendeta:
Maksudnya sonde ada jemaat yang tambah. Yang ibadah na itu-itu sa. Jadi beta pikir mungkin ini jemaat dong ada karmana ko beta datng dolo ko bakunjung sadiki
Anis:
(tertawa) andia tarmasuk kotong ju ni. Su lama sonde pi gareja. Hanya batasibu deng ini barang dong ni. Kotong su lupa deng Tuhan sonde sama ke dolu-dolu lai
Be’a:
(tertunduk) sakarang di ruma tinggal beta deng bapatua sa deng ini kici ana dua orang. Dong pung kaka su pi karja di Kalimantan ma su lama sonde ada kabar dia ada sehat-sehat ko ada karman. Apalai kalo kotong dengar-dengar orang-orang dong yang pi karja di luar dong pung nasib sonde bae na kotong ju jadi son bisa tanang

Musik mengalun sendu. Para pemeran keluar panggung

BABAK KEDUA
Narator: kebaktian hari minggu sementara berlangsung dan tiba di sesi khotbah (hanya beberapa jemaat yang hadir)
Pendeta:
sesuai dengan bacaan Alkitab hari ini dalam surat Roma 12:1 yang mengatakan bahwa ibadah yang sejati adalah mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan bukan uang. Mempersembahkan tubuh misalnya dengan hadir di gereja dan mengikuti kebaktian. Hadir dalam ibadah-ibadah rumah tangga bukan titip persembahan di orang lain. Tuhan tidak butuh uang kita. Tuhan bukan orang yang miskin dan minta-minta uang kita. (terlihat beberapa jemaat seperti berbisik-bisik meresponi khotbah)
Narator: selesai kebaktian. Di halaman gereja beberapa jemaat yang sudah cukup umur saling berbicara
Rika:
Susi Ana, bagaimana pendapatmu dengan khotbah tadi?
Ana:
Saya rasa itulah yang sering terjadi di gereja ini. Banyak orang yang tidak datang ke gereja. Mungkin karena malas atau usaha dan kerja lalu titip persembahannya
Ma’u:
Tapi, apakah tidak akan jadi masalah nanti kalau mereka yang tidak dating ke gereja lalu titip persembahan itu tersinggung? Kemudian mereka bikin ulah atau hal-hal yang tidak diinginkan?
Rika:
Iay, betul tadi saya juga sempat berpikir begitu
Ma’u:
Betul. Karena tadi dalam kebaktian saya lihat ada beberapa jemaat yang berbisik-bisik saat mama pendeta berkhotbah tentang hal itu.
Ana:
Bagaimana kalau hal ini nanti kita bicarakan saat ada ibadah rumah tangga supaya kita bisa tahu apa tanggapan jemaat yang lain.
Rika:
Setuju
Narator: yang lainnya menujukkan isyarat setuju lalu mereka pergi dan kembali ke rumah masing-masing.

BABAK KETIGA
Narator: Beberapa hari kemudian, di sebuah rumah beberapa orang sedang duduk di teras. Mereka sedang membahas tentang kondisi pelayanan di gereja sambil minum gula air. Mereka terlihat sedang berdebat tentang khotbah pendeta mengenai persembahan tubuh bukan uang.

Ipu:
Kemarin kami ada ibadah rumah tangga. Te’o Rika, Susi Ana, dan To’o Ma’u juga hadir. Selesai ibadah, mereka angkat bicara tentang khotbah mama pendeta hari minggu lalu
Be’a:
Khotbah tentang apa?
Anis:
Iya, tentang apa To’o Ipu?
Ipu:
Itu, tentang mempersembahkan tubuh dan bukan hanya titip persembahan tapi tidak ikut kebaktian
Tius:
Maksudnya tubuh apa?
Ipu:
Mereka bilang mama pendeta khotbahkan bahwa sesuai surat Roma 12:1, Tuhan perintahkan kita untuk mempersembahlan tubuh. Karena itulah ibadah yang sejati
Tius:
Maksudnya kita taruh kita punya tubuh di itu meja persembahan begitukah?
Mince:
To’o Tius eee. Bukan begitu maksudnya. Mana ada dalam kebaktian orang menaruh dia punya tubuh di meja persembahan?
Tius:
Lalu maksudnya bagaimana?
Be’a:
Mungkin maksudnya orang harus rajin beribadah dan berbuat baik
Anis:
Saya pernah dengar waktu masih sekolah minggu dulu. Ada guru sekolah minggu yang ajarkan bahwa mempersembahkan tubuh itu berarti kita harus bertobat. Terima Tuhan Yesus lalu rajin ke gereja, berdoa, belajar firman Tuhan, dan berbuat baik sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan Yesus
Be’a:
Lalu kenapa sampai sekarang bapa Anis tidak seperti itu?
Anis:
Itu sudah mama Be’a. kan mama tahu sendiri kita punya usaha seperti apa? Saya masih setia lakukan itu dari kecil sampai sebelum menikah. Setelah menikah sudah mulai berkurang setia.
Tius:
Tapi, bagaimana kalau jemaat lain yang sudah jarang beribadah dengar tentang hal ini bahwa tidak ikut kebaktian tetapi titip persembahan. Apalagi kalau ada yang tidak suka dan tambahkan gossip alias kabar bohong bilang mama pendeta bilang bapa mama yang buat seperti itu bikin gereja seperti kumpul keluarga. Kan bisa jadi masalah besar
Ipu:
Tapi saya pikir kalau itu sebuah kebenaran harus tetap disampaikan. Kebenaran tetaplah kebenaran
Narator: selesai itu mereka masing-masing pamit dan kembali ke rumahnya

BABAK KEEMPAT
Narator: Suatu sore, mama pendeta sedang duduk santai di rumahnya sambil menyiapkan diri melakukan pelayanan pastoral berkunjung ke rumah jemaat. Tiba-tiba, seorang jemaat perempuan berlari-lari menuju rumah pastori pendeta.

Pendeta (sambal berdiri dari duduknya):
Shalom mama ina, ada apa sehingga mama ina berlari-lari begitu?
Ina:
(sambal terengah-engah) begini mama pendeta. To’o Anis minta tolong saya dating ketemu mama pendeta.
Pendeta:
Kenapa? Ada apa?
Ina:
Pe’u, mama pendeta
Pendeta:
Kenapa dengan Pe’u?
Ina:
Tadi, dia ada main-main di halaman rumah mereka. Dia panjat pohon yang ada di samping rumah dan tiba-tiba, entah kenapa kenapa dia jatuh. Lalu, tidak sadarkan diri lagi. To’o Anis. Minta saya untuk beritahu mama pendeta supaya berkenan dating dan doakan dulu baru mereka mau antarkan ke puskesmas.
Pendeta:
Baik, mari sama-sama kita ke sana
Narrator: Tiba di rumah Anis sudah berkumpul Anis, Be’a dan beberapa orang tetangga.
Pendeta:
Shalom
Anis:
Shalom, mama pendeta. Silakan masuk
Pendeta:
Mama Ina datang beritahu saya tentang Pe’u.
Be’a:
Iya mama pendeta. Tadi dia main-main dan panjat pohon lalu jatuh dan tidak sadarkan diri.
Pendeta:
Baik. Mari kita berdoa dulu eee.
(musik mengalun sendu. Pendeta memimpin doa. Selesai doa)
Pendeta:
Tadi mama Ina juga ada beritahu bahwa Pe’u mau dibawa ke puskesmas kah?
Anis:
Betul mama pendeta
Pendeta:
Kalau begitu segera dibawa ke puskesmas supaya bisa segera dapat perawatan medis. Saya tetap dukung dalam doa. Kita semua juga terus berdoa. Kiranya Tuhan Yesus menunjukkan kemurahan-Nya.
Narrator: Mereka lalu berkemas dan menuju ke puskesmas. Beberapa hari kemudian pendeta sedang menyiapkan pelayanan pastoral ke rumah jemaat. Di rumah keluarga Mince, beberapa jemaat sedang berkumpul termasuk Ipu, Anis, Tius. Bertepatan dengan jadwal kunjungan pastoral pendeta ke keluarga tersebut.  
Pendeta:
Shalom!
Mince:
Shalom! Selamat sore mama pendeta (semua yang hadir langsung memberikan respon menyambut pendeta) Mari, silakan masuk mama pendeta. (pendeta masuk ke dalam rumah Mince)
Pendeta:
Pasti lagi ada sesuatu acara sehingga semua berkumpul. Maaf, jika kehadiran saya mengganggu acaranya.
Mince:
Tidak apa-apa mama pendeta. Ini pas ada Bu Jon yang berkunjung ke Rote dan mampir ke sini. Dia bertugas di Kupang. Melayani di gereja di sana
Pendeta:
Shalom Bu Jon. Jadi Bu Jon ini juga pendeta kah?
Jon:
O, bukan. Saya hanya penatua. Sudah melayani selama 3 periode kemajelisan.
Mince:
Sebelum mama pendeta datang kita sedang bicara-bicara tentang perkembangan terakhir di gereja di sini juga tentang Pe’u.
Tius:
Iya mama pendeta. Tentang respon jemaat terhadap khotbah mama pendeta beberapa minggu lalu
Anis:
Kalau tentang Pe’u. Puji Tuhan! Setelah mama pendeta datang berdoa lalu kami antar ke puskesmas dia tertolong dengan baik sehingga sudah mulai pulih. Mungkin ini cara Tuhan tegur dan mengingatkan saya untuk kembali beribadah dengan rajin seperti dulu waktu masih sekolah minggu sampai dewasa sebelum menikah. Jadi saya sudah merenungkannya dengan sungguh-sungguh dan mau kembali kepada jalan Tuhan.
Ipu:
Kalau tentang mama pendeta punya khotbah ada beberapa jemaat yang setuju dan katakana harus demikian. Tapi ada juga yang tidak setuju. Apalagi jemaat yang biasa titip persembahan tapi tidak datang ikut kebaktian.
Tius:
Tapi pas Bu Jon ada di sini dan kita coba tukar pikiran dengan beliau. Lalu, beliau berikan beberapa masukan kepada kami.
Jon:
Iya mama pendeta. Tadi saya bertukar pikiran dengan mereka. Saya setuju dengan khotbah mama pendeta. Juga pendapat To’o Anis bahwa kebenaran tetaplah kebenaran. Harus disampaikan. Tuhan Yesus yang adalah kebenaran itu sendiri, Dia yang akan membela kebenaran firman-Nya. Apalagi di masa-masa menjelang natal ini. Kita akan mengingat kasih Allah yang sangat besar yang dinyatakan dalam diri Yesus Kristus. Dialah Imanuel. Allah beserta kita.
Pendeta:
Saya sangat bersyukur, Tuhan Yesus berkenan mengutus Bu Jon di saat ini untuk membangun gereja Tuhan di sini dan menolong jemaat-Nya untuk terus bertumbuh.
Ipu:
Betul, mama pendeta
Mince:
Tadi, kami juga membahas tentang pelayanan PAR dan kondisi para pemuda di sini yang sering keluar daerah mencari pekerjaan tapi hasilnya kurang memuaskan dan kurang membangun daerah di sini.
Jon:
Memang, tadi kami juga banyak membahas tentang hal-hal ini. Saya setuju dengan ide dan gebrakan mama pendeta untuk memulai pelayanan dari PAR. Karena anak dan remaja adalah pondasi gereja. Jika kita lihat jumlah jemaat maka secara usia makin ke atas jumlahnya makin sedikit. Seperti piramida. Jadi, jika kita mengabaikan pelayanan anak dan remaja maka suatu saat tidak ada orang lagi yang bergereja dan Gedung gereja ini akan menjadi museum atau gudang saja.
(musik mengalun sendu sekitar 10 detik. Terlihat dialog tetap berjalan. Dialog tanpa suara. Lalu…)
Jon:
Selain sebagai penatua, saya juga bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM. Jadi, saya biasa mengikuti perkembangan berita termasuk tenaga kerja dan mereka yang merantau keluar daerah untuk mencari nafkah dan kerja. Tidak banyak yang berhasil. Mengapa? Karena mereka yang keluar daerah untuk mencari kerja itu memiliki kualitas pendidikan dan ketrampilan yang rendah. Apalagi jika tanpa surat-surat resmi. Akibatnya, di sana mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Jika mendapatkan pekerjaan pun mereka akan diperlakukan dengan kurang baik. Ditambah lagi, jika karakter mereka buruk maka pengashilan yang didapat, dipergunakan untuk hal-hal yang tidak baik dan di luar kebenaran.
Pendeta:
Betul bu Jon. Ada baiknya gereja bekerja dengan pemerintah setempat melatih mereka sehingga mendapatkan ketrampilan dan Pendidikan yang sesuai serta karakter kristiani dipupuk dalam iman kepada Kristus baru mereka boleh mengejar impian mereka di sana. Tetapi, perlu juga memikirkan perkembangan di daerah ini juga.
Anis:
Betul mama pendeta dan Bu Jon. Daerah in perlu juga dipikirkan. Jangan-jangan semua pemuda keluar daerah nanti…
Ipu:
Nanti, tidak ada lagi yang iris tuak dan …
Mince:
Masak gula air.

Narrator: semua yan ghadir tertawa…



Didedikasikan demi kemuliaan Kristus via jemaat GMIT di pulau Rote NTT Indonesia
Salam damai natal 2019 dan tahun baru 2020
Oebobo, 26november2019

Tuhan Yesus selalu hadir
gedollo

0 comments:

Post a Comment