JIKALAU AKU
PULANG (J A P)
BABAK
PERTAMA
Musik mengalun sendu. Para pemeran memasuki
panggung
Narator: sore hari sebelum gelap, pendeta
berkunjung ke rumah jemaat untuk kegiatan pastoral. Karena pendeta mengikuti
jalan dari belakang rumah dan melihat seorang bapak sedang memasak sesuatu maka
pendeta tersebut langsung menuju ke tempat tersebut.
Pendeta:
|
Shalom
bapa Anis (sambil berjalan mauk ke rumah)
|
Anis:
|
Shalom
mama pendeta. Sebuah kejutan di sore hari mama pendeta berkunjung ke rumah
kami (sedikit terkejut lalu berpaling ke arah suara sambil sibuk membereskan
hal-hal yang sedikit berantakan)
|
Pendeta:
|
Betul
bapa Anis. Saya sedang dalam perjalanan pastoral untuk berkunjung ke
rumah-rumah jemaat. Beberapa kali kebaktian, saya tidak melihat bapa Anis dan
keluarga. Saya pikir mungkin sedang sakit atau lainnya sehingga saya
merencanakan untuk datang berkunjung (sambil tersenyum ramah)
|
Anis:
|
Begitukah
mama pendeta? (tersenyum malu dan terdiam beberapa saat lalu,…). Beginilah
keadaan kami mama pendeta (sambil menujukkan kondisi rumah)
|
Pendeta:
|
Lalu, mama
Be’a dan anak-anak di mana?
|
Anis:
|
Be’a
sedang di kebun sebelah rumah ini. Sedang menyiram bawang. Anak-anak sedang
bermain. Yang satu di rumah tetangga dan lainnya di halaman depan rumah.
|
Pendeta:
|
Syukurlah
kalau semua dalam keadaan sehat-sehat saja. Lalu, bapa Anis sedang masak
gulakah? (sambil melihat ke arah tungku)
|
Anis:
|
Betul
mama pendeta.
|
Pendeta:
|
Bagaimana
usaha gula sekarang bapa Anis?
|
Anis:
|
Sekarang
ini usaha gula, bawang, domba begitu-begitu saja (sikap menunjukkan
penyesalan/rugi)
|
Pendeta:
|
Maksud begitu-begitu
saja bagaimana?
|
Narrator:
Tiba-tiba istri bapa Anis (Be’a)
datang…………………………………………….sambil teriak kepada anaknya (Pe’u). bapa Anis tetap
sibuk dengan urusan masak gula dan pendeta berikan perhatian ke bapa Anis dan
juga ke mama Be’a
|
|
Be”a:
|
Pe’u uuu!!!,
jangan lupa perhatikan bawang-bawang itu! Jangan biarkan domba-domba atau
kambing-kambing menginjak-injak bawang-bawang itu! (karena belum ada jawaban,
Be’a teriak lagi)
|
Be’a:
|
Peu eeeee!!!
Kamu dengar tidak!!! Apa telingamu masih ada?????
|
Pe’u:
|
(Pe’u
langsung menyahut. Hanya suara saja dari belakang panggung) iya mama!. Saya
punya telinga masih ada. Belum jatuh! Nanti saya perhatikan!
|
Be’a:
|
(be’a
meneruskan perjalanan ke tengah panggung. Lalu, menunjukkan sikap sedikit
terkejut dan malu karena ada pendeta) Wah, mama pendeta ada di sini. Minta
maaf mama, tadi saya berteriak-teriak. Anak-anak zaman sekarang tidak mudah
mendengar. Lalu, kalau mereka sudah menyahut kita akan terkejut dengan
kata-kata mereka
|
Pendeta:
|
(pendeta
tersenyum sedikit tertawa) tapi, bagaimana dengan mama Be’a puya tanaman
bawang?
|
Be’a:
|
Bagitu su
mama pendeta. Kotong sadiki talambat tanam ma bae ko dong sadiki subur ko
sadiki waktu lai su bisa panen
|
Pendeta:
|
Syukur su
mama Be’a
|
Anis:
|
Kotong su
baomong dari tadi ma mama pendeta sandiri pung kabar karmana?
|
Pendeta:
|
Puji
Tuhan bae-bae sa bapa Ans deng mama Be’a. ma andia beta lia kalo jam-jam
kebaktian ini jemaat dong bagitu-bagitu sa
|
Be’a:
|
Maksud
bagitu-bagitu sa karmana?
|
Pendeta:
|
Maksudnya
sonde ada jemaat yang tambah. Yang ibadah na itu-itu sa. Jadi beta pikir
mungkin ini jemaat dong ada karmana ko beta datng dolo ko bakunjung sadiki
|
Anis:
|
(tertawa)
andia tarmasuk kotong ju ni. Su lama sonde pi gareja. Hanya batasibu deng ini
barang dong ni. Kotong su lupa deng Tuhan sonde sama ke dolu-dolu lai
|
Be’a:
|
(tertunduk)
sakarang di ruma tinggal beta deng bapatua sa deng ini kici ana dua orang.
Dong pung kaka su pi karja di Kalimantan ma su lama sonde ada kabar dia ada
sehat-sehat ko ada karman. Apalai kalo kotong dengar-dengar orang-orang dong
yang pi karja di luar dong pung nasib sonde bae na kotong ju jadi son bisa
tanang
|
Musik mengalun sendu. Para pemeran keluar
panggung
BABAK KEDUA
Narator: kebaktian hari minggu sementara berlangsung
dan tiba di sesi khotbah (hanya beberapa jemaat yang hadir)
Pendeta:
|
sesuai dengan bacaan Alkitab hari ini dalam surat
Roma 12:1 yang mengatakan bahwa ibadah yang sejati adalah mempersembahkan
tubuh kita kepada Tuhan bukan uang. Mempersembahkan tubuh misalnya dengan
hadir di gereja dan mengikuti kebaktian. Hadir dalam ibadah-ibadah rumah
tangga bukan titip persembahan di orang lain. Tuhan tidak butuh uang kita. Tuhan
bukan orang yang miskin dan minta-minta uang kita. (terlihat beberapa jemaat
seperti berbisik-bisik meresponi khotbah)
|
Narator: selesai kebaktian. Di halaman gereja
beberapa jemaat yang sudah cukup umur saling berbicara
|
|
Rika:
|
Susi Ana, bagaimana pendapatmu dengan khotbah
tadi?
|
Ana:
|
Saya rasa itulah yang sering terjadi di gereja
ini. Banyak orang yang tidak datang ke gereja. Mungkin karena malas atau
usaha dan kerja lalu titip persembahannya
|
Ma’u:
|
Tapi, apakah tidak akan jadi masalah nanti kalau mereka
yang tidak dating ke gereja lalu titip persembahan itu tersinggung? Kemudian mereka
bikin ulah atau hal-hal yang tidak diinginkan?
|
Rika:
|
Iay, betul tadi saya juga sempat berpikir begitu
|
Ma’u:
|
Betul. Karena tadi dalam kebaktian saya lihat ada
beberapa jemaat yang berbisik-bisik saat mama pendeta berkhotbah tentang hal
itu.
|
Ana:
|
Bagaimana kalau hal ini nanti kita bicarakan saat
ada ibadah rumah tangga supaya kita bisa tahu apa tanggapan jemaat yang lain.
|
Rika:
|
Setuju
|
Narator: yang
lainnya menujukkan isyarat setuju lalu mereka pergi dan kembali ke rumah
masing-masing.
|
BABAK KETIGA
Narator: Beberapa hari
kemudian, di sebuah rumah beberapa orang sedang duduk di teras. Mereka sedang
membahas tentang kondisi pelayanan di gereja sambil minum gula air. Mereka terlihat
sedang berdebat tentang khotbah pendeta mengenai persembahan tubuh bukan uang.
Ipu:
|
Kemarin kami ada ibadah rumah tangga. Te’o Rika,
Susi Ana, dan To’o Ma’u juga hadir. Selesai ibadah, mereka angkat bicara
tentang khotbah mama pendeta hari minggu lalu
|
Be’a:
|
Khotbah tentang apa?
|
Anis:
|
Iya, tentang apa To’o Ipu?
|
Ipu:
|
Itu, tentang mempersembahkan tubuh dan bukan hanya
titip persembahan tapi tidak ikut kebaktian
|
Tius:
|
Maksudnya tubuh apa?
|
Ipu:
|
Mereka bilang mama pendeta khotbahkan bahwa sesuai
surat Roma 12:1, Tuhan perintahkan kita untuk mempersembahlan tubuh. Karena itulah
ibadah yang sejati
|
Tius:
|
Maksudnya kita taruh kita punya tubuh di itu meja
persembahan begitukah?
|
Mince:
|
To’o Tius eee. Bukan begitu maksudnya. Mana ada
dalam kebaktian orang menaruh dia punya tubuh di meja persembahan?
|
Tius:
|
Lalu maksudnya bagaimana?
|
Be’a:
|
Mungkin maksudnya orang harus rajin beribadah dan
berbuat baik
|
Anis:
|
Saya pernah dengar waktu masih sekolah minggu
dulu. Ada guru sekolah minggu yang ajarkan bahwa mempersembahkan tubuh itu
berarti kita harus bertobat. Terima Tuhan Yesus lalu rajin ke gereja, berdoa,
belajar firman Tuhan, dan berbuat baik sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan
Yesus
|
Be’a:
|
Lalu kenapa sampai sekarang bapa Anis tidak
seperti itu?
|
Anis:
|
Itu sudah mama Be’a. kan mama tahu sendiri kita
punya usaha seperti apa? Saya masih setia lakukan itu dari kecil sampai
sebelum menikah. Setelah menikah sudah mulai berkurang setia.
|
Tius:
|
Tapi, bagaimana kalau jemaat lain yang sudah
jarang beribadah dengar tentang hal ini bahwa tidak ikut kebaktian tetapi titip
persembahan. Apalagi kalau ada yang tidak suka dan tambahkan gossip alias
kabar bohong bilang mama pendeta bilang bapa mama yang buat seperti itu bikin
gereja seperti kumpul keluarga. Kan bisa jadi masalah besar
|
Ipu:
|
Tapi saya pikir kalau itu sebuah kebenaran harus
tetap disampaikan. Kebenaran tetaplah kebenaran
|
Narator: selesai itu mereka masing-masing pamit dan
kembali ke rumahnya
|
BABAK KEEMPAT
Narator: Suatu
sore, mama pendeta sedang duduk santai di rumahnya sambil menyiapkan diri
melakukan pelayanan pastoral berkunjung ke rumah jemaat. Tiba-tiba, seorang jemaat
perempuan berlari-lari menuju rumah pastori pendeta.
Pendeta (sambal berdiri dari duduknya):
|
Shalom mama ina, ada apa sehingga mama ina
berlari-lari begitu?
|
Ina:
|
(sambal terengah-engah)
begini mama pendeta. To’o Anis minta tolong saya dating ketemu mama pendeta.
|
Pendeta:
|
Kenapa? Ada
apa?
|
Ina:
|
Pe’u,
mama pendeta
|
Pendeta:
|
Kenapa dengan
Pe’u?
|
Ina:
|
Tadi, dia
ada main-main di halaman rumah mereka. Dia panjat pohon yang ada di samping
rumah dan tiba-tiba, entah kenapa kenapa dia jatuh. Lalu, tidak sadarkan diri
lagi. To’o Anis. Minta saya untuk beritahu mama pendeta supaya berkenan dating
dan doakan dulu baru mereka mau antarkan ke puskesmas.
|
Pendeta:
|
Baik, mari
sama-sama kita ke sana
|
Narrator:
Tiba di rumah Anis sudah berkumpul Anis, Be’a dan beberapa
orang tetangga.
|
|
Pendeta:
|
Shalom
|
Anis:
|
Shalom,
mama pendeta. Silakan masuk
|
Pendeta:
|
Mama Ina datang
beritahu saya tentang Pe’u.
|
Be’a:
|
Iya mama
pendeta. Tadi dia main-main dan panjat pohon lalu jatuh dan tidak sadarkan
diri.
|
Pendeta:
|
Baik. Mari
kita berdoa dulu eee.
|
(musik mengalun
sendu. Pendeta memimpin doa. Selesai doa)
|
|
Pendeta:
|
Tadi mama
Ina juga ada beritahu bahwa Pe’u mau dibawa ke puskesmas kah?
|
Anis:
|
Betul mama
pendeta
|
Pendeta:
|
Kalau begitu
segera dibawa ke puskesmas supaya bisa segera dapat perawatan medis. Saya tetap
dukung dalam doa. Kita semua juga terus berdoa. Kiranya Tuhan Yesus
menunjukkan kemurahan-Nya.
|
Narrator: Mereka lalu
berkemas dan menuju ke puskesmas. Beberapa hari kemudian pendeta sedang
menyiapkan pelayanan pastoral ke rumah jemaat. Di rumah keluarga Mince,
beberapa jemaat sedang berkumpul termasuk Ipu, Anis, Tius. Bertepatan dengan
jadwal kunjungan pastoral pendeta ke keluarga tersebut.
|
|
Pendeta:
|
Shalom!
|
Mince:
|
Shalom! Selamat
sore mama pendeta (semua yang hadir langsung memberikan respon menyambut
pendeta) Mari, silakan masuk mama pendeta. (pendeta masuk ke dalam rumah
Mince)
|
Pendeta:
|
Pasti lagi
ada sesuatu acara sehingga semua berkumpul. Maaf, jika kehadiran saya
mengganggu acaranya.
|
Mince:
|
Tidak apa-apa
mama pendeta. Ini pas ada Bu Jon yang berkunjung ke Rote dan mampir ke sini. Dia
bertugas di Kupang. Melayani di gereja di sana
|
Pendeta:
|
Shalom Bu
Jon. Jadi Bu Jon ini juga pendeta kah?
|
Jon:
|
O, bukan.
Saya hanya penatua. Sudah melayani selama 3 periode kemajelisan.
|
Mince:
|
Sebelum mama
pendeta datang kita sedang bicara-bicara tentang perkembangan terakhir di
gereja di sini juga tentang Pe’u.
|
Tius:
|
Iya mama
pendeta. Tentang respon jemaat terhadap khotbah mama pendeta beberapa minggu
lalu
|
Anis:
|
Kalau tentang
Pe’u. Puji Tuhan! Setelah mama pendeta datang berdoa lalu kami antar ke
puskesmas dia tertolong dengan baik sehingga sudah mulai pulih. Mungkin ini
cara Tuhan tegur dan mengingatkan saya untuk kembali beribadah dengan rajin
seperti dulu waktu masih sekolah minggu sampai dewasa sebelum menikah. Jadi saya
sudah merenungkannya dengan sungguh-sungguh dan mau kembali kepada jalan
Tuhan.
|
Ipu:
|
Kalau tentang
mama pendeta punya khotbah ada beberapa jemaat yang setuju dan katakana harus
demikian. Tapi ada juga yang tidak setuju. Apalagi jemaat yang biasa titip
persembahan tapi tidak datang ikut kebaktian.
|
Tius:
|
Tapi pas
Bu Jon ada di sini dan kita coba tukar pikiran dengan beliau. Lalu, beliau
berikan beberapa masukan kepada kami.
|
Jon:
|
Iya mama
pendeta. Tadi saya bertukar pikiran dengan mereka. Saya setuju dengan khotbah
mama pendeta. Juga pendapat To’o Anis bahwa kebenaran tetaplah kebenaran. Harus
disampaikan. Tuhan Yesus yang adalah kebenaran itu sendiri, Dia yang akan
membela kebenaran firman-Nya. Apalagi di masa-masa menjelang natal ini. Kita akan
mengingat kasih Allah yang sangat besar yang dinyatakan dalam diri Yesus
Kristus. Dialah Imanuel. Allah beserta kita.
|
Pendeta:
|
Saya sangat
bersyukur, Tuhan Yesus berkenan mengutus Bu Jon di saat ini untuk membangun
gereja Tuhan di sini dan menolong jemaat-Nya untuk terus bertumbuh.
|
Ipu:
|
Betul, mama
pendeta
|
Mince:
|
Tadi,
kami juga membahas tentang pelayanan PAR dan kondisi para pemuda di sini yang
sering keluar daerah mencari pekerjaan tapi hasilnya kurang memuaskan dan
kurang membangun daerah di sini.
|
Jon:
|
Memang,
tadi kami juga banyak membahas tentang hal-hal ini. Saya setuju dengan ide
dan gebrakan mama pendeta untuk memulai pelayanan dari PAR. Karena anak dan
remaja adalah pondasi gereja. Jika kita lihat jumlah jemaat maka secara usia makin
ke atas jumlahnya makin sedikit. Seperti piramida. Jadi, jika kita
mengabaikan pelayanan anak dan remaja maka suatu saat tidak ada orang lagi
yang bergereja dan Gedung gereja ini akan menjadi museum atau gudang saja.
|
(musik
mengalun sendu sekitar 10 detik. Terlihat dialog tetap berjalan. Dialog tanpa
suara. Lalu…)
|
|
Jon:
|
Selain sebagai
penatua, saya juga bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM. Jadi, saya
biasa mengikuti perkembangan berita termasuk tenaga kerja dan mereka yang merantau
keluar daerah untuk mencari nafkah dan kerja. Tidak banyak yang berhasil. Mengapa?
Karena mereka yang keluar daerah untuk mencari kerja itu memiliki kualitas pendidikan
dan ketrampilan yang rendah. Apalagi jika tanpa surat-surat resmi. Akibatnya,
di sana mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Jika mendapatkan
pekerjaan pun mereka akan diperlakukan dengan kurang baik. Ditambah lagi,
jika karakter mereka buruk maka pengashilan yang didapat, dipergunakan untuk
hal-hal yang tidak baik dan di luar kebenaran.
|
Pendeta:
|
Betul bu
Jon. Ada baiknya gereja bekerja dengan pemerintah setempat melatih mereka sehingga
mendapatkan ketrampilan dan Pendidikan yang sesuai serta karakter kristiani
dipupuk dalam iman kepada Kristus baru mereka boleh mengejar impian mereka di
sana. Tetapi, perlu juga memikirkan perkembangan di daerah ini juga.
|
Anis:
|
Betul mama
pendeta dan Bu Jon. Daerah in perlu juga dipikirkan. Jangan-jangan semua pemuda
keluar daerah nanti…
|
Ipu:
|
Nanti,
tidak ada lagi yang iris tuak dan …
|
Mince:
|
Masak gula
air.
|
Narrator: semua yan
ghadir tertawa…
Didedikasikan demi kemuliaan Kristus via jemaat GMIT di pulau Rote NTT Indonesia
Salam damai natal 2019 dan tahun baru 2020
Oebobo, 26november2019
Tuhan Yesus selalu hadir
gedollo
0 comments:
Post a Comment