Laksana
sekolah, hidup memiliki kurikulumnya. Kurikulum itu ditetapkan oleh Tuhan
sebagai Pencipta sekolah kehidupan yang berdaulat atas segala sesuatu. Setiap
orang yang belajar dengan baik akan memiliki rapor yang menyenangkan, semakin
mengenal dan mengasihi Allah. Akan sangat mungkin semakin naik dan bukan turun, menjadi
kepala dan bukan ekor.
Sekolah
kehidupan menjadi sarana pembentukan manusia secara utuh dan sempurna seperti
yang dirancangkan oleh Tuhan sebelumnya. Sekolah kehidupan memiliki ujian-ujian
yang datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Seperti tamu pada malam hari ketika
kita sudah tertidur. Sikap tamu tersebut terkadang di luar etika, di luar
logika, di luar kebiasaan, di luar harapan, bersifat menuntut untuk dilayani,
menuntut untuk diselesaikan tanpa waktu yang cukup untuk melakukan persiapan
dan perhitungan sebelumnya. Untuk menyelesaikannya, membutuhkan keberanian,
keyakinan iman, hikmat, pengertian yang benar, kreativitas dalam kebenaran
serta kuasa Ilahi.
Sayangnya,
seringkali manusia berada dalam keadaan tidak siap untuk menghadapi ujian-ujian
tersebut sehingga banyak yang gagal dalam ujian kehidupan ini. Biaya untuk
memperbaiki kerusakan dan kegagalan akibat ujian kehidupan ini sangat besar.
Energi yang sangat besar dibutuhkan untuk mengangkat kembali mereka yang sudah
jatuh. Dibutuhkan tangan yang kuat untuk mengangkat yang sudah terjatuh.
Dibutuhkan iman yang kokoh serta keberanian untuk berdiri kembali di depan
orang banyak. Dibutuhkan “wajah” baru untuk menutup muka yang terlanjur malu.
Siapakah yang sanggup melakukannya? Siapakah yang dapat berdiri di samping,
mengulurkan tangannya, lalu mengangkat yang sudah jatuh?
Kegagalan-kegagalan
ini membuat bejana (baca: hidup) itu kemudian menjadi rusak. Ketika bejana itu
rusak, dalam otoritas dan anugerah-Nya,
Sang Penjunan akan
memperbaiki dan menjadikannya bejana lain yang indah dalam pandangan-Nya. Mereka yang telah berhasil dalam sekolah
kehidupan akhirnya mendapatkan
hadiah berupa upah kekal dari Sang Guru Agung yakni Yesus Kristus.
Namun,
bagaimana pemahaman kebanyakan orang tua dalam relevansinya dengan hal ini?
Zaman
berganti zaman, generasi berganti generasi, teknologi semakin canggih, dan
generasi semakin cerdas. Namun, kebanyakan sekolah masih memiliki kurikulum
yang belum ditransformasi. Sebelum masa komputer ditemukan hingga masa teknologi
layar sentuh, kurikulum kebanyakan sekolah masih tetap sama. Memiliki format
belajar yang tidak berubah.
Nasihat
orang tua kepada anak mereka tentang sekolahpun demikian adanya. Belum
tertransformasi.
Setiap orang tua tentunya mengharapkan hal-hal baik bagi
masa depan anak mereka. Tidak ada satupun orang tua yang mempersiapkan hal buruk bagi
masa depan anaknya. Tentunya semua itu
diupayakan sejalan dengan latar belakang dan
kemampuan memandang jauh ke depan dari setiap orang tua tersebut. Hal ini mengakibatkan perbedaan
persiapan setiap orang tua
bagi anak-anak mereka.
0 comments:
Post a Comment