Thursday, December 19, 2019

Sekolah Kehidupan

Laksana sekolah, hidup memiliki kurikulumnya. Kurikulum itu ditetapkan oleh Tuhan sebagai Pencipta sekolah kehidupan yang berdaulat atas segala sesuatu. Setiap orang yang belajar dengan baik akan memiliki rapor yang menyenangkan, semakin mengenal dan mengasihi Allah. Akan sangat mungkin semakin naik dan bukan turun, menjadi kepala dan bukan ekor.

Sekolah kehidupan menjadi sarana pembentukan manusia secara utuh dan sempurna seperti yang dirancangkan oleh Tuhan sebelumnya. Sekolah kehidupan memiliki ujian-ujian yang datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Seperti tamu pada malam hari ketika kita sudah tertidur. Sikap tamu tersebut terkadang di luar etika, di luar logika, di luar kebiasaan, di luar harapan, bersifat menuntut untuk dilayani, menuntut untuk diselesaikan tanpa waktu yang cukup untuk melakukan persiapan dan perhitungan sebelumnya. Untuk menyelesaikannya, membutuhkan keberanian, keyakinan iman, hikmat, pengertian yang benar, kreativitas dalam kebenaran serta kuasa Ilahi.

Sayangnya, seringkali manusia berada dalam keadaan tidak siap untuk menghadapi ujian-ujian tersebut sehingga banyak yang gagal dalam ujian kehidupan ini. Biaya untuk memperbaiki kerusakan dan kegagalan akibat ujian kehidupan ini sangat besar. Energi yang sangat besar dibutuhkan untuk mengangkat kembali mereka yang sudah jatuh. Dibutuhkan tangan yang kuat untuk mengangkat yang sudah terjatuh. Dibutuhkan iman yang kokoh serta keberanian untuk berdiri kembali di depan orang banyak. Dibutuhkan “wajah” baru untuk menutup muka yang terlanjur malu. Siapakah yang sanggup melakukannya? Siapakah yang dapat berdiri di samping, mengulurkan tangannya, lalu mengangkat yang sudah jatuh?

Kegagalan-kegagalan ini membuat bejana (baca: hidup) itu kemudian menjadi rusak. Ketika bejana itu rusak, dalam otoritas dan anugerah-Nya, Sang Penjunan akan memperbaiki dan menjadikannya bejana lain yang indah dalam pandangan-Nya. Mereka yang telah berhasil dalam sekolah kehidupan akhirnya mendapatkan hadiah berupa upah kekal dari Sang Guru Agung yakni Yesus Kristus.

Namun, bagaimana pemahaman kebanyakan orang tua dalam relevansinya dengan hal ini?

Zaman berganti zaman, generasi berganti generasi, teknologi semakin canggih, dan generasi semakin cerdas. Namun, kebanyakan sekolah masih memiliki kurikulum yang belum ditransformasi. Sebelum masa komputer ditemukan hingga masa teknologi layar sentuh, kurikulum kebanyakan sekolah masih tetap sama. Memiliki format belajar yang tidak berubah.
Nasihat orang tua kepada anak mereka tentang sekolahpun demikian adanya. Belum tertransformasi.
Setiap orang tua tentunya mengharapkan hal-hal baik bagi masa depan anak mereka. Tidak ada satupun orang tua yang mempersiapkan hal buruk bagi masa depan anaknya. Tentunya semua itu diupayakan sejalan dengan latar belakang dan kemampuan memandang jauh ke depan dari setiap orang tua tersebut. Hal ini mengakibatkan perbedaan persiapan setiap orang tua bagi anak-anak mereka.

Termasuk di dalam persiapan-persiapan itu adalah nasihat yang ditujukan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Ada orang tua yang menghendaki anaknya untuk belajar setinggi-tingginya, ada yang mengharapkan anaknya untuk memiliki pekerjaan secepatnya, dan ada juga yang menginginkan agar anaknya dapat menyenangkan hati orang tua. Beberapa orang tua yang belum sempat mencapai cita-citanya dahulu waktu masih muda “memaksakan” anaknya untuk mencapai hal itu. Lain lagi dengan beberapa orang tua yang memiliki wawasan sempit mengenai penjurusan di sekolah dan jenis pekerjaan tertentu, memaksa anaknya mengambil jurusan tertentu di sekolah demi mencapai pekerjaan yang diinginkannya meskipun tidak sesuai dengan talenta dan bakat anaknya. Hal-hal ini akan menjadi masalah bagi setiap anak di kemudian hari dan pemenuhan akan panggilan Allah bagi pribadi anak tersebut.

0 comments:

Post a Comment