Thursday, December 19, 2019

PENDIDIKAN HOLISTIS DI TENGAH TANTANGAN DAN ZAMANNYA

Pergeseran nilai pendidikan
Pendidikan yang kita kenal saat ini memiliki sejarah yang panjang. Sejarah ini terlihat jelas dari proses dan progress pendidikan mulai dari pendidikan pra sejarah, tradisional, modern, dan post modern. Berbagai pengalaman yang penuh corak dan ragam serta pergumulan yang penuh ujian dan tantangan pun sudah dialami oleh pendidikan itu sendiri hingga mencapai keadaannya sekarang ini. Semua catatan tersebut membuktikan bahwa pendidikan itu sangat penting dan merupakan wadah yang vital serta esensial demi membentuk manusia menjadi pribadi yang utuh sebagaimana diri manusia itu sendiri yakni memiliki roh, jiwa, dan tubuh serta dapat memberi kontribusi yang berarti bagi masanya dan masa depan baik dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berkaca pada keadaan pendidikan akhir-akhir ini dan apa yang tertulis di atas, terlihat bahwa adanya pergeseran esensial. Yakni, banyak sekolah yang didirikan namun lulusan-lulusannya belum dapat memberi kontribusi yang konstruktif bagi kemanusiaan dan kemaslahatan hidup. Indikasi-indikasinya sebagai berikut: adanya pengangguran intelek dan non intelek; pelaku-pelaku kejahatan masa kini yang masih berusia remaja hingga anak-anak; penjahat intelek; dan lain-lain.
Pendidikan dimulai dari keluarga
Sejatinya sebuah pendidikan dimulai dari dalam keluarga. Para orang tua adalah pribadi yang pertama-tama bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan keluarga mereka. Para orang tua adalah guru yang pertama dan terutama bagi anak-anak yang Tuhan titipkan kepada mereka. Melalui mereka, anak-anak belajar mengenal huruf, angka, warna, berjalan, berlari, membangun emosi, karakter, berelasi, dan berinteraksi dengan orang lain, serta masih banyak hal lainnya. Oleh karena pendidikan tidak terlepas dari sebuah keyakinan yang dipegang oleh orang tua, maka para orang tua itu akan mendidik anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka termasuk juga dalam mencari sekolah bagi anak-anak mereka. Sekolah yang dipilih oleh para orang tua itu tentunya akan menerapkan pembelajaran sesuai dengan keyakinan yang sama dengan mereka. Bentuk-bentuk keyakinan tersebut dapat saja berkaitan dengan religiusitas, pergaulan, komunikasi, peradaban, pemanfaatan teknologi, dan lain-lain.

Percepatan Transformasi Perkembangan Pendidikan
Pemanfaatan teknologi tidak terlepas dari perkembangan teknologi itu sendiri. Sedikit menoleh ke belakang, kita akan menemukan bahwa teknologi telah berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan bahasa (komunikasi), filsafat, industri, pasar, tenaga kerja, dan lain-lain yang berdampak pada kebutuhan hidup manusia baik yang bersifat mendasar maupun tambahan. Demi menjawab kebutuhan akan penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, pendidikan turut memberikan kontribusi positif, sinergis, dan strategis. Pendidikan yang menghasilkan lulusan yang pada akhirnya akan menjadi tenaga kerja dan pencipta lapangan kerja ini perlu bergaul, beradaptasi, berinovasi, dan mengadopsi berbagai alat dan media teknologi di dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Semakin berkembangnya media teknologi informasi semakin memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat bahkan menciptakan budaya baru dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berpijak pada ide yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 bahwa bangsa Indonesia memperjuangkan kecerdasan kehidupan berbangsa dan ikut dalam melaksanakan ketertiban dunia, maka sudah tentu pendidikan di Indonesia harus berkembang dan terus berkembang sehingga dapat berbicara aktif dan proaktif baik di ranah dalam negeri maupun luar negeri. Derajat ketertinggalan pendidikan di Indonesia dari negara-negara lain harus diminimalisir sedemikian rupa melalui percepatan perkembangan pendidikan. Percepatan ini dapat dikejar menggunakan sarana dan wadah pelaksanaan kurikulum yang menjawab tantangan zaman baik guru dan siswanya, penguatan iman, karakter, dan kompetensi guru, dukungan penuh orang tua, masyarakat, pemerintah, dan institusi agama.
Demikian pula proses belajar di sekolah sudah semestinya mengalami transformasi. Pola belajar tradisional di mana guru sebagai pusat dan satu-satunya sumber belajar sudah bukan zamannya lagi. Transformasi yang dimaksud adalah pembelajaran yang efektif, otentik, aktual, sesuai kebutuhan pembelajar, harapan orang tua, masyarakat, pengajar dan bangsa, di mana Tuhan Sang Pencipta sebagai pusat, para guru sebagai fasilitator dan mengarahkan arah pembelajaran, serta berorientasi kepada siswa.
Mengapa berpusat kepada Tuhan Sang Pencipta? Oleh karena Tuhan adalah pusat dan sumber kehidupan. Dialah yang menciptakan segala sesuatu termasuk manusia, supaya manusia beribadah kepadaNya dan menikmati segala ciptaanNya. Mengapa perlu diarahkan oleh guru? Karena guru yang berperan sebagai pengajar dan pendidik. Kepada guru, Tuhan memberikan anugerah panggilan khusus untuk membentuk kognitif, psikomotor, afektif, karakter, dan spiritual seorang anak. Mengapa berorientasi kepada siswa? Oleh karena siswa adalah pembelajarnya. Subyek dan obyek belajar.

Pembelajaran Menurut Tantangan dan Zamannya
Semakin besarnya tantangan kehidupan dan perkembangan teknologi, maka proses pembelajaran pun semakin ditingkatkan untuk mengarahkan siswa memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai dan mumpuni. Proses belajar menghafal sudah seharusnya berkembang menjadi menganalisa, menciptakan, dan mengevaluasi. Guru seharusnya membimbing siswa untuk menemukan potensi, kompetensi, dan talentanya serta mengarahkan mereka untuk mengeksplorasi dan mengembangkannya. Oleh karena tantangan zaman di mana para siswa hidup semakin kompleks, maka mereka perlu memahami cara menyelesaikan masalah, alasan mereka belajar, dan cara belajar sehingga jurang pemisah antara teori dan praktek semakin sempit dan terjangkau. Demikian pun sekolah akan menjadi rumah kedua bagi para siswa.
Pendidikan abad 21 adalah model pendidikan yang membantu siswa untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya pada saat ini. Artinya, siswa dapat bertahan hidup, memperjuangkan hidup, mengembangkan , dan merencanakan hidupnya di masa depan sesuai konteks zaman sekarang serta prediksi masa depan. Menyikapi hal ini, siswa perlu dibekali mengenai konsep kolaborasi. Siswa harus tahu bagaimana menghadapi persaingan serta hidup bekerja sama. Sebab, sesuai naturnya, manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendiri. Ia membutuhkan orang lain. Mengingat bahwa teknologi abad 21 sering disalahgunakan oleh banyak pihak termasuk institusi pendidikan sehingga menghasilkan sikap individualistis yang tinggi, maka hal ini penting untuk disikapi secara serius.
Kehadiran Kurikulum 2013 akan memberikan warna tersendiri dalam model pembelajaran abad ke 21. Kurikulum tersebut dikemas melalui strategi pembelajaran yang membentuk sikap analitis, berpikir kritis, menyelesaikan masalah, mengembangkan sikap afektif, dan karakter siswa untuk menjawab tantangan yang ada. Demi mendukung hal ini, peran guru (termasuk orang tua di rumah) adalah memotivasi siswa untuk menghidupi pembelajaran yang tidak berhenti pada ranah mengetahui dan menghafal saja namun meningkatkannya sampai pada level di atasnya, seperti menganalisa, mengaplikasikan, mencipta, dan mengevaluasi. Kemampuan mensitesis keadaan, menemukan alasan dan tujuan dari keadaan, menerima dan menghargai perbedaan, mengelola apa yang sama dan apa yang beda secara bijaksana akan mendukung seorang siswa untuk memiliki kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotor yang unggul dan kontributif terhadap hidupnya masa kini.



0 comments:

Post a Comment