Pergeseran nilai
pendidikan
Pendidikan yang kita kenal saat ini
memiliki sejarah yang panjang. Sejarah ini terlihat jelas dari proses dan
progress pendidikan mulai dari pendidikan pra sejarah, tradisional, modern, dan
post modern. Berbagai pengalaman yang penuh corak dan ragam serta pergumulan
yang penuh ujian dan tantangan pun sudah dialami oleh pendidikan itu sendiri
hingga mencapai keadaannya sekarang ini. Semua catatan tersebut membuktikan
bahwa pendidikan itu sangat penting dan merupakan wadah yang vital serta
esensial demi membentuk manusia menjadi pribadi yang utuh sebagaimana diri
manusia itu sendiri yakni memiliki roh, jiwa, dan tubuh serta dapat memberi
kontribusi yang berarti bagi masanya dan masa depan baik dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berkaca
pada keadaan pendidikan akhir-akhir ini dan apa yang tertulis di atas, terlihat
bahwa adanya pergeseran esensial. Yakni, banyak sekolah yang didirikan namun
lulusan-lulusannya belum dapat memberi kontribusi yang konstruktif bagi
kemanusiaan dan kemaslahatan hidup. Indikasi-indikasinya sebagai berikut:
adanya pengangguran intelek dan non intelek; pelaku-pelaku kejahatan masa kini yang
masih berusia remaja hingga anak-anak; penjahat intelek; dan lain-lain.
Pendidikan dimulai dari
keluarga
Sejatinya sebuah pendidikan dimulai dari
dalam keluarga. Para orang tua adalah pribadi yang pertama-tama bertanggung
jawab terhadap pendidikan anak dan keluarga mereka. Para orang tua adalah guru yang
pertama dan terutama bagi anak-anak yang Tuhan titipkan kepada mereka. Melalui
mereka, anak-anak belajar mengenal huruf, angka, warna, berjalan, berlari,
membangun emosi, karakter, berelasi, dan berinteraksi dengan orang lain, serta
masih banyak hal lainnya. Oleh karena pendidikan tidak terlepas dari sebuah keyakinan
yang dipegang oleh orang tua, maka para orang tua itu akan mendidik anak-anak
mereka sesuai dengan keyakinan mereka termasuk juga dalam mencari sekolah bagi
anak-anak mereka. Sekolah yang dipilih oleh para orang tua itu tentunya akan menerapkan
pembelajaran sesuai dengan keyakinan yang sama dengan mereka. Bentuk-bentuk
keyakinan tersebut dapat saja berkaitan dengan religiusitas, pergaulan,
komunikasi, peradaban, pemanfaatan teknologi, dan lain-lain.
Percepatan Transformasi
Perkembangan Pendidikan
Pemanfaatan teknologi tidak terlepas
dari perkembangan teknologi itu sendiri. Sedikit menoleh ke belakang, kita akan
menemukan bahwa teknologi telah berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan
bahasa (komunikasi), filsafat, industri, pasar, tenaga kerja, dan lain-lain
yang berdampak pada kebutuhan hidup manusia baik yang bersifat mendasar maupun
tambahan. Demi menjawab kebutuhan akan penggunaan teknologi dalam kehidupan
sehari-hari, pendidikan turut memberikan kontribusi positif, sinergis, dan
strategis. Pendidikan yang menghasilkan lulusan yang pada akhirnya akan menjadi
tenaga kerja dan pencipta lapangan kerja ini perlu bergaul, beradaptasi,
berinovasi, dan mengadopsi berbagai alat dan media teknologi di dalam proses
pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Semakin berkembangnya media teknologi
informasi semakin memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat
bahkan menciptakan budaya baru dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Berpijak
pada ide yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 bahwa bangsa Indonesia memperjuangkan
kecerdasan kehidupan berbangsa dan ikut dalam melaksanakan ketertiban dunia,
maka sudah tentu pendidikan di Indonesia harus berkembang dan terus berkembang
sehingga dapat berbicara aktif dan proaktif baik di ranah dalam negeri maupun
luar negeri. Derajat ketertinggalan pendidikan di Indonesia dari negara-negara lain
harus diminimalisir sedemikian rupa melalui percepatan perkembangan pendidikan.
Percepatan ini dapat dikejar menggunakan sarana dan wadah pelaksanaan kurikulum
yang menjawab tantangan zaman baik guru dan siswanya, penguatan iman, karakter,
dan kompetensi guru, dukungan penuh orang tua, masyarakat, pemerintah, dan
institusi agama.
Demikian
pula proses belajar di sekolah sudah semestinya mengalami transformasi. Pola
belajar tradisional di mana guru sebagai pusat dan satu-satunya sumber belajar sudah
bukan zamannya lagi. Transformasi yang dimaksud adalah pembelajaran yang
efektif, otentik, aktual, sesuai kebutuhan pembelajar, harapan orang tua,
masyarakat, pengajar dan bangsa, di mana Tuhan Sang Pencipta sebagai pusat, para
guru sebagai fasilitator dan mengarahkan arah pembelajaran, serta berorientasi
kepada siswa.
Mengapa
berpusat kepada Tuhan Sang Pencipta? Oleh karena Tuhan adalah pusat dan sumber
kehidupan. Dialah yang menciptakan segala sesuatu termasuk manusia, supaya
manusia beribadah kepadaNya dan menikmati segala ciptaanNya. Mengapa perlu
diarahkan oleh guru? Karena guru yang berperan sebagai pengajar dan pendidik. Kepada
guru, Tuhan memberikan anugerah panggilan khusus untuk membentuk kognitif,
psikomotor, afektif, karakter, dan spiritual seorang anak. Mengapa berorientasi
kepada siswa? Oleh karena siswa adalah pembelajarnya. Subyek dan obyek belajar.
Pembelajaran
Menurut Tantangan dan Zamannya
Semakin besarnya tantangan kehidupan dan
perkembangan teknologi, maka proses pembelajaran pun semakin ditingkatkan untuk
mengarahkan siswa memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai dan mumpuni.
Proses belajar menghafal sudah seharusnya berkembang menjadi menganalisa,
menciptakan, dan mengevaluasi. Guru seharusnya membimbing siswa untuk menemukan
potensi, kompetensi, dan talentanya serta mengarahkan mereka untuk
mengeksplorasi dan mengembangkannya. Oleh karena tantangan zaman di mana para siswa
hidup semakin kompleks, maka mereka perlu memahami cara menyelesaikan masalah,
alasan mereka belajar, dan cara belajar sehingga jurang pemisah antara teori
dan praktek semakin sempit dan terjangkau. Demikian pun sekolah akan menjadi
rumah kedua bagi para siswa.
Pendidikan
abad 21 adalah model pendidikan yang membantu siswa untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya pada saat ini. Artinya, siswa dapat bertahan hidup,
memperjuangkan hidup, mengembangkan , dan merencanakan hidupnya di masa depan
sesuai konteks zaman sekarang serta prediksi masa depan. Menyikapi hal ini,
siswa perlu dibekali mengenai konsep kolaborasi. Siswa harus tahu bagaimana
menghadapi persaingan serta hidup bekerja sama. Sebab, sesuai naturnya, manusia
adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendiri. Ia membutuhkan orang lain.
Mengingat bahwa teknologi abad 21 sering disalahgunakan oleh banyak pihak
termasuk institusi pendidikan sehingga menghasilkan sikap individualistis yang
tinggi, maka hal ini penting untuk disikapi secara serius.
Kehadiran
Kurikulum 2013 akan memberikan warna tersendiri dalam model pembelajaran abad ke
21. Kurikulum tersebut dikemas melalui strategi pembelajaran yang membentuk
sikap analitis, berpikir kritis, menyelesaikan masalah, mengembangkan sikap
afektif, dan karakter siswa untuk menjawab tantangan yang ada. Demi mendukung
hal ini, peran guru (termasuk orang tua di rumah) adalah memotivasi siswa untuk
menghidupi pembelajaran yang tidak berhenti pada ranah mengetahui dan menghafal
saja namun meningkatkannya sampai pada level di atasnya, seperti menganalisa,
mengaplikasikan, mencipta, dan mengevaluasi. Kemampuan mensitesis keadaan,
menemukan alasan dan tujuan dari keadaan, menerima dan menghargai perbedaan,
mengelola apa yang sama dan apa yang beda secara bijaksana akan mendukung seorang
siswa untuk memiliki kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotor yang unggul
dan kontributif terhadap hidupnya masa kini.
0 comments:
Post a Comment