Sejak kecil, manusia dibesarkan dalam dunia yang nyata—yang bisa dilihat, disentuh, dicium, dan dibuktikan secara fisik. Anak-anak diajarkan bahwa apa yang nyata adalah apa yang bisa dilihat mata, diraba tangan, atau dibuktikan dengan angka dan logika.
Orang tua mendidik anak-anak mereka berdasarkan apa yang terlihat. Gereja pun
kadang lebih fokus pada apa yang bisa dinilai dari luar: perilaku, kehadiran,
pelayanan yang tampak. Di tempat kerja, hasil yang terlihat di atas kertas
lebih dihargai daripada motivasi hati yang tersembunyi.
Namun, ada satu realitas yang sering diabaikan—bahkan oleh orang-orang yang mengaku percaya: dunia yang tidak kelihatan. Dunia roh. Dunia di balik tirai yang tak terjamah oleh indera, tapi berdampak nyata dalam hidup kita.
Di sanalah musuh terbesar
kita beroperasi. Ia tidak berjalan dengan wujud yang menyeramkan seperti dalam
film horor. Ia datang diam-diam, menaburkan kebohongan, menanam ketakutan,
menghembuskan keputusasaan.
Musuh kita bukan daging dan darah, melainkan kuasa-kuasa di alam roh (Efesus 6:12). Tapi karena kita tidak dibiasakan untuk peka terhadap dunia yang tidak kelihatan, kita jadi lengah.
Kita berperang dengan cara dunia, melupakan senjata-senjata rohani yang
seharusnya kita pakai: doa, iman, firman, dan kepekaan akan suara Roh Kudus.
Sudah waktunya kita melatih mata hati kita. Membiasakan diri untuk membaca tanda-tanda di balik peristiwa. Mengasah kepekaan untuk mendengar suara Tuhan di tengah hiruk-pikuk dunia.
Dunia yang tidak kelihatan bukanlah dongeng atau mitos—itu adalah kenyataan
yang menentukan arah hidup kita.
Berhati-hatilah.
Jangan tertipu oleh apa yang hanya tampak. Belajarlah melihat seperti Tuhan
melihat.
Kisah Tokoh
Reflektif: Riko dan Pertarungan yang Tak Terlihat
Riko adalah seorang
pemuda yang aktif di gereja sejak masa remajanya. Ia dikenal sebagai anak yang
sopan, bertanggung jawab, dan selalu siap membantu. Orang-orang menganggap
hidupnya baik-baik saja—stabil secara rohani, tanpa banyak pergumulan.
Tapi tak ada yang tahu
bahwa Riko sedang bergumul hebat dalam dunia yang tak terlihat.
Di balik senyumannya yang tenang, Riko menyimpan luka-luka batin dari masa kecilnya. Ia dibesarkan oleh ayah yang keras dan ibu yang pasif. Kata-kata penuh kemarahan dan tuntutan membuat Riko tumbuh dengan kebutuhan besar akan pengakuan.
Ia jadi pribadi yang
selalu ingin menyenangkan semua orang—bahkan jika harus mengorbankan dirinya
sendiri.
Ketika mulai bekerja
di sebuah organisasi Kristen, Riko semakin sibuk. Ia melayani di banyak bidang,
tapi hatinya makin kosong. Malam-malamnya diisi oleh rasa hampa yang tak bisa
dijelaskan. Ia sering merasa tidak berguna, meski orang lain memujinya.
Suatu malam, dalam
keheningan, Riko berdoa. Tapi kali ini berbeda. Ia tidak minta jalan keluar. Ia
hanya berkata, “Tuhan, aku capek. Tolong aku mengerti apa yang sebenarnya
sedang terjadi.”
Malam itu, seperti tirai yang dibuka perlahan, Roh Kudus mulai menunjukkan sesuatu yang selama ini tak ia sadari. Ada pertempuran dalam batinnya—antara identitasnya yang sejati sebagai anak Allah, dan identitas palsu yang dibentuk dari luka masa lalunya.
Riko sadar, selama ini ia tertipu oleh musuh yang tak terlihat. Ia berpikir
bahwa ia harus "melayani agar diterima", bukan "melayani karena
sudah dikasihi".
Hari-hari berikutnya, Riko mulai belajar melihat hidupnya dengan cara berbeda. Ia menemui mentor rohaninya, mulai mencurahkan isi hati, dan mempelajari firman bukan hanya untuk dibagikan, tapi untuk diserap dan mengubah dirinya.
Ia mulai mengenali bahwa peperangan
terbesar bukanlah di luar, tapi di dalam: di dalam pikiran dan hati yang
diam-diam diserang musuh tanpa disadari.
Kini, hidup Riko belum sempurna. Tapi ia tidak lagi buta terhadap realitas yang tidak kelihatan. Ia belajar berjaga-jaga. Belajar mendengarkan.
Belajar memakai senjata rohani. Dan
yang paling penting, ia belajar hidup bukan berdasarkan apa yang terlihat, tapi
berdasarkan kebenaran yang kekal.
Renungan: Belajar
Melihat dengan Mata Hati
Berapa banyak dari kita yang, seperti Riko, hidup dalam dunia pelayanan atau aktivitas harian tapi sebenarnya sedang dikepung oleh peperangan yang tidak kelihatan? Kita marah tanpa sebab yang jelas. Kita mudah tersinggung, sulit percaya, dan cepat lelah secara emosional.
Tapi kita tidak tahu kenapa. Kita pikir, “Mungkin saya hanya butuh
liburan,” padahal jiwa kita sedang haus akan kebenaran dan pertolongan dari Roh
Kudus.
Musuh kita licik. Ia tahu bahwa jika ia bisa mengaburkan pandangan kita terhadap kebenaran, ia tidak perlu mencabut iman kita—cukup membuat kita hidup dalam kebingungan dan kesibukan kosong.
Dan saat kita kehilangan kepekaan terhadap dunia roh, kita
akan mengira semua masalah bersumber dari orang lain, dari situasi, atau dari
diri kita yang ‘tidak cukup baik’.
Tapi hari ini, mari
kita berhenti sejenak. Mari bertanya pada diri sendiri:
- Apakah aku hidup hanya berdasarkan apa
yang kulihat, atau aku belajar percaya kepada yang tidak kelihatan?
- Apakah aku mengenali serangan yang datang
dari musuh rohani, atau aku masih mengira semuanya hanya masalah biasa?
- Apakah aku memakai senjata rohani dalam
doaku, atau aku hanya mengandalkan logika dan kekuatan diri?
Tuhan mengundang kita
untuk hidup dalam terang-Nya, dan itu berarti membuka mata hati kita—melihat
dunia seperti yang Dia lihat. Dunia yang penuh kasih karunia, tapi juga penuh
pertempuran. Dunia yang tidak kasat mata, tapi sangat menentukan arah hidup kita.
Hari ini, mari belajar
mengenali musuh yang tidak kelihatan, dan lebih dari itu—mengenal Pribadi yang
lebih besar dari semua musuh: Yesus Kristus, Raja segala kuasa, yang berjalan
bersama kita dalam dunia yang terlihat maupun yang tidak.
fg
0 comments:
Post a Comment