Thursday, May 8, 2025

Mengerti: Sakit di Detik Pertama, Tersenyum di Detik ke Lima

 

ged pollo

oleh: grefer pollo


"Mengerti itu lucu dan unik. Kamu akan rasa sakit, seperti ditampar kenyataan di detik pertama, tetapi akan tersenyum seperti menemukan pelangi di tengah hujan di detik kelima.  Rasa sakitnya masih ada, tetapi kamu tersenyum juga. Karena akhirnya... mengerti."

 

 

"Beta Mangarti, Ma Tarlambat"

Waktu itu sore, langit terlihat abu-abu campur jingga. Angin bertiup malas, dan Tius duduk di bale-bale depan rumah, pegang HP tapi pikiran kosong. Layar manyala, ma Tius sonde buka apa-apa. Cuma lihat notifikasi terakhir yang belum dia balas: "Katong bisa ketemu besok? Cuma mau bicara sabantar."

Itu pesan dari Delila.

Delila… perempuan yang Tius kira talalu ribut, talalu cerewet, talalu banyak tanya. Tapi sakarang Tius sadar, dia cuma orang yang paling peduli.

Selama ini Delila selalu bilang: "Lu tu karas kapala sakali, Tius. Bukan semua hal lu bisa selesaikan sendiri." Tapi Tius selalu tolak. Dia pikir, makin sadiki orang campur dia pung urusan, makin aman. Ternyata salah.

Kemarin malam, Delila datang ke rumah. Berdiri di depan pagar, tangan gemetar, mata merah. Dia mau bicara. Tapi Tius, dengan segala ego, bilang: “Su malam, lu pulang sa. Besok sa.”

Besok.

Itu kata yang kotong semua pikir selalu ada.

Tapi besok pagi, Tius tarima kabar: Delila kecelakaan di jalan. Motor dia ditabrak oto pas mau pulang.
Dia sempat dibawa ke rumah sakit. Tapi tidak lama…

 

Dan di dia pung saku jaket, polisi temukan sepucuk surat, dilipat rapi, ditujukan ke Tius.
Tulisan tangannya goyang, tapi jelas:

“Kalau besok beta tidak sempat bicara, tolong lu baca ini. Beta sayang lu, Tius. Tapi beta capek rasa sendiri. Beta cuma mau lu mangarti—bahwa cinta itu bukan soal kuat sendiri, tapi saling sandar. Jadi kalau satu hari nanti lu sadar, jang tunggu besok buat bilang maaf, atau bilang sayang. Karena kadang, besok tidak datang.”

 

Sore itu, Tius duduk di bale-bale yang sama. Tapi hatinya kosong. Bukan karena dia tidak mangarti—justru karena akhirnya dia mangarti. Tapi tarlambat.

 

Refleksi: "Jangan Tunggu Besok"

Kadang, kita terlalu sibuk dengan diri sendiri, terlalu nyaman dengan rutinitas, dan terjebak dalam dunia yang kita buat sendiri. Kita merasa kuat, merasa bisa mengatasi semuanya sendirian. 

Tapi apa yang kita lupa adalah bahwa hidup bukan soal berdiri sendiri. Kita semua butuh orang lain, butuh perhatian, butuh waktu untuk mendengarkan, dan yang lebih penting, butuh keberanian untuk berkata, "Aku butuh kamu."

Seperti Tius yang baru sadar, kadang kita menunda-nunda hal yang paling penting: berbicara, mendengarkan, atau bahkan sekadar mengungkapkan perasaan. 

Kita pikir waktu akan selalu ada, bahwa besok akan memberi kesempatan untuk memperbaiki semua yang terlambat kita katakan. Namun kenyataannya, kita tidak pernah tahu kapan "besok" itu akan datang.

Delila, dengan surat yang disembunyikan di saku jaketnya, memberikan pesan yang dalam: Jangan tunggu sampai esok untuk mengungkapkan apa yang ada di hati. 

Cinta, perhatian, dan pengertian itu bukan sesuatu yang bisa kita tunda. Waktu itu berharga, dan bisa hilang begitu saja tanpa kita sadari. Kadang, apa yang kita anggap kecil hari ini, bisa jadi kenangan terbesar di masa depan.

Jadi, jika kamu merasa ada seseorang yang perlu kamu hargai, atau ada kata-kata yang ingin kamu sampaikan, lakukan sekarang. Jangan tunggu besok, karena kita tidak pernah tahu apakah besok itu akan datang.


Refleksi ini mengajak kita untuk tidak menunda-nunda dalam menghargai orang lain, terutama saat kita punya kesempatan untuk menunjukkan perhatian dan kasih.


0 comments:

Post a Comment