Senin, 4 Mei 2020, hari pertama bekerja di
minggu yang baru di bulan Mei tahun 2020. Semua orang sedang sibuk dengan
urusannya masing-masing apalagi di masa-masa #stayathome akibat pandemi
covid-19, bekerja dari rumah, belajar, dari rumah, beribadah dari rumah. Semua aktivitas
dilakukan di dan dari rumah. Hari ini juga adalah hari kedua, Persatuan Guru
Republik Indonesia, PGRI sedang melakukan kegiatan Guru Daring Milenial. Juga tak
kalah penting dari itu, Belajar menulis online via WA bersama Bapak Wijaya
Kusumah yang lebih akrab disapa Omjay berlangsung pada pukul 13.00-15.00 WIB. Serasa
hari ini begitu pentingnya.
Dalam kuliah kali ini, Omjay mengundang Bapak
Ukim Komarudin yang pernah menerbitkan tulisannya di penerbit mayor untuk
menyampaikan materinya dengan tema Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit
Mayor. Seperti biasa, kuliah kali ini akan dimoderatori oleh Pak Bambang. Omjay
mempersilakan Pak Bambang untuk mengendalikan jalannya kuliah setelah Omjay
memperkenalkan Pak Ukim kepada seluruh peserta.
Setelah berterima kasih kepada Omjay karena
memberi kesempatan kepadanya untuk memandu pembelajaran siang itu, Pak Bambang mengajak
seluruh peserta untuk menyapa pemateri dan mengatur prosedur tanya jawab
sebagai berikut: untuk penanya bisa japri ke nomor yang telah ditentukan dengan
ketentuan
1. Sebutkan nama dan daerah
2. Hanya 1 pertanyaan
3. Pertanyaan dikirim paling cepat 14.45
(diluar itu tak akan dilayani)
Diri “saya”
dan Menulis
Pak Ukim memulai materinya dengan mengucapkan
terima kasih untuk kesempatan bisa berbagi pengetahuannya. Oleh sebab masih
terus belajar, Pak Ukim berharap peserta dapat memahami kesederhanaan
penyampaiannya. Beliau memiliki semangat untuk berbagi semoga dengan dukungan
doa dari peserta hal ini dapat bermanfaat, demikian kata Pak Ukim.
Setiap orang punya cara untuk mengekspresikan
dirinya dan menemukan siapa dirinya melalui caranya masing-masing. Andapun pasti
demikian. Pak Ukim menemukan ekspresi dirinya dalam menulis, dan di dalam
menulis dia menemukan tempat yang amat penting untuk mencurahkan segala
kegelisahan atau apapun bentuknya. Dia tidak pernah kuatir dengan kualitas tulisannya
karena itu adalah “dia”, “dirinya”. Pak Ukim menjadi dirinya apa adanya melalui
tuisannya. Dalam hal ini, dia bersikap jujur, apa adanya, dan tidak peduli
dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Menulis dan menulis
itulah Pak Ukim. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Sampai di sini,
Pak Ukim berkata bahwa di dalam menulis dia menemukan siapa “dia”, sehingga
jika tidak menulis Pak Ukim merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya.
Demikianlah Pak Ukim menulis apa saja dan apa
adanya, terutama yang berkaitan dengan pelajaran karena latar belakang
profesinya adalah guru. Selain seputar pelajaran, Pak Ukim juga menulis beragam
kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah,
dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis. Semua ini
berjalan begitu saja, mengalir begitu saja, hingga suatau saat tulisan-tulisan
itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Mereka
mulai memberi komentar mengenai kualitas tulisannya dengan sebutan tulisan yang emotif dan membuat pembaca
larut dalam cerita, bahasa yang digunakan sederhana, mudah dicerna, dan penggalan
beberapa tulisan itu dapat dijadikan ceramah atau kultum.
Komentar-komentar ini membuat Pak Ukim termotivasi
untuk membukukan semua tulisannya. "Menghimpun yang Berserak" demikianlah
judul kumpulan tulisan Pak Ukim. Diberi judul demikian karena merupakan
kumpulan dari beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh. Buku ini
menjadi terbantu untuk diterbitkan karena di waktu itu Pak Ukim menjadi
penanggung jawab penerbitan buku di sekolah sehingga menyisipkan karya pribadinya,
selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Tindak
lanjutnya adalah Pak Ukim di-interview menyangkut buku itu. Pertama tentang
buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadinya,
"Menghimpun yang Berserak."
Melalui interview itu, Pak Ukim mendapatkan banyak
pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak terpikirkan. Misalnya, beberapa
pertanyaan prinsip penerbitan yang awaknya dirasakan oleh Pak Ukim sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan, namun oleh bantuan temannya Pak Ukim dapat
mengerti sebagai masukan yang berarti. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti ini.
- Apakah ketika Pak
Ukim menulis buku "Menghimpun yang Berserak" ini sudah
memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada, apakah buku ini
punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli bukunya?
- Untuk kepentingan
pasar, "Apakah Pak Ukim bersedia apabila beberapa hal terjadi
penyesuaian (diganti)? dst.
Meskipun pada awalnya PakUkim mereasa bahwa
interview tersebut kurang menyenangkan, namun kemudian beliau menindaklanjuti
pertemuan dengan penerbit, dan akhirnya ada proses sebelum naik cetak. Seluruh urusan
percetakan berjalan dengan baik termasuk penandantangan kontrak kerjasama. Sampai
tiba waktunya Pak Ukim mendapat konfirmasi akan adanya pertemuan terkait dengan
terbitnya bukunya. Pada pertemuan itu, Pak Ukim menerima buku pribadi berjumlah
5 buku yang berstempel tidak diperjual belikan. Pak Ukim juga diajak bicara
terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Launching
ini sangat berpengaruh bagi terjualnya buku. Satu hal penting yang dibicarakan
di saat itu adalah bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada
penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian baru Pak Ukim akan
mendapat royaltinya.
Sampai di sini Pak Ukim menyampaikan materinya.
Jalannya pembelajaran kemudian diambil alih oleh Pak Bambang yang kemudain
memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya. Peserta sangat
mengapresiasi sesi ini dan memberikan banyak pertanyaan bahkan hingga selesai
waktu kuliahpun, pertanyaan masih saja diberikan. Berikut beberapa petikan dari
sesi tanya jawab.
Pertanyaan
Saya Ratna Jumpa dari Sigli Aceh, ingin
menanyakan kepada Bapak, bagaimana
kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh
penerbit terutama buku pelajaran. Trima kasih.
Jawaban
Ibu Ratna yang baik. Memang ada kriteria yang
dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran,
biasanya mereka mencari buku: (1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2)
lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah
renyah (enak dibaca); dan diutakan dari
hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik.
Pertanyaan
Om Ukim yg budiman, perkenalkan sy Syukri dari
SMAN UNGGUL Dharmaraya Padang, saya bertanya ttg pengalaman om Ukim dalam tulis
menulis:
1.
Jeda berapa lama tulisannya mulai di lirik.
2.
Media apa t4 mempublish tulisan om pertama
kali.
3.
Gimana latar belakang buku guru juga manusia
sehingga bisa best seller, dan buku besy
seller tsb brp exsemplar laku dan brp oom dapat royalti dr buku tsb.(maaf agak
privasi)
4.
Dari awal mulai om menulis sanpai sekarang, ada
ndak berubah motivasi oom ukim dalam menulis.
5.
saat oom di intervew sama siapa, dan apa hal yg
sangat berkesan dari intervew tsb.
6.
keseharian om ukim seperti apa kesibukannya.
7.
apakah buku karya om ukim semua diterbitkan di
mayor..
8.
buku mengumpulkan yg berserK tsb berapa naskah
semua, naskah mana yg paling berkesan dan berapa lama munulis buku tsb.
9.
Efek hanya pertabyaan, ya jdnya pertanyaannya
mengular. Thanks.
Jawaban
Om Syukri yang kreatif. Paling lama 6 bulan.
Jika tidak ada kabar. Berpindah ke lain hati (penerbit lain) atau naskah
direvisi ulang.
Saya menulis di buletin sekolah, kemudian
buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dst.
Buku
Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena bantuan publikasi media
sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, saya
mendapatkan berkah dari medsos itu.
Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku
yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya memang bukan tipe
pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya
tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa
sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga.
Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku
yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya memang bukan tipe
pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya
tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa
sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga.
Yang interview dari dulu sampai kini sudah saya
tahu. Pasti dia editor. Dialah penentunya. Saya sering berdoa, dan ternyata
sering benar, "Dia lebih pintar dari saya". Minimal soal membuat buku
saya laku di pasaran.
Semua buku berkesan. Dia seperti anak saya. Dia
ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam
hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya saya
syukuri. Ia lahir dari saya, saya bangga atas rezekinya.
Pertanyaan
Pak Ukim Komarudin
Jika menulis di mayor di kasih waktu berapa
lama untuk menulis setelah menyetorkan judul atau setelah kontrak di berikan,
apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit mayor, akan di tawari kerja
sama lagi setiap tahunnya?
Mohamad Soni Jombang
Jawaban
Pak Mohammad Soni yang baik, ketika bertemu
penerbit saya sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu kita mulai bicara.
Saya sering diminta menulis terus oleh beberapa
penerbit karena beberapa buku saya yang dipergunakan di lembaga pendidikan
terbit terus. mungkin sekarang sudah jilid
belasan. Masalahnya di pembagian waktu atau prioritas. kelemahannya juga
ada di saya. Pribadi saya kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya
Bapak yang sungguh-sungguh akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak
berkenan membagi waktu dan prioritas?
Pertanyaan
Pertanyaan pertama
Saya dulu menulis banyak novel,dan cerpen tapi
tidak sampai klimaks sudah bosan.Bagaimana cara mengatasi nya?
Pertanyaan kedua,saya suka menulis
novel.Tapi,kenapa saya terus mengulang ulang kesalahan yg sama.Misal tokoh
terlalu banyak,jalan cerita mudah ketebak,bagaimana cara mengatasi nya?
Pertanyaan ketiga,saya mempunyai asisten
penulis novel-->2 teman saya beda kelas dan teman saya satu kelas.Alasan
saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah menulis novel di wattpad dan
menjadi suka menggambar.Sehingga diharapkan agar ceritaku bisa dilihat dari
sudut pandang bayak orang,tapi apakah langkah itu sudah betul?
Pertanyaan ke empat,karena banyak orang yang
membatu saya,apakah mereka disertakan dalam bagian abstrak/pengenalan penulis,editor,yang
dihalaman pertama novel?
Bagaimana cara menulis sesuatu yg sering
gagal,agar tidak patah semangat?
Pertanyaan ke enam,saya seringkali
menggambarkan isi novel saya dengan kenyataan yang saya alami dan sentuhan
unsur fiksi,apakah novel itu kira kira laku dipasaran?
Pertanyaan ke tujuh,saya sering membaca novel
remaja lainnya, seperti saga bumi dari Tere Liye, negeri Lima menara dari Ahmad
Fuadi dan yang lain.Untuk mencari inspirasi,apakah langkah yang saya lakukan
sudah benar?
Jawaban
Diduga Bapak salah memilih kategori ekspresi
menulis. Bapak,
harus menempatkan diri sesuai stamina dan
kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau Marathon,
pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek karen latihan
akhirnya bisa lari jarak jauh.
Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa
terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang
pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak.
Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau
ngawur kemana-mana.
Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa
terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang
pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak.
Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau
ngawur kemana-mana.
Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa
terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang
pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak.
Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau
ngawur kemana-mana.
saya tipe orang yang sering menyembunyikan
karaya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya suka membuat kejutan
dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran anak (karya)
saya yang mengejutkan.
Permasalahan penulis pemula sering serakah.
Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab
dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya Ambyar.
Tulis saja, nanti ada jurinya: diri sendiri,
teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka menganggap tulisan bapak nggal
laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang
dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang.
Benar, Pak. Membaca yang banyak dan siapa saja
yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Kita akan tumbuh
menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur,
seperti ... tapi dalam dunia imajinassi itu sah. namanya terinspirasi oleh …
Pertanyaan
Nama : makhmud
Asal : gempol pasuruan
Boleh tanya pak ,
Saya baru akan menulis buku , pengalaman bahan
utk menulis sudah ada akan tetapi memulai menulisnya kesulitan ,
bagaimana memulai menulis buku yang bisa
meyakinkan bagi penulis .
Jawaban
Pak Makhmud yang berani, Mulailah menulis
dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti
buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita
membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas
tujuan seperti itu, Pak.
Tentang meyakinkan memang dimulai dari Bapak
dahulu. kalau Bapak kurang yakin, celakanya pembaca juga demikian. Mulailah
banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat Bapak. Dari situ,
bapak punya standar sendiri.
Pertanyaan
saya hetty setyoningrum dari smpn 1 kaloran
temanggung, jawa tengah...ingin bertanya adakah tips dan trik agar kita bisa
menjadi penulis produktif yang layak diterbitkan? bagaimana cara menumbuhkan
rasa percaya diri dalam menulis(memulainya)? terimakasih.
Jawaban
Sahabatku Hetty, penulis yang baik memang
pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Saya
setuju dengan himbauan menulislah setiap
hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas. Itu hukumnya, Het. Menulis (produktif)
pasokannya adalah membaca (receptif).
Manulis saja. Dengarkan respons dari sekitar.
Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.
Pertanyaan
Yulus Roma - Tana Toraja: Luar biasa
pengalamannya pak, pertanyaan saya, apakah gaya bahasa sehari-hari bapak
tertuang persis sama dengan gaya menulis di buku? Bagaimana mengolah bahasa
sehari-hari agar renyah dibaca orang? Terima kasih.
Jawaban
Yulus yang baik, pada akhirnya kita akan
menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Yulus akan menemukan
warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman Yulus
memuji tulisan Yulus, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan
dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak terjatuh di
jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini tulisan milik
Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan
jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya Yulus."
Pertanyaan
Assalamualaikum
pak Ukim saya ingin sekali tulisan saya sekarang dikelas menulis ini bisa
dibukukan, namun tulisan saya, dibaca sendiri aja, masih acak2 an baik bahasa
maupun ejaan penulisannya. Apakah tulisan saya itu bisa dibukukan? Bagaimana
dengan bahasa dan ejaannya yg belum sesuai ?
Jawaban
Penanya yang budiman,
memang semuanya perlu proses. Ide untuk membukukan hasil pelatihan ini
merupakan hal brilyan. Mulailah membukukan dengan niat untuk pribadi terlebih
dahulu. Dengan membukukan kita punya basic kemampuan yang akan kita ukur kelak
setelah berikutnya berproses. Saya doakan anda merasa adanya kemajuan setelah
sekian lama berproses.
pertanyaan
pertanyaan
Kaswati
dari SMKN 1 Nglegok Blitar
Bagaimana
langkah kita menulis buku pelajaran yang kita ampu dan bagaimana trik trik jitu
agar buku pelajaran yang kita buat bisa di minati para pembaca utamanya kaum
pelajar. Terimakasih
Jawaban
Ibu Kaswati,
Mulailah dengan modul atau
serpihan bab sebagai pegangan siswa sendiri. Minta mereka memberikan masukan.
Tahun depan, semoga Ibu bisa meningkatkannya menjadi buku sederhana tetapi
hanya untuk kalangan sendiri. Mintalah masukan kembali kepada anak-anak terkait
banyak hal yang pernah saya jelaskan di awal. Setelah itu, saya yakin akan
menjeadi lebih baik sampaik Ibu marasa yakin kalau ini layak untuk diterbitkan.
pertanyaan
Suminarsih
Pemalang
Pertanyaan: Dari Pengalaman Bapak penerbit yang menawarkan untuk buku bapak diterbitkan. Untuk pemula tentu harus penulis yg mengajukan proposal ke penerbit? Bagaimana prosesnya?
Pemalang
Pertanyaan: Dari Pengalaman Bapak penerbit yang menawarkan untuk buku bapak diterbitkan. Untuk pemula tentu harus penulis yg mengajukan proposal ke penerbit? Bagaimana prosesnya?
Jawaban
Ibu Suminarsih bisa datang
sendiri ke penerbit atau mengirimnya lewat pos. Kemasannya: (1) surat yang
menjelaskan maksud Ibu; dan (2)
Naskahnya. Ingat, jangan file, tetapi print outnya.
Minta tanda terima jika
mengantar langsung dan tanyakan biasanya kapan mendapatkan tanggapan. Syukur
jika mendapatkan nomor kontak editornya.
Pertanyaan
Selamat
sore pak Ukim, saya grefer pollo dari kupang NTT,
Berdasarkan
pengalaman bapak pribadi, apa kelebihan dan kekurangan jika penulis sebagai
editor dari tulisannya dan orang lain (bukan penulis) sebagai editor? Terima
kasih.
Jawaban
Pak Grefer, maksudnya dalam
keseharian tugas Bapak sebagai editor, ya? Wah itu hebat, Pak. Sebab Bapak
sudah tahu apa yang harus Bapak kerjakan. Adapun ada orang lain yang mau dan
mampu mengedit tulisan Bapak, itu nasib baik. Semoga Tulisan bapak menjadi lebih
berkualitas.
pertanyaan
pertanyaan
Salam
sejahtera pak Ukim.
Saya
mempunyai pengalaman yang mirip dengan bapak Ukim. Bedanya pada konteks dan
kondisi.
Saya berada di pedesaan pedalaman Timor yang akses ke penerbit tidak sama. Penerbit di Kota Kupang yang saya temui pertama kali untuk mengantarkan apa yang kira-kira idem dengan milik pak Ukim, Menghimpun yang Berserak; Punyaku kusebut, Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil.
Saya berada di pedesaan pedalaman Timor yang akses ke penerbit tidak sama. Penerbit di Kota Kupang yang saya temui pertama kali untuk mengantarkan apa yang kira-kira idem dengan milik pak Ukim, Menghimpun yang Berserak; Punyaku kusebut, Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil.
Mula-mula
pimpinan penerbit tidak percaya kalau saya penulisnya, berhubung yang saya bawa
itu fotokopian dari potongan-potongan koran dimana opini-opini saya
diterbitkan.
Beruntungnya, saya punya Kartu anggota PGRI. Saya tunjukkan. Ia percaya bahwa saya guru, namun kelihatan pula keraguannya. Saya harus menjelaskan berulang. Nah, saya sadar. Saya datang dari kampung. Tampilan memang kampungan, tidak nampak wajah sebagai penulis., Belum lagi penilaian apakah saya berdompet. Semua itu saya alami. Akhirnya melalui proses panjang berbelit, buku pertama terbit tahun 2015, minta Penerbit sekaligus yang punya percetakan menggandakan sebanyak 200 eksemplar. Nah, kesulitan lain muncul. Masyarakat pendidikan kami (mungkin daerah lain berbeda dengan kami di pedesaan), belum punya kebiasaan membaca. Mana mungkin membeli buku apalagi dari penulis kelas kampung. Itu romantikanya saya merambah dunia kepenulisan secara otodidak.
Hari ini bapak Ukim berbagi pengalaman, saya ingin bertanya, Bagaimana bapak membangkitkan minat baca lingkungan sekitar bapak?Roni Bani _Kab Kupang
jawaban
Beruntungnya, saya punya Kartu anggota PGRI. Saya tunjukkan. Ia percaya bahwa saya guru, namun kelihatan pula keraguannya. Saya harus menjelaskan berulang. Nah, saya sadar. Saya datang dari kampung. Tampilan memang kampungan, tidak nampak wajah sebagai penulis., Belum lagi penilaian apakah saya berdompet. Semua itu saya alami. Akhirnya melalui proses panjang berbelit, buku pertama terbit tahun 2015, minta Penerbit sekaligus yang punya percetakan menggandakan sebanyak 200 eksemplar. Nah, kesulitan lain muncul. Masyarakat pendidikan kami (mungkin daerah lain berbeda dengan kami di pedesaan), belum punya kebiasaan membaca. Mana mungkin membeli buku apalagi dari penulis kelas kampung. Itu romantikanya saya merambah dunia kepenulisan secara otodidak.
Hari ini bapak Ukim berbagi pengalaman, saya ingin bertanya, Bagaimana bapak membangkitkan minat baca lingkungan sekitar bapak?Roni Bani _Kab Kupang
jawaban
Pak Roni Bani, yang pekerja
keras.
Saya merasa malu membaca
pengalaman Bapak yang luar biasa. Saya tidak punya kesulitan yang berate
dibanding pengalaman bapak yang berbelit untuk menghasilkan karya. Saya yakin
harus ada terobosan baru dalam pemasaran buku Bapak karena jika mengandalkan sebatas
teman-teman sekitar, buku itu hanya menjadi “kuntum”. Dia tidak “mekar” apalagi
“berbuah” banyak.
Bapak yang ulet,
berusahalah bicara dengan penerbit lain
yang mungkin bisa menerbitkan di wilayah yang lebih besar kemungkinan
pembacanya. Semoga Bapak beruntung.
Pertanyaan
Assalamu'alaikum.
Saya Uri dari Majalengka Jawa Barat, ingin menanyakan kepada Bapak,
"Apakah setiap buku yang kita ajukan untuk diterbitkan selalu diawali
dengan inteview terlebih dahulu?" Trima kasih.
Jawaban
Ibu Uri,
Interview itu tanda-tanda
naskah kita dilirik. Berbahagialah Ibu karena diduga naskah ibu diperhitungkan.
Jangan meniru gaya saya yang awam. Untung masih rezeki meski kemudian saya baru
menanggapi, saya masih diperhatikan penerbit. Kadang-kadang, naskah kita
diterlantarkan oleh mereka tanpa kabar.
Pertanyaan
ika
siswati dari tangerang.. Maubertanya kepada bp. Ukim mengenai sistem kerja sama
yang saya baca di power point,... Di situ d tuliskan bahwa sistem kerja sama
itu ada royalti dan pembelian naskah....Boleh dijelaskan mengenai pembelian
naskah pak...terima kasih...
Jawaban
Ibu Ika, ada dua sistem
kerjasama. Pertama, naskah dibiayai hingga terbit dengan nama penulis sebagai
pencipta buku dipertahankan. Sebagai gantinya, pihak penerbit menawarkan
royalty sebagai pengahasilan penulis dengan rentang 10% s.d. 12%). Artinya,
penghasilan atau keuntungan sisanya milik penerbit. Kedua, naskah dibeli oleh
penerbit. Anda sebagai penulis tak lagi berhak mencantumkan nama karena hak
naskah sudah anda jual. Biasanya harga naskah tinggi hingga ratusan juta
rupiah.
Pertanyaan
naharuddin
NTB. terkait. dg karya tercetak jadi buku yg kemudian menjadi judulnya
"menghimpun yg berserak". sepertinya saya pinya karya berserak berupa
artikel koran.. Apakah ada peluang dibukukan. Tulisannya tidak boom pak
JAWAB
Bapak Naharuddin yang baik,
Wah itu hebat, Pak. Sejumlah artikel itu Bapak
kumpulkan berdasarkan tema. Kemudian bapak lengkapi sesuai dengan isu kekinian
sehingga naskah itu pas dengan situasi kini. Tolong Pak jangan disia-siakan.
Sepertinya untuk menjadikannya sebagai buku, Bapak sudah setengah jalan tuh.
Pada bagian akhir kuliah kali ini, Pak Bambang
meminta kepada Pak Ukim untuk memberikan kata-kata penutup. Pak Ukim
menuliskannya sebagai berikut. Tema-teman
yang baik. Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga
punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya
legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya.
Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis
berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN. (Mohon atas segala kesalahan)
Menulis memiliki dimensi waktu hari lalu, hari
ini, dan hari esok, dan setiap tulisan akan menjadi sejarah dan bercerita
tentang sesuatu atau sebuah pribadi. Menulis akan meninggalkan jejak kehidupan
yang (mungkin) akan diikuti oleh mereka yang ada di belakang kita. Menulis akan
berbagi harapan dan pengaruh semakin besar mereka yang terlibat, maka akan
semakin besar pengaruhnya.
Resume
Belajar Menulis Online Gel 7
Bersama
Bapak Ukim
Komarudin
4 Mei
2020
Penulis:
Grefer E. D. Pollo, dari SDH Kupang
Prov. NTT, Blog: halobelajarsesuatu.blogspot.com, Email: greferedominggu.pollo@gmail.com,
IG: ged.pollo
menarik. Rupanya seluruh rangkaian materi tidak satupun luput dalam rekaman. Selamat. Anda kurator imitatif yang hebat. ha ha... Maaf, bila istilah ini kurang berkenan.
ReplyDeleteterima kasih pak roni. komentar yg memberikan motivasi dan isnpirasi
ReplyDelete