photo by Robert Bye on Unsplash
Demi memajukan pendidikan nasional Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya adalah adaptasi kurikulum terhadap tantangan zaman agar dapat mendekatkan lulusan kepada kebutuhan masyarakat dan kehidupan yang lebih baik.
Fakta sejarah penddikan Indonesia mencatat bahwa telah lebih dari 10 kali kurikulum pendidikan Indonesia telah berganti. Namun, bagaimana riwayat pendidikan itu kini?
Para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anak mereka dan biaya pendidikan yang makin tinggi. Siswa mengeluhkan kurang relevannya materi yang dipelajari dengan kenyataan sehari-hari.
Para pemilik perusahaan mengeluhkan kurang berkualitasnya kompetensi pencari kerja.
Masyarakat luas mengeluhkan cepatnya perubahan teknologi digital yang sulit dijangkau dan dipergunakan oleh mereka.
Belum lagi ditemukan solusi yang tepat bagi berbagai permasalahan di atas, awal tahun 2020, covid-19 mewabah di Indonesia sehingga memaksa sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat mesti berubah dan beradaptasi dengan model kehidupan baru.
Untuk meminimalisir paparan covid-19, berbagai upaya sudah dikerahkan. Di antaranya adalah ide bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, dan belajar dari rumah.
Penerapan ide atau kebijakan ini memrasyaratkan kebutuhan akan teknologi.
Sedangkan konsekuensi dari hal ini adalah menghadapi tantangan baru yaitu masih banyak siswa, orangtua siswa, dan guru yang belum melek teknologi, banyaknya daerah yang belum dijamah listrik dan jaringan internet yang memadai.
Tantangan baru ini dapat saja menjadi hambatan atau pun menimbulkan stres tersendiri.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan stres sebagai kekacauan atau gangguan mental dan emosional yang diakibatkan oleh faktor luar; ketegangan.
Bagaimana tiap orang meresponi stres ini tentunya berbeda-beda.
Ada 2 jenis coping stress yakni problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused Coping didefinisikan sebagai cara mengatasi masalah yang ditujukan langsung kepada sumber stres dan berorientasi pada pemecahan masalah. Tujuannya adalah untuk mengontrol maupun menghilangkan sumber stres.
Sedangkan emotion-focused coping diartikan sebagai cara dan upaya yang dilakukan seseorang untuk mengatasi masalahnya. Upaya ini dilakukan dengan fokus kepada emosi-emosi negatif yang berhubungan dengan sumber masalahnya.
Carver mendeskripsikan ada 5 aspek dimensi
problem focused coping.
- active coping, yakni langkah yang diambiloleh seseorang untuk mencoba menghilangkan penyebab stres atau memperbaiki akibatnya.
- planning, yakni proses memikirkan cara yang tepat untuk mengatasi penyebab stres.
- seeking for instrumental support, yakni perbuatan seseorang untuk mencari dukungan sosial seperti nasihat, saran, dan informasi demi menyelesaikan masalahnya
- behavioral disengagement, yakni sikap dan tindakan seseorang yang menyerah dengan keadaan sehingga tidak lagi berusaha mengatasi masalah yang menjadi penyebab stresnya.
- self blaming, yakni sikap dan tindakan seseorang untuk menyalahkan diri sendiri terhadap konflik yang sedang dihadapinya.
Sedangkan untuk emotion-focused coping, Carver mendeskripsikan menjadi beberapa aspek seperti di bawah ini.
- seeking for emotional reason, yakni sikap dan tindakan seseorang untuk berbagi apa yang dirasakan dan dialaminya kepada orang lain sehingga bisa mendapatkan dukungan emosional seperti rasa simpati dan pengertian dari orang lain.
- positive reframing, yakni keputusan untuk menemukan makna dari apa yang terjadi dan belajar dari pengalaman tersebut.
- acceptance, yakni sikap dan keputusan untuk menerima masalah yang dihadapi sebagai sesuatu yang sudah terjadi
- venting, yakni sikap dan tindakan untuk meluapkan emosi saat mengalami tekanan
- self distraction, yakni sebuah tindakan untuk tidak tertekan dengan pikiran atas masalah dengan cara bekerja atau melakukan aktivitas lain.
- religion, yakni seseorang yang sedang mengalami masalah mencari pertolongan dan solusi dari Tuhan yang dipercaya dan disembah
- humor, yakni sebuah tindakan untuk membuat lelucon mengenai masalah yang sedang dihadapinya
- substance use, yakni seseorang berupaya untuk mengatasi stres dengan memakai dan mengonsumsi obat-obatan terlarang ataupun meminum minuman beralkohol.
Sangat baik jika para guru dan orangtua siswa mengetahui bagaimana tiap siswa atau anak-anak mereka melakukan coping stres lalu menuntun kepada cara yang tepat dan bijak untuk mengelola stres sehingga tidak menimbulkan kerugian atau hal-halyang tidak perlu.
Terutama menyerahkannya kepada Tuhan melalui doa dan pergumulan pribadi lalu melakukan apa yang diyakini benar dan bijaksana.
Referensi
HANDADARI WOELAN & VIRGINIA SUKMA DEWI (2018). COPING
STRESS PADA WANITA YANG MENIKAH MUDA DALAM MENGHADAPI KONFLIK PERNIKAHAN.
Retrieved from Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental:
http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpkk30a814ba3efull.pdf
Mahardika, L. (2018, Oktober 13). "Coping
Stress", Definisi dan Berbagai Pertanyaan Terkaitnya. Retrieved from
KOMPASIANA: https://www.kompasiana.com/dennysantos038/5bc1d48cc112fe2a085e70d3/apa-itu-coping-stress-definisi-dan-berbagai-penelitian-terkait?page=all
Hanifah
N, dkk., (2020, April). Strategi Coping Stress Saat
Kuliah Daring Pada Mahasiswa Psikologi Angkatan 2019 Universitas Andalas.
Retrieved from JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA:
http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpt/article/viewFile/4829/2580
Mantap guru
ReplyDeleteterima kasih pak Boy
Delete