Oleh: Grefer
E. D. Pollo, S.P., M.Pd
Pendidikan yang kita kenal saat ini memiliki sejarah yang panjang. Sejarah ini terlihat jelas dari proses pendidikan mulai dari pendidikan pra sejarah, tradisional, modern, dan post modern.
Proses dan pertumbuhan ini memberi kesan vital
dan esensialnya sebuah pendidikan demi membentuk manusia menjadi pribadi yang
utuh yakni memiliki roh, jiwa, dan tubuh serta dapat memberi kontribusi yang
berarti bagi masa kini dan masa depannya.
Kesan yang sangat penting ini terus
mendapat tantangan pada tiap generasi pembelajarnya. Misalnya pada masa kini, tantangan
terbesar yang dihadapi adalah adanya tautan baru antara dunia ilmu dan
teknologi yang mengakibatkan sinergi keduanya semakin cepat dan kuat.
Kesanggupan guru, siswa, dan orang tua
dalam mengelola sinergi ini akan sangat menolong para siswa dalam membangun
dirinya secara holistis. Menyikapi tautan dan percepatan perkembangan ilmu dan
teknologi ini, beberapa sekolah dan keluarga yang bersikap positif namun ada
juga sebaliknya.
Pendidikan di abad 21 merupakan kelanjutan proses dari
abad-abad sebelumnya. Banyak pihak dan fenomena yang penting di dalam model dan
nilai pendidikan abad 21 ini. Antara lain:
Sejatinya sebuah pendidikan dimulai dari
dalam keluarga. Para orang tua adalah guru pertama dan pribadi yang
pertama-tama bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan keluarga mereka.
Melalui mereka, anak-anak belajar mengenal huruf, angka, warna, berjalan,
berlari, membangun emosi, karakter, berelasi, dan berinteraksi dengan orang
lain. Oleh karena pendidikan tidak terlepas dari sebuah keyakinan yang dipegang
oleh orang tua, maka anak-anak akan dididik oleh mereka sesuai dengan keyakinan
mereka termasuk juga dalam mencari sekolah bagi anak-anak mereka.
Bentuk-bentuk keyakinan tersebut seperti religiusitas,
pergaulan, komunikasi, peradaban, dan pemanfaatan teknologi.
Teknologi telah berkembang seiring dengan
pesatnya perkembangan bahasa (komunikasi), filsafat, industri, pasar, dan tenaga
kerja yang berdampak pada kebutuhan hidup manusia baik yang bersifat mendasar
maupun tambahan. Demi menjawab kebutuhan akan penggunaan teknologi dalam
kehidupan sehari-hari, pendidikan turut memberikan kontribusi positif,
sinergis, dan strategis.
Kontribusi pendidikan terhadap perkembangan
dunia dan zaman nyata terlihat dalam kurun waktu duapuluhan tahun terakhir ini,
seperti perkembangan informasi yang dapat di akses kapan saja, di mana, dan
oleh siapa saja yang melek teknologi. Mereka ini mampu menjangkau pekerjaan
rutinnya secara otomatis kapan saja dan di mana saja.
Oleh karena itu, para lulusan sekolah yang
pada akhirnya akan menjadi tenaga kerja dan pencipta lapangan kerja ini perlu bergaul,
beradaptasi, berinovasi, dan mengadopsi berbagai alat dan media teknologi di
dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
Semakin berkembangnya media teknologi
informasi semakin memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat
bahkan menciptakan budaya baru dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Proses belajar mengajar dengan pola
tradisional di mana guru sebagai pusat dan satu-satunya sumber belajar sudah semestinya
mengalami transformasi menjadi pembelajaran yang efektif, otentik, aktual,
sesuai kebutuhan pembelajar, tujuan pendidikan nasional, harapan orang tua, dan
masyarakat. Pembelajaran seperti ini menjadi efektif, holistis, dan
transformatif di mana Tuhan Sang Pencipta sebagai pusat, para guru sebagai
fasilitator dan mengarahkan arah pembelajaran, serta berorientasi kepada siswa.
Mengapa berpusat kepada Tuhan Sang
Pencipta? Oleh karena Tuhan adalah pusat dan sumber kehidupan. Dialah yang
menciptakan segala sesuatu termasuk manusia, supaya manusia beribadah kepadaNya
dan menikmati segala ciptaanNya.
Mengapa perlu diarahkan oleh guru? Karena
guru yang berperan sebagai pengajar dan pendidik. Kepada guru, Tuhan memberikan
anugerah panggilan khusus untuk membentuk kognitif, psikomotor, afektif,
karakter, dan spiritual seorang anak. Mengapa berorientasi kepada siswa? Oleh
karena siswa adalah pembelajarnya. Subyek dan obyek belajar.
Semakin besarnya tantangan kehidupan dan
perkembangan teknologi, maka proses pembelajaran pun semakin ditingkatkan untuk
mengarahkan siswa memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai dan mumpuni.
Proses belajar menghafal sudah seharusnya berkembang menjadi menganalisa,
menciptakan, dan mengevaluasi.
Guru seharusnya membimbing siswa untuk
menemukan potensi, kompetensi, dan talentanya serta mengarahkan mereka untuk
mengeksplorasi dan mengembangkannya. Mereka perlu memahami cara menyelesaikan
masalah, alasan mereka belajar, dan cara belajar sehingga jurang pemisah antara
teori dan praktek semakin sempit dan terjangkau.
Dalam konteks ini, para guru perlu
mengembangkan model pengajarannya dengan cara mengoptimalkan semua penggunaan
teknologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat diakses di mana saja
dan kapan saja.
Para guru mesti juga mengeksplorasi dan
mengelaborasi model belajar kelompok untuk membangun semangat kerja sama, pembelajaran
dikemas dalam konsep interdisipliner dan secara intens mendesain model
pembelajaran yang memotivasi para siswa untuk memiliki kemampuan yang optimal
dalam menyerap dan menginterpretasi informasi.
Hal-hal tersebut di atas akan efektif
terjadi jika sekolah menjadi rumah kedua bagi para siswa.
Pendidikan abad 21 adalah model pendidikan
yang membantu siswa untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya pada
saat ini. Artinya, siswa dapat bertahan hidup, memperjuangkan hidup,
mengembangkan, dan merencanakan hidupnya di masa depan sesuai konteks zaman
sekarang serta prediksi masa depan.
Menyikapi hal ini, siswa perlu dibekali
mengenai konsep kompetisi dan kolaborasi. Siswa harus tahu bagaimana menghadapi
persaingan serta hidup bekerja sama.
Kompetisi perlu dikemas secara bijak
sehingga tidak memberi kesan bahwa manusia dapat hidup sendiri dan tidak
membutuhkan orang lain.
Pemikiran di atas sejalan dengan model
empat pilar pendidikan untuk menyongsong abad 21 yang telah disusun oleh sebuah
badan khusus PBB bernama United Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization
(UNESCO), yakni: (1) Learning to how (belajar untuk mengetahui); (2) Learning to do (belajar untuk melakukan); (3) Learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan
diri sebagai individu mandiri yang berkepribadian); dan (4) Learning to live together (belajar untuk hidup
bersama).
Keren dan mantab sekali.Bapak
ReplyDeleteterima kasih
Delete