karya: Grefer E. D. Pollo, S. P., M.Pd
Satu
BEBERAPA
masa telah berlalu, namun keadaannya tidak banyak berubah. Avram d’ Brain memiliki kebiasaan tenang, sedikit berbicara
bahkan sangat sedikit sehingga banyak orang penasaran tentang dirinya.
Beberapa dari mereka menyimpulkan pribadi Avram d’ Brain sebagai orang
yang tertutup, tidak suka bergaul, hidup dengan dunianya sendiri, cerdas dan
cerdik tapi tidak berempati, tidak peka, emosinya
datar, dan cuek, tetapi dia tidak merasa terganggu dengan semua itu.
Hidupnya
terus berjalan apa adanya. Biasa dan biasa saja. Aku adalah salah satu dari
mereka yang cukup dekat dengan dia,
setidaknya itu pendapatku, dan tertarik untuk mengenalnya lebih dekat lagi.
Aku mencoba beberapa cara
untuk membangun komunikasi dengan dia meski beberapa kalipun dia seolah ingin
menghindarinya. Kesimpulan sementaraku tentang dia adalah dia hidup tanpa
keluarga dan kerabat dekat, atau dia orang asing di daerah ini, yatim piatu,
tidak ada satupun dari keluarganya yang masih hidup, atau apapun itu. Namun,
suatu waktu, sesuatu berbicara lain.
Namun, untuk beberapa orang dengan alasan tertentu
dia akan melakukannya tanpa ragu).
Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari wabah yang sedang melanda banyak
negeri, realita politik dan reaksi para politikus serta pergerakkan massa, hobi
masing-masing, sampai kepada masalah silogisme dan unsur hereditas yang turut
berpengaruh di dalamnya.
Kami baru saja memulai
pembicaraan dan harus terhenti sejenak karena teh yang
telah kami pesan tiba di depan kami.
“Kamu
bisa saja berkata demikian, aku tidak dilahirkan dan dibesarkan di negeri ini demikianpun
dengan nenek moyangku. Mereka adalah orang-orang hebat di zamannya yang
berusaha hidup apa adanya di bagian Timur negeri ini.
Ya, kamu tahu, El, setiap
orang punya masa dan sejarahnya masing-masing. Mereka suka berbagi bahkan di
saat yang sulit sekalipun. Pendidikan mereka cukup terbatas tetapi bakat yang
mengalir dalam diri mereka sangat luar biasa terutama dalam menganalisa sebuah
keadaan dan mengambil keputusan yang tepat serta akurat”.
“Apakah kamu yakin bahwa kemampuanmu
itu didapatkan dari berbagai pendidikan dan latihan yang telah kamu sebutkan
tadi atau pengaruh turunan yang mengalir dalam dirimu?”
“Mungkin saja.”
“Tapi, dari mana kamu mengetahuinya?”
“Tapi, dari mana kamu mengetahuinya?”
“Beberapa saudara dan sepupuku memiliki kemampuan yang jauh lebih baik dariku meski mereka tidak mengenyam pendidikan formal dan latihan-latihan formal yang cukup dan perlu.”
“Apakah itu sebuah kerendahan hati atau karena tidak mau dikenal?”
“Menurutku kerendahan hati berarti berlaku apa adanya. Tidak menambahkan dan mengurangi apapun. Tidak berbangga diri serta rendah diri apalagi mempermalukan diri sendiri. Mereka cukup bahkan lebih dari cukup terkenal di kalangan mereka.”
“Kalangan mereka?”
“Ya, kalangan mereka”
“Apa maksudmu?”
“Deorote. Mereka bergerak dalam sebuah komunitas yang mereka sebut Komunitas Deorote.” Tiba-tiba Avram d’ Brain melihat ke jam tangannya “O, maaf El, aku kira kita harus melanjutkan pembicaraan ini nanti. Ada pertemuan yang harus aku hadiri. See you, later”
bersambung . . .
0 comments:
Post a Comment